Senin, 31 Desember 2007



BERTARUH NYAWA MEMBURU RINGGIT
Ratusan Warga Jember Jadi Korban TKI

JEMBER -Ratusan warga Jember yang masih dalam proses maupun yang sudah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri ternyata seringkali masih menjadi korban. Dalam catatan akhir tahun 2007 ini Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur Cabang Jember menyebutkan, sedikitnya ada 469 TKI menjadi korban dideprtasi dari Negeri Jiran, 82 warga menjadi korban perdagangan orang dan 7 warga pernah dipenjara di Arruways Jeddah Arab Saudi. Selain itu, ada 3 warga yang meninggal karena menjadi korban kekerasan dan sakit, 6 warga pernah mengalami kekerasan dan tidak dibayar setelah bekerja menjadi TKI."Pada tahun 2007, kami juga mencatat ada sekitar 23 warga digagalkan KP3 Perak karena diindikasikan akan menjadi korban perdagangan orang atau trafficking," terang Ketua SBMI Jatim Cabang Jember M Kholili , Senin (31/12).
Kholili juga menambahkan, dalam setahun terakhir ada sekitar 3 warga Jember yang hilang kontak di luar negeri dan hingga kini belum diketahui jejaknya, seorang perempuan mengalami depresi berat setelah disiksa menggunakan suntik anti rabies, 4 warga pernah ditempatkan oleh perorangan dan 4 warga pernah disekap dipenampungan TKI dalam negeri."Masih ingat dalam kenangan kita yakni Elly Anita yang ditempatkan oleh penyalur tenaga kerja di lokasi peperangan. Itu sangat menyalahi aturan undang-undang buruh migran," tandasnya.Pihak SBMI juga menyesalkan adanya peningkatan dalam kasus deportasi yang mencapai angka sekitar 1000 persen. Jika dibandingkan, pada tahun 2006 hanya ada sekitar 46 kasus namun pada tahun ini justru menjadi 469 kasus. Persoalan deportasi kata Kholili disebabkan karena tidak adanya tanggungjawab dan informasi yang diberikan pihak berwenang kurang memadai sehingga TKI menjadi tenaga kerja yang tidak berdokumen.Dalam persoalan TKI yang dihadapi itu, menjadikan Kabupaten Jember menduduki peringkat ke 5 paling banyak kasus setelah kota Ponorogo."Langkah yang seharusnya ditempuh oleh Dinas Tenaga Kerja yakni secepatnya menggagas peraturan daerah yang melindungi TKI asal Jember. Selain itu, dinas selama ini kurang memberikan tindakan antisipasi yang akhirnya kasus trafficking dan penyaluran tenaga kerja sangat liar dan ilegal," paparnya.SBMI juga menuding Dinas Tenaga Kerja Pemkab Jember selama ini yang turut menjadi penentu penyalur tenaga kerja ilegal justru dilegalkan. Akhirnya hal itu meyebabkan perekrutan tidak sah atau tidak terdaftar oleh penyalur masih saja bisa dengan leluasa beroperasi.Sedangkan di Kabupaten Banyuwangi, SBMI juga mencatat ada sekitar 300 kasus deportasi, 15 kasus trafficking, 43 kasus penipuan calon TKI, 6 disekap, 6 dinyatakan hilang, 6 TKI tidak digaji, 8 TKI meninggal dunia dan 2 TKI dalam kasus justru dipekerjakan di penampungan.Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemkab Jember M Thamrin berkali-kali dihubungi lewat ponselnya tidak diangkat padahal diaktifkan. M Thamrin dalam beberapa kali kesempatan dikonfirmasi memang berjanji mengatasi persoalan yang dihadapi TKI Jember, namun SBMI Jawa Timur tetap saja menuding masih belum ada tindakan riil.Sedangkan salah seorang anggota DPRD Jember Misbachul Salam mengusulkan pentingnya gagasan untuk segera merumuskan peraturan daerah tentang perlindungan TKI. Ia juga menuding selama ini yang lamban dalam mersepon perda itu adalah pihak Pemkab Jember."Kalau ada perda perlindungan TKI, saya yakin masalah yang dihadapi TKI seperti kekerasan dan penipuan akan ada tindakan. Dengan begitu, maka kalau ada penyalur tenaga kerja yang nakal bisa ditindak secara hukum," tandas Misbachul Salam.Ia juga manargetkan dalam tahun 2008 ini seharusnya perda perlindungan TKI harus tuntas dibahas dan segera diterapkan. (p juliatmoko)

Data Pengiriman TKI Semseter 1 2007 :
(Laki-laki +Perempuan =Jumlah)

1. Banyuwangi 773 + 2.215 =2.988
2. Jember 335 +884 =1.219
3. Situbondo 13 +47 =60
4. Lumajang 193 +345 =538
5. Bondowoso 71 +51 =122
Sumber : SBMI Jawa Timur

Sabtu, 29 Desember 2007


(Tikus-tikus) KORUPSI GABAH DI LUMBUNG PADI
Kabulog Mucharor Diganjar 5 Tahun, Dua Kroni Divonis 4 Tahun


JEMBER -Kabupaten Jember diakui mmemang salah satu lumbung padi terbesar di Jawa Timur. Namun ironisnya justru terjadi tindak penyimpangan korupsi gabah di kabupaten yang dikenal dengan kota tembakau dan kota tape ini. Nilai korupsi itu sebenarnya mencapai sekitar Rp 60 miliar. Tapi oleh penegak hukum diantaranya jaksa, hakim dan kepolisan hanya mampu dibuktikan sebesar Rp 24,4 miliar. Ia adalah mantan Kepala Bulog Sub Divre XI Jember Mucharor akhirnya dijatuhi putusan pidana 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jember. Putusan itu sebenarnya 3 tahun lebih ringan dari tuntutan yang dijatuhkan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut pidana 8 tahun penjara. Meski demikian, dalam amar putusan itu majelis hakim berhasil membuktikan dalam persidangan dengan pasal 2 primer Undang-undang Tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 ayat 1 KUHP."Pertimbangan hakim dalam putusan yakni sesuai fakta persidangan, bukan berdasar tuntutan atau dakwaan yang diajukan jaksa. Putusan kami anggap adil dan tidak sembarangan," kata Ketua Majelis Hakim Charis Mardiyanto, (18/12).
Dia juga menambahkan, Mucharor masih harus ditambah denda untuk mengganti kerugian keuangan negara yang telah dikorupsi sebanyak Rp 4,7 miliar. Angka itu ternyata masih lebih ringan dari denda yang diajukan oleh jaksa penuntut umum yang saat itu mengganjar denda senilai Rp 24,4 miliar. Majelsi hakim juga menyatakan terdakwa harus membayar denda senilai Rp 200 juta dan jika tidak dibayar dalam waktu 1 bulan sejak putusan final pengadilan, maka akan diganti dengan pidana kurunagn 6 bulan. "Terdakwa Mucharor nantinya masa tahanan akan dikurangkan dengan masa tahanan sebelumnya. Kita meminta terrdakwa tetap dalam tahanan," ujarnya.Majlei hakim juga telah memutuskan sekitar 22 unit sepeda motos yang pernah disita agar dikembalikan pada yang memiliki sesuai dengan nama yang tercantum dalam surat tana nomnor kendaraan. Sedangkan tanah seluas 675 meter persegi bernomor SHM 2325 Jl ketintang Madya Surabaya yang juga pernah disita oleh kejaksaan, maka dikembalikan pada yang memiliki yakni atas nama Umi Lutfah.Tidak hanya itu, barang bukti berupa mobil dan sejumlah tanah disita oleh negara dan dirampas untuk kepentingan negara cq Perum Bulog. Sedangkan untuk berkas dan dokumen penting masih disita dan digunakan ebagai barang bukti dalam perkara lainnya.Mucahror dalam persidangan itu terbukti bersalah meliputi 4 kasus yang pernah dilakukan dalam kebijakan internal Bulog Jember. Kasus tersebut yakni pengelolaan dana komersial dari Bulog Jatim sebesar Rp 2,3 miliar, pengelolaan dana pengadaan gabah fiktif sebesar Rp 19,3 miliar, kasus biaya bongkar muat gabah sebesar Rp 52,7 juta dan dana pengadaan gabah melalui mesin drying center sebesar Rp 2,7 miliar. Atas putusan majelis hakim tersebut, Mucharor merasa gugup dan meminta wartawan untuk langsung meminta konfirmasi pada pengacaranya."Semuanya saya serahkan ke pengacara saya. Tanyakan saja ke mereka," ujar Mucharor sembari menyalakan rokoknya.
Sedangkan pengacara Mucharor, Khusnu merasa aneh dengan alasan pertimbangan yang dipakai majelsi hakim dalam mengambil keputusan kepada terdakwa Mucharor. Dia bersama pengacara asal Surabay lainnya juga mengungkapkaj tidak puas dan langsung melayangkan upaya hukum berupa banding ke Pengadilan Tinggi di Surabaya. "Jelas kami tidak puas dengan putusan itu. Bukan persoalan berat-ringannya hukuman, tapi soal pertimbangan putusan," kata Khusnu.Ia juga menambahkan, dalam putusan majelis hakim pertimbangan yang dipakai berupa pasal bersifat primer, sedangkan tuntutan jaksa penuntut umum berupa pasal subsidair."Pertimbangan majelis hakim mestinya juga bersifat subsidair," tandasnya. Sedangkan jaksa penuntut umum M Basyar Rifai mengaku masih akan pikir-pikir untuk melakukan upaya banding atau tidak."Kita masih punya waktu 7 hari untuk mengambil keputusan. Termasuk memikirkan membayar denda oleh terdakwa yang dikatakan majelis hakim cuma Rp 4,7 miliar," ujar M Basyar Rifai. (p juliatmoko)

Jejak Penyimpangan Dana Bulog Divre XI Jember :
1. Pengelolaan dana komersial dari Bulog Jatim sebesar Rp 2,3 miliar.
2. Pengelolaan dana pengadaan gabah fiktif sebesar Rp 19,3 miliar.
3. Biaya bongkar muat gabah sebesar Rp 52,7 juta
4. Dana pengadaan gabah melalui mesin drying center sebesar Rp 2,7 miliar.

Dua Kroni Kabulog Divonis 4 Tahun

JEMBER- Sedangkan dua terdakwa dalam kasus pengadaan beras fiktif dan pengadaan mesin giling di Sub Divre XI Jember akhirnya dijatuhi vonis 4 tahun penjara. Mereka adalah Ali Mansur dan Prasetyo Waluyo yang sebelumnya merupakan bawahan alias kroni Kabulog Mucharor yang sudah dijatuhi vonis 6 tahun penjara.Vonis terhadap Prasetyo Waluyo merupakan mantan Kepala Gudang Pecoro II Rambipuji dan Ali Mansyur merupakan mantan Kepala Seksi Analisa Harga dan Pasar (Kasi Gasar) itu ternyata lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 8 tahun penjara.Vonis yang diketuai majelis hakim Mujahri itu mampu membuktikan secara primer pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 dan pasal 64 KUHP bahwa keduanya turut melakukan korupsi bersama-sama dengan Kepala Bulog Mucharor. Berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang hanya membutikan secara subsidair sesuai pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi serta pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 ayat 1 KUHP. Majelis hakim juga membuktikan keduanya telah melakukan penyimpangan dan merugikan keuangan negara senilai Rp 24,4 miliar. Meski demikian, mereka tidak turut menanggung nilai kerugian negara itu. Sebab oleh Mucharor telah dikembalikan senilai Rp 18,1 miliar dan sejumlah barang bukti lain berupa mobil dan tanah disita oleh negara,"Mereka berdua terbukti secara syah dan meyakinkan telah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan. Kami memutuskan menjatuhkan pidana 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan," ucap Mujahri dalam persidangan, (28/12).
Selain itu, kedua terdakwa itu juga dikenai denda masing-masing Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Majelis hakim juga membuktikan penyimpangan yang dilakukan oleh mereka itu yakni pengelolaan dana komersial dari Bulog Jatim sebesar Rp 2,3 miliar, pengelolaan dana pengadaan gabah fiktif sebesar Rp 19,3 miliar, biaya bongkar muat gabah sebesar Rp 52,7 juta dan dana pengadaan gabah melalui mesin drying center sebesar Rp 2,7 miliar. Dalam sidang yang dipimpin langsung oleh Mujahri itu juga terkait kasus pengelolaan dana komersial dengan meminta dana kepada Bulog Jawa Timur sejumlah uang sekitar Rp 2 miliar. Namun, dana komersilan itu dalam kenyataanya tidak digunakan sesuai peruntukan. Sedangkan dalam kasus pengadaan gabah fiktif, kedua terdakwa tadi mendapatkan perintah dari Mucharor untuk membuat surat pengeluaran gabah fiktif senilai Rp 1 M. Surat itu juga untuk menyatakan adanya gabah yang masuk ke gudang yang selanjutnya dijadikan dasar untuk mencairkan uang pembelian gabah ke bank Bukopin. Ali dan Prasetyo juga turut melakukan bersama Mucharor dalam pengadaan gabah kering giling melalui drying center dengan selisih harga lebih rendah dari harga pembelian pemerintah. Ia juga telah mencairkan uang pembelian gabah dengan nominal sama dengan harga pembelian pemerintah, jadi diuntungkan secara pribadi Rp 100 per kilogram pada gabah sebanyak 5,7 juta kilogram gabah. Usai mendengar putusan majelis hakim, keluarga kedua terdakwa menangis histeris dan seakan tidak menyangka dan tidak terima dengan keputusan majelis hakim.Jaksa penuntut umum M Basyar Rifai langsung mengajukan banding dan diungkapkan menjelang akhir persidangan."Yang jelas kami banding atas putusan majelis hakim. Ada beberapa hal perbedaan terkait dengan landasarn hukum dalam putusan majelis hakim dengan jaksa yang tidak sesuai," pungkas M Basyar Rifai.Sedangkan pengacara kedua terdakwa, Zainal Marzuki dan Cahyadi mengatakan kalau mereka masih pikir-pikir atas putusan majelis hakim tersebut."Vonis itu bagaimanapun masih tetap berat bagi terdakwa. Namun hakim ada rasa keadilan juga karena membebaskan klien kami dari tanggungan kerugian negara. Bnading atau tidak, akan kami bicarakan dengan klien kami dulu," kata Zainal Marzuki. (p juliatmoko)

Solichin Saleh,-Kroni Mucharor Divonis Bebas

JEMEBR- Anehnya, justru bawahan mantan Kepala Bulog Sub Divre XI Jember Mucharor yakni Solichin Saleh diputus bebas oleh majelis hakim, kemarin. Solichin Saleh yang juga mantan kepala Gudang Mangli Bulog Jember itu langsung sujud syukur usai diputus bebas tersebut. Majelis hakim yang diketuai Elvis Johny dalam amar putusannya memandang bahwa Solichin Saleh hanya sebagai bawahan yang melaksanakan perintah atasannya secara syah dan tidak terbukti secara hukum melakukan tindak pidana korupsi."Terdakwa tidak tebukti secara sah dan meyakinkan dalam kasus Bulog ini," kata Elvis Johny saat sidang, 19/12).
Pasal yang membenarkan hal itu yakni pasal 51 KUHP yang menyebutkan kalau Solichin hanya melaksanakan perintah atasan secara sah dan tidak melanggar ketentuan hukum. Apalagi sampai turut serta dalam merugikan keuangan negara. Padahal dalam dakwaan sebelumnya, Solichin Saleh didakwa dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang nO 21 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 51, 55 dan pasal 65 KUHP. Selanjutnya dalam pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum, Solichin pernah dijatuhi tuntutan seberat 3 tahun penjara. Dalam persidangan itu, Solichin Saleh yang meringkuk di tahanan Lapas Kelas II Jember itu selama 5 bulan itu saat berlangsungnya sidang tidak terlalu memperhatikan putusan oleh majelis hakim. Bahkan ia tidak sempat mendengarkan pernyataan majelis hakim saat memutus dirinya bebas dari hukuman pejnjara dan denda."Saya tidak menyangka. Syukurlah kalau saya bebas," ujar Solichin Saleh yang saat itu tampak terharu dipeluk istri dan sanak keluarganya.Pengacara Solichin Saleh, Tri Wibowo mengaku puas dengan upaya pembelaan terhadap kliennya hingga diputus oleh majelsi hakim."Memang saat kami mpelajari kasus Solichin tidak ada yang terbukti kalau turut serta dalam kasu Mucharor," kata Tri Wibowo.Sedangkan jaksa penuntut umum M Basyar Rifai menyatakan masih pikir-pikir dalam waktu 14 hari sejak putusan untuk melakukan upaya hukum selanjutnya."Kita masih punya waktu 14 hari untuk mengambil keputusan. Kalau untuk putusan Mucharor yang hanya divonis 5 tahun oleh majelis hakim, jelas kami langsung melakukan upaya banding ke pengadilan tinggi," tandas M Basyar Rifai.Alasannya, selain putusan yang diangap terlalu ringan juga ada sejumlah fakta persidangan yang masih perlu dijadikan landasan dalam memutus kasus tersebut. Sementara sidang kasus Bulog dengan terdakwa lain seperti Prasetyo Waluyo dan Ali Mansyur tetap digelar lagi pekan depan dengan agenda putusan oleh majelis hakim. (p juliatmoko)

Selasa, 25 Desember 2007



*Menengok Eks Proyek Mercusuar
Lapangan Terbang Notohadinegoro Nasibmu Kini...


Harapan warga Jember untuk bisa menikmati perjalanan udara agaknya mulai pupus. Betapa tidak, selain tidak ada invenstor dan
maskapai penerbangan yang tertarik untuk menanamkan modal dalam pengoperasian Lapangan Terbang Notohadinegoro Jember. Juga
kendala yang cukup berarti yakni tidak ada anggaran lagi dalam APBD Jember 2007 yang diperuntukkan bagi landasan burung besi
itu. Boleh saja mantan Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo yang merintis pembangunan proyek mercusuar itu mendekam di hotel
prodeo karena tersandung kasus Kasda. Namun lapter yang diresmikan tahun 2005 oleh mantan Presiden RI Gus Dur itu hingga kini
sayangnya terancam mangkrak.Awal pembangunan Lapter Notohadinegoro memang diwarnai sejumlah kontroversi. Pada tahun 1999 Pemprov Jatim mengadakan uji
kelayakan pembangunan lapter di sejumlah daerah. Dari hasil uji kelayakan, tiga tempat ditentukan, masing-masing, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Dari hasil akhir uji kelayakan, Jember dan Lumajang tidak disetujui
karena yang dipilih provinsi justru Kabupaten Banyuwangi. Seiring persetujuan itu, muncul revisi uji kelayakan, Jember
dinyatakan layak memiliki lapter. Pembangunan lapter dimulai 2003 melalui dana perubahan anggaran keuangan (PAK) sebesar Rp
2,5 miliar untuk pematangan lahan atau land clearing. Tahun 2004, pemkab kembali mengucurkan anggaran lapter sebesar Rp 5
miliar untuk runway atau landasan pacu pesawat. Anggaran itu ternyata dianggap masih belum cukup, Bupati Jember saat itu
Samsul Hadi Siswoyo menggagas pembangunan lapter mengajukan anggaran melalui PAK APBD 2004 sebesar Rp 10,8 miliar. Namun
pengajuan PAK ditunda karena pada saat itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pusat datang ke Jember memeriksa kelayakan anggaran
pembangunan lapter. Pengajuan anggaran 2004 baru bisa direalisasikan pada anggaran 2005-2006. Sementara tahun anggaran 2007, Pemkab Jember tidak mengajukan anggaran pembangunan lapter karena pemerintah tidak mengetahui
secara pasti kebutuhan biaya untuk proses pengurusan Sertifikat Operasional Bandara (SOB). Dari APBD PemprovJatim juga tidak
mengalokasikan anggaran pembangunan Lapter Notohadinegoro karena DPRD Jatim menilai yang lebih pantas mendapat kucuran dana
itu Kabupaten Banyuwangi dan Malang. Dalam sebuah kesempatan di sidang paripurna pembahasan Rencana APBD 2008 di gedung DPRD Jember, Bupati Jember MZA Djalal
sempat geram karena dianggap tidak merespon kelanjutan pembangunan Lapter yang sudah menelan banyak anggaran ini."Saya samasekali tidak akan mempersoalkan siapa yang dulu punya ide, punya cita-cita. Kita mulai dari titik bahwa lapter
sudah terlanjur dibangun. Tentu ini tidak boleh berhenti. Persoalannya uang untuk melanjutkan Lapter itu dari mana," timpal
MZA Djalal dihadapan para wakil rakyat.Ia juga mengaku sudah berkoordinasi dengan sejumlah instansi dan menugaskan Wakil Bupati Kusen Andalas untuk langsung
melakukan lobi-lobi politik ke pemerintah provinsi pusat maupun DPR RI di Jakarta. Ia juga mengaku tak ingin memperpanjang
polemik mengenai soal bandara. "Kita berharap di balik hikmah polemik itu akan ada investor yang terketuk menanamkan investasi di bandara Notohadinegoro. Namun semua kabar mengenai investor baru sebatas isu. Semua itu omong kosong semua, termasuk maskapai, kalau serius, tentu
mereka akan menghadap ke Bupati," ujarnya. (p juliatmoko)

*Tarik Ulur Kelanjutan Lapter
Dalam perkembangannya muncul Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) yang menjadi satu-satunya fraksi yang menyinggung masalah belum
terselesaikannya pembangunan bandara atau lapangan terbang (lapter) Notohadinegoro. Dalam pandangan umum fraksi terhadap nota
Rancangan APBD 2008 di gedung DPRD Jember mereka menyinggung tiadanya anggaran lanjutan pembangunan bandara dalam RAPBD
Jember tahun 2008. "Mestinya ada goodwill dari eksekutif, pasti Jember akan segera memiliki lapter. Persoalan keterbatasan anggaran yang jadi
alasan bupati itu kami anggap bukanlah persoalan mendasar," kata Misbahussalam yang menyampaikan pandangan FKB saat itu.Ia juga menyatakan sebenarnya banyak solusi yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan keterbatasan anggaran. Hal itu
seperti menaikkan defisit anggaran atau relokasi anggaran penerangan jalan umum."Apalagi tambahan anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan bandara hanya Rp 20 miliar. Kami minta dana bisa ditanggung
renteng antara Pemkab Jember, provinsi, dan pusat dengan komposisi Rp 5 miliar Pemkab Jember, Rp 5 miliar pemerintah provinsi
dan Rp 10 miliar akan dianggarkan dalam APBN," katanya.FKB dalam pandangan umumnya juga menyampaikan, lapter saat ini sudah merupakan kebutuhan. Ia mengungkap dari berbagai
penelitian kelayakan yang dilaksanakan pemerintah daerah pada masa Bupati Samsul Hadi Siswoyo, bandara layak secara
finansial, ekonomi, dan pasar bagi Jember. Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi C DPRD Jember Ubaidillah. Ia mendesak agar APBD Jember 2008, anggaran untuk
bandara disediakan. Dia juga mengatakan sudah dijanjikan bakal mendapat anggaran Rp 5 miliar dari APBD provinsi dan
diupayakan Rp 10 miliar dari APBN. APBD Jember tinggal menyediakan Rp 5 miliar oleh Departemen Perhubungan dan DPR RI.Anggaran Rp 20 miliar itu digunakan untuk pemadam kebakaran, appron, alat komunikasi, dan tambah peralatan lainnya.
Rencananya panjang landasannya pun bakal ditambah 200 meter sehingga menjadi 1.400 meter."Kami minta agar Rp 20 miliar dianggarkan sendiri dalam APBD Jember daripada akan lebih ruwet harus ke pusat dan provinsi.
Kita optimis bahwa kita mampu. Untuk menganggarkan proyek penerangan jalan umum Rp 85 miliar saja kita mampu kok," timpal
Ubaidillah.Ia juga menambahkan, kendala soal surat bupati sebelumnya yakni Samsul Hadi Siswoyo yang menyampaikan kalau Lapter
Notohadinegoro Jember akan dibiayai daerah sendiri, maka Bupati MZA Djalal sudah mencabutnya dan melayangkan surat baru.Sayangnya keinginan mereka hanya isapan jempol belaka. Eksekutif masih enggan mengalokasikan anggaran dalam APBD Jember untuk
melanjutkan megaproyek Lapter Notohadinegoro. Pemkab Jember sepertinya harus berpangku tangan dengan mengandalkan suntikan
dana dari maskapai ataun investor yang sudi menanamkan modalnya demi operasinya Lapter.Sedangkan Ketua Forum Komunikasi Anak Bangsa (FKAB) Jember, Suharyono mengaku pihaknya pesimis jika dalam waktu dekat
pemerinta pusat dan provinsi akan mau memberikan suntikan dana lagi untuk melanjutkan pembangunan Lapter Notohadinegoro."Kok ada tambahan dana lagi. Padahal Lapter itu masih harus dilakukan uji kelayakan lagi agar laku dijual pada konsumen.
Apalagi Lapter itu kini bukan menjadi prioritas pembangunan Jember," kata Suharyono.Ia juga mengatakan, tingkat perekonomianlah yang mestinya kini harus digenjot untuk meningkatkan daya beli tiket pesawat bagi
warga Jember sendiri."Jangan-jangan, Lapter dibangun tapi tidak ada yang mampu beli tiket, kan mangkrak lagi," ujarnya.Ia juga menambahkan, untuk melanjutkan pembangunan lapter juga akan meninjau kembali rancangan pembangunan Jember sendiri
yakni untuk memperiotitaskan pembangunan dalam bidang pertanian dan pendidikan."Lebih baik, kawasan wisata dulu digarap serius. Agar daya tarik wisatawan bisa mendatangkan pendapatan bagi warga Jember.
Kita masih ingat bahwa uji kelayakan yang dilakukan Universitas Jember pada tahun 1980-an yang menyebutkan bahwa lapter itu
lebih pas untuk fasilitas pertahanan dan keamanan," katanya. Sedangkan Ketua Muhammadiyah Jember Baharudin Rosyid dalam acara Forum Silaturahmi Ulama Umaro di pondok pesantren Darul
Hikmah menyampaikan, mengapa pembangunan bandara tidak diteruskan oleh Pemkab ?. Padahal uang puluhan miliar rupiah uang
daerah diinvestasikan untuk membangun Lapter itu hingga saat ini masih belum bisa beroperasi."Macetnya anggaran itu di mana? Kalau memang urunan, urunan saja sudah Jember. Kalau tidak, ya lebih baik lahan bandara
dikapling saja buat pondok pesantren," timpal Baharuddin Rosyid disambut tepuk riuh para kiai.Masalah pembangunan lanjutan bandara sempat menjadi problematik. Sebab sejumlah anggota dewan meminta Pemkab menganggarkan
dalam APBD 2008. Sayangnya, Pemkab tetap bersikeras dan menginginkan dana pembangunan berasal dari APBN atau APBD provinsi
Jawa Timur. (p juliatmoko)
*Masih Perlu Survey LagiTak ingin ketinggalan dengan yang lain, Ketua Forum Komunikasi Anak Bangsa (FKAB) Jember mempunyai gagasan yang pro rakyat.
Ketua FKAB Jember Suharyono mengungkapkan, soal polemik Lapter Notohadinegoro Jember diakuinya memang sempat membuat warga
Jember urun rasan-rasan dikantor-kantos sampai warung kopi. Padahal menurut dia, Jember ini sudah memiliki program prioritas
yang harus dilaksanakan sesuai yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Pemkab Jember. Diantara
program prioritas itu yakni mengutamakan pendidikan dalam hal penuntasan buta aksara, peningkatan hasil produksi pertanian,
peningkatan pelayanan kesehatan dan program penting lainnya."Dari sekedar buang-buang biaya untuk Lapter, curahkan saja anggaran itu untuk hal-jal yang lebih dirasakan masyarakat
seperti memacu potensi alam melalui peningkatan tempat wisata dan bisnis pertanian," kata Suharyono.Dia juga mengatakan, Pemkab Jember masih perlu untuk melakukan uji kelayakan dengan melakukan survey kembali menganai
keberadaan Lapter Notohadinegoro. Sebab kata dia, survey sebelumnya pernah dilakukan terhadap sebagain warga Jember meliputi
sejumlah penumpang kereta api dan bus. Namun hal itu dirasa masihj kurang relvan dengan perkembangan zaman dan kekuatan
ekonomi yang dimiliki warga Jember.Kata dia, survey itu nantinya juga harus melibatkan institusi independen agar hasilnya bisa obyektif dan bisa
dipertanggungjawabkan. Bisa saja survey itu dilakukan dengan memintai pendapat soal kekuatan ekonomi masyarakat Jember dari
warga yang bermata pencaharian petani hingga pejabat.Ia juga menuturkan, pada mulanya Lapter Notohadinegoro itu dibangun karena kebutuhan Universitas Jember untuk mendatangkan
dosen terbang dari luar Kabupaten Jember seperti Universitas Brawijaya Malang."Dosen Unej dan peneliti waktu itu memang sempat berpikir kalau Jember bisa dibangun lapangan terbang. Selain untuk
mendatangkanh dosen terbang, jyga bisa untuk kepentingan pertahanan militer. Namun dalam perkembangannya oleh Pemkab diadopsi
untuk dijadikan lapangan terbang komersiil yang konsekuensinya harus mengaluarkan anggaran," terangnya.Sementara salah seorang pengamat ekonomi dari Universitas Jember (Unej) Siswoyo Hari Santoso juga menyesalkan kurangnya
perhitungan dalam pembangunan lapter. "Mestinya dana miliaran itu bukan untuk lapter, tetapi bisa digunakan untuk pendidikan yang diprioritaskan," kata Siswoyo
Hari Santoso.Pembangunan lapter kata dia juga dianggap menyimpang dari realitas sosial. Satu sisi pembangunan megah gedung terminal,
landasan pacu pesawat di atas lahan seluas 122 hektare terlihat menakjubkan. Tapi disisi lain status sosial masyarakat
sekitarnya masih tergolong pra-sejahtera. "Mereka masih hidup dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan dan kurang mengenyam pendidikan. Apakah kita bisa senang melihat
masyarakat miskin yang diberikan sajian kemewahan di hadapannya," ujarnya. Menurut Siswoyo, terkait keuntungan, perhitungan ekonomis operasional lapter tidak menguntungkan dalam jangka waktu singkat.
Paling tidak dibutuhkan waktu sekitar 20 tahun agar modal yang telah dikeluarkan untuk pembangunan lapter bisa kembali.
"Break event point (BEP) dalam jangka waktu 15 tahun sudah bagus. Tapi belum tentu hal itu bisa dicapai," tandasnya.Apalagi untuk Jember, keberadaan lapter hanya dianggap penting beberapa kalangan tertentu. Misalnya, pengusaha, pejabat dan
orang-orang kaya yang enggan terjebak kemacetan jalan raya dan Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Tetapi bagi masyarakat lain, keberadaan lapter belum tentu menguntungkan. Sebab, mereka tak bisa menikmati seutuhnya
fasilitas yang tersedia dari keberadaan lapter karena ongkos naik pesawat jauh lebih mahal di banding bus atau Kereta Api
(KA). Keberadaan sejumlah agen perjalanan yang menggunakan pesawat terbang di Jember juga belum bisa dijadikan rujukan penumpang
dari Jember banyak. Dari agen perjalanan itu rata-rata hanya melayani sekitar 20 orang/hari. "Seandainya pembangunan lapter dikaji lebih dulu, tentunya tak akan ada penyesalan dari pembangunan proyek prestisius itu,"
ujarnya.Namun tak bisa dipungkiri, pembangunan lapter sudah berjalan, sehingga proyek itu harus dituntaskan. Hanya saja kelanjutan
proyek itu bukan lagi tanggung jawab daerah, tapi pemerintah pusat yang harus bersikap. Siswoyo beralasan, jika pemerintah
kabupaten yang mendanai kelanjutan pembangunan lapter dipastikan tidak akan mampu. Persoalannya, dana yang dimiliki kabupaten
akan menjadi kendala utama. "Saya masih pesimis lapter itu bisa beroperasi sesuai impian," imbuhnya. (p juliatmoko)

Spesifikasi Lapter Notohadinegoro :
Luas : 120 hektareTotal Anggaran : Rp 34 miliar terbagi sejumlah tahapanSumber Dana : APBD Jember dan bantuan APBNLandasan Pacu : panjang 1500 meter dan lebar 30 meterShoulder : kiri dan kanan 30 meterAPRON : 150X150 meterTaxi Way : 135x30 meterJenis Pesawat : Fokker-28Rute : Jember-Surabaya-MataramMaskapai : -Diresmikan : 9 Januari 2005


*Taxi Way Masih Berlubang

Memang diakui atau tidak, untuk melanjutkan atau tidak Lapter Notohadinegoro harus mengelus dada. Biaya perawatan dan tidak
ada anggaran APBD 2007 membuat sejumlah fasilitas fisik awal seperti taxi way atau jalan taxi menjadi tampak amburadul.Sepanjang perjalanan sekitar 3 kilometer taxi way menuju Lapter jika hujan tiba maka tampak lubang jalan yang sudah dipenuhi
air kelihatan membesar seperti menganga sebesar 3 meter. Tak ayal bagi para pengunjung jika pagi atau sore usai hujan, maka
harus meminggirkan kendaraannya agar tidak tercebut lobang taxi way."Katanya pembangunan taxi way sudah dilakukan, tapi saat kami melintas haru lewat samping jalan berlubang itu," kata Syaiful
yang juga salah satu pengunjung Lapter saat melihat pesawat Glider mendarat.Belum berheti disitu, sejumlah sudut pagar Lapter juga nampak mulai karatan dan sebagian sudah tidak tamnpak pagarnya karena
tertutup rumput yang sudah menjulang setinggi 1 meter lebih."Kalau dibiarkan seperti ini, maka biaya perawatan akan lebih tinggi lagi. Itu masih belum termasuk biaya perawatan
konstruksi utama sepertti landasan pacu dan bangunan kantor lapangan terbang," timpal Adi salah satu kru atlit pesawat
Glider. (p juliatmoko)

Senin, 24 Desember 2007


Potret Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Jember
Ketika Palu Hakim Belum Mampu Memuaskan Masyarakat

Ibarat seorang pasukan tempur yang berada ditengah medan perang, namun tidak memuntahkan sebutir peluru pun
dalam peperangan itu. Apalagi mengincar, mengunci dan melumpuhkan sasaran. Itulah yang kini terjadi dalam proses penegakan
hukum, utamanya penuntasan tindak pidana "laten" korupsi. Pembaca pasti masih ingat dengan vonis yang dijatuhkan terhadap
mantan Bupati Jember yang dikenal dengan panggilan khas "Abah Samsul". Pria kelahiran Bojonegoro itu dihukum 6 tahun penjara.
Vonis yang ditulis tangan oleh majelis hakim itu bebannya hanya separuh dari tuntutan jaksa penuntut umum yang waktu itu
menjatuhkan tuntutan selama 12 tahun penjara. Samsul kemudian peraya diri dengan melakukan upaya hukum berupa banding atas
vonis kepada pengadilan Tinggi Jawa Timur saat itu juga. Jaksa yang sempat pikir-pikir selama hampir sepekan, akhirnya juga
mengekor yakni turut melakukan upaya banding atas vonis Samsul.Bak dalam peperangan, sebenarnya musuh yang bernama tindak pidana korupsi itu sebenarnya sudah ada didepan mata. Bahkan sudah
terkuak dalam fakta persidangan yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Lantas, vonis 6 tahun penjara atas dugaan tindak
pidana korupsi sebanyak Rp 18 miliar dan harus mengembalikan uang kepada negara sebanyak Rp 9,8 miliar itu mampu memuaskan
hati masyarakat Jember ?
"Saya sejak awal sudah tahu akan vonis itu," timpal Samsul usai penjatuhan vonis pada dirinya saat diwawancarai wartawan.Ada sebuah tanda tanya besar dalam inti kalimat yang disampaikan Samsul yang saat itu eksperesi birokratnya kembali muncul.
Akhirnya mencuat berbagai macam persepsi atas kalimat itu. Apakah benar Samsul sudah tahu sejak awal bahkan sebelum
persidangan digelar jika dirnya akan divonis majelis hakim selama 6 tahun ? Dugaan yang kedua, semampu itukah Abah Samsul
bisa mereka-reka kalau dirinya akan divonis 6 tahun ? Dan, apakah Samsul turut "berperan" dalam upaya penjatuhan vonis 6
tahun penjara ?



Pasal Primer Itu Belum Bisa Menjerat Samsul
Putusan majelis hakim atas vonis mantan bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo selama 6 tahun penjara, sesungguhnya belum membuat
masyarakat Jember puas. Ketua Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi (KKPK), Suharyono menganggap, vonis majelis hakim yang
hanya separuh dari tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya yakni 12 tahun penjara, dinilai kurang memenuhi unsur keadilan."Pembuktian materiil dipersidangan sebenarnya sudah cukup untuk menjatuhkan vonis setimpal terhadap Samsul. Kalau hanya vonis
6 tahun penjara, bisa-bisa korupsi tetap akan merajalela," tandas Suharyono.KKPK merupakan salah satu lembaga masyarakat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah daerah, khsusunya dalam pelaporan kasus
dugaan korupsi dalam birokrasi. Bahkan KKPK Jember menguak pertama kali terkait penyimpangan keuangan semasa Samsul menjadi
bupati Pemkab Jember."Yang jelas, kalau memang serius, jaksa harus tetap menyertakan pasal primer dalam dakwaan Samsul. Bukan hanya pasal ringan
subsidair, nanti kalau Samsul lepas dari jeratan hukum, maka kasus korupsi akan lebih meluas lagi, bahkan lebih banyak uang
negara yang dikuras pejabat," tandasnya.Suharyono menambahkan, ada beberapa hal yang bisa membuka peluang agar saat terdakwa melakukan banding di lembaga peradilan
yang lebih tinggi, maka ruang bermainnya menjadi terbuka. "Hasilnya, bisa saja terdakwa kemudian dibebaskan karena dianggap putusan yang dijatuhkan tidak berdasarkan hukum dan alasan
yang jelas," imbuhnya. Indikasinya, kata dia bisa dicermati dari dasar pertimbangan Majelis Hakim di beberapa item amar putusan. "Sebenarnya banyak sekali bukti meterial dan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan ternyata dijadikan dasar sesuai
dengan porsinya. Apalagi, kasus korupsi Jember yang diputuskan sepekan lalu itu hanya dijerat dengan pasal Subsidair yaitu
pasal 2 UU Tipikor junto pasal 54 KUHP. Sementara sesuai tuntutan jaksa, terdakwa dibebaskan dari pasal pasal Primair yaitu
pasal 2 UU Tipikor. Artinya, derajatnya sudah berbeda untuk mengukur kesalahan seseorang," terangnya.Sejak awal digelarnya perkara yang melilit mantan penguasa Jember tahun 2000 – 2005 itu, Suharyono mengaku telah terlalu
sering bersuara tentang kekuatan dibelakang nilai normatif hukum yang djadikan sandaran. "Dalam prakteknya, memang sangat banyak kekuatan seperti itu yang ternyata berpengaruh pada proses peradilan," timpalnya.Karenanya, upaya banding yang dilakukan oleh pihak terdakwa harus diimbangi dengan upaya banding oleh jaksa yang menuntutnya.
Langkah ini dinilai strategis, karena dengan upaya banding itu, maka Jaksa akan memiliki kesempatan yang sama dengan pihak
terdakwa untuk mengawal dan mempertahankan tuntutan seperti pada level Pengadilan Negeri Jember.Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Indonesia Beureucracy Watch (IBW) Jember, Sudarsono. Ia menilai, keputusan hakim untuk
menjatuhkan vonis 6 tahun pada mantan penguasa Jember itu seakan menjadi tamparan keras bagi pembongkar kasus-kasus korupsi
di Jember."Kalangan kritis Jember sungguh prihatin dengan vonis itu. Jangan-jangan ada upaya permainan dalam persidangan. Belum lagi
ada beberapa kali penundaan persidangan yang cukup penting, diantaranya soal pembacaan tuntutan oleh jaksa waktu itu," ujar
Sudarsono.Bahkan desas-desus adanya permainan itu sudah tercium saat ada oknum jaksa dan hakim yang "bermain mata" dengan terdakwa
Samsul melalui pengacaranya."Kalau itu memang betul, kami sebagai bagian dari rakyat Jember akan mengawal terus sampai persidangan Samsul dinyatakan
memiliki ketetapan hukum. Tapi satu yang emnjadi catatan, dugaan korupsi yang dilakukan tidak ditutupi oleh sandiwara
persidangan dan jaksa maupun hakim bisa membuktikan hal itu dalam persidangan," tandasnya.Beruntung dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi Surabaya atas kasus itu, Samsul justru diberi bonus 3 tahun penjara dan
kini menjadi 9 tahun penjara. Belum diketahui apakah Samsul yang serakah harta itu akan mengajukan kasasi atau tidak. Selain
itu, pengacara yang mendampingi dia juga masih belum jelas.

Pengadilan Tinggi Jangan Gegabah
Pernyataan berbobot analisis juga disampaikan praktisi hukum asal Univeritas Muhamadiyah Jember (UMJ) Bachtiar. Menurutnya,
posisi Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Tinggi memang memiliki kemandirian. Pengadilan Tinggi memiliki kewenangan untuk
menganulir putusan yang dijatuhkan oleh hakim di PN. Pertimbangan yang dilakukan secara independen bisa dilakukan oleh
masing-masing lembaga peradilan itu. "Produk hukum dari kedua lembaga ini walaupun rujukannya sama, namun hasilnya bisa saja berbeda. Saya optimis bahwa
Pengadilan Tinggi tidak akan bersikap gegabah dalam menentukan putusan dari upaya banding yang dilakukan kubu Samsul.
Beberapa hal mendasarinya adalah, kasus dan upaya pemberantasan korupsi merupakan atensi dan komitment dari pemerintah pusat.
Kedua, fakta-fakta hukum yang dijadikan sandaran, baik dari materi dakwaan maupun dan fakta yang muncul dipersidangan sudah
sangat cukup untuk dijadikan referensi dalam mengambil keputusan," jelas Bachtiar.Kelaziman putusan dari upaya banding yang dilakukan terdakwa selama ini kata dia tidak terlalu jauh berbeda dari putusan
pengadilan negeri."Biasanya hanya selisih turun sedikit atau malah naik tipis. Sehingga sering sekali tidak sighnifikan jika dilakukan. Tetapi
memang ada pada beberapa kasus yang diupayakan banding ternyata terdakwanya memang bisa bebas. Kejadian itu biasanya lebih
banyak diakibatkan oleh munculnya pengaruh dibawah nilai-nilai hukum itu sendiri. Kekuatan dan pengaruh secara material yang
dimiliki terdakwa biasanya memang sering menjadi faktor penentu," ujarnya. Ia juga memaparkan, kecenderungan lain adalah sulitnya pengungkapan fakta hukum untuk mencari bukti penyimpangan yang
dilakukan terdakwa. Kasus korupsi sangat berbeda daengan kasus hukum lain. Pada kasus Korupsi upaya pengungkapan banyak
sekali rintangan. Contoh kecil, saksi yang dihadirkan sering sekali juga melakukan pengingkaran terhadap fakta yang
diketahuinya. "Karena itu bisa saja menjadikan dirinya sebagai tersangka baru. Maka sering sekali saksi tidak berani megungkap kebenaran
yang diketahuinya," lanjutnya. Bachtiar masih tetap optimis bahwa pengadilan Tinggi tetap akan mengambil tindakan terbaik yang sesuai dengan norma hukum
yang berlaku. Kata Bahtiar, saat ini lembaga peradilan sedang dalam sorotan luar biasa oleh publik. Kecil kemungkinannya Pengadilan Tinggi dapat disentuh dengan hal-hal diluar persoalan hukum itu sendiri.Tetapi jaksa yang saat ini sudah memutuskan banding itu tidak boleh lengah dalam mengawal dakwaan dan tuntutannya di level
banding. Karena sudah menjadi kelaziman, pihak samsul akan menyerang putusan dan mementahkan putusan yang telah dijatuhkan
kepadanya dengan logika dan fakta hukum. Maka jawaban yang harus disodorkan jaksa haus merupakan hal yang sama. "Apa yang dituangkan jaksa dalam tuntutan kepada pak Samsul itu tentu kan didasarkan pada hukum, maka pengawalan yang harus
dilakukannya juga harus memperkuat alasan-alasan hukumnya," pungkasnya.

Kilas Balik Vonis Samsul
Mantan Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo divonis 6 tahun penjara karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana korupsi. Samsul Hadi Siswoyo juga dikenai denda Rp 100 juta, serta harus membayar uang pengganti sebesar Rp
9.866.570.427. Putusan itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Arief Supratman di Pengadilan Negeri Jember, Kamis (20/9) lalu. Putusan
majelis hakim itu separuh dari tuntutan jaksa yang minta Samsul Hadi dihukum 12 tahun penjara. Atas putusan itu, pengacara
Samsul, Wiyono Subagyo menyatakan langsung banding. Disusul kemudian Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri
Jember A Basyar Rifai yang lima hari pasca vonis akhirnya juga menyatakan banding.Dalam persidangan, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer, tetapi terbukti
melakukan tindak pidana sesuai dakwaan subsider seperti tertuang pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan UU No 20/2001 jo Pasal 55 Ayat satu ke satu KUHP, jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Terdakwa Samsul Hadi Siswoyo diadili dalam kasus korupsi APBD Jember 2004-2005. Jaksa penuntut umum membeber, ada sejumlah
uang negara yang disebutkan sebagai pinjaman, tetapi kemudian dialihkan ke rekening pribadi atas nama Samsul Hadi Siswoyo. Selain itu, terdakwa Samsul juga telah memerintahkan beberapa bawahannya di bagian keuangan, termasuk Sekretaris Kabupaten
Djoewito dan Pelaksana Tugas Kabag Keuangan Mulyadi untuk menyediakan dana kas daerah. Setelah mendapat persetujuan pencairan
uang, para pejabat yang ditunjuk Samsul menyerahkan uang itu tanpa surat perintah membayar. Dari jumlah kerugian yang tercantum dalam dakwaan terdapat dana sekitar Rp 18,5 miliar yang hilang dari kas Pemerintah
Kabupaten Jember. Jumlah itu dihitung atas akumulasi selisih kas daerah sampai tahun 2004 sebesar Rp 7,95 miliar dan selisih
kas daerah tahun 2005 sebesar Rp 10,05 miliar. Jumlah penyimpangan itu juga tercantum dalam hasil audit investigatif Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Terdakwa Samsul awalnya mulai diperiksa di Kejaksaan Tinggi Jatim sebagai tersangka pada 15 Mei 2006. Selanjutnya ditahan di
Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng pada 15 Maret 2007 dan beberapa pekan kemudian ditahan di Lapas Kelas II-A Jember.
Sedangkan persidangan dengan didatangakn sekitar 40 saksi itu mulai digelar di PN Jember sejak tanggal 22 Mei 2007 lalu.
Pengacara Samsul : Putusan Hakim Lemah dan Bermuatan Politis
Pengacara terpidana korupsi kas daerah Jember Samsul Hadi Siswoyo, Wiyono Subagio ternyata melihat putusan hakim memiliki
banyak kelemahan. Salah satunya adalah penetapan kerugian negara versi hakim. Wiyono Subagyo mengaku optimis kliennya menang dalam upaya banding nanti. Wiyono menilai putusan majelis hakim itu terlalu
bermuatan politis."Banyak celah untuk membatalkan putusan tersebut, antara lain angka (kerugian negara Rp 9,8 miliar) yang disebut pengadilan
itu dari mana? Pengadilan mengambil angka sendiri itu kan nggak bener," kata Wiyono."Saya langsung upaya banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya, hari ini juga. Adanya korupsi Kasda dan adanya kerugian negara
karena DOC itu tidak ada dan tidak benar. Saya juga meragukan adanya audit yang pernah dilakukan BPK," timpal terdakwa Samsul
dengan nada tinggi.Sejak awal, Wiyono menilai, dakwaan jaksa penuntut umum kabur. Sebab banyak sekali perbedaan antara dakwaan JPU dengan audit
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara audit BPK sendiri sejak mula sudah dinilai tidak valid oleh kubu Samsul. "Bukti-bukti fotokopi dokumen yang disodorkannya dianggap tidak sah. Padahal bukti-bukti itu diakui Bank Jatim. Sementara
bukti dari jaksa penuntut umum walau fotokopi bisa diterima dan dianggap sah," tandas Wiyono.

Arif Supratman : Kalau Tak Puas, Silahkan Saja Banding
Ketua majelis hakim dalam persidangan terdakwa SamSul Hadi Siswoyo, Arif Supratman juga angkat bicara soal adanya
ketidakpuasan atas vonis yang dijatuhkan pada terdakwa Samsul.Putusan hakim, bagi Arif Supratman sebenarnya sudah didasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan. "Kami tidak mengada-ada dan bertindak obyektif sesuai aturan. Semua sudah dipertimbangkan. Uang yang disalahgunakan Samsul
Hadi Siswoyo digunakan untuk pihak ketiga yang tidak dianggarkan dalam pos anggaran daerah," kata Arif Supratman.Soal adanya angka kerugian negara Rp 9,8 miliar yang dibeber majelis hakim, Supratman menyatakan, itu didasarkan pada
fakta-fakta di muka persidangan. Arif Supratman juga mengatakan, putusan yang dibuat itu merupakan hukuman dari teori gabungan dan bukan berupa balas dendam
atau memiliki tujuan tertentu. Dia juga mempertimbangkan faktor psikologis, latar belakang, masalah sosial untuk menjatuhkn
vonis pada terdakwa."Bahwa dana-dana yang diselewengkan oleh terdakwa tidak semua atas inisiatif Samsul. Tapi ada oknum lain. Putusan hakim ang
jelas berdasarkan fakta persidangan dan bukan kehendak pribadi hakim," terangnya. Ia juga mengatakan, soal adanya audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap terdakwa yang kerugian negara ada 3 versi yakni Rp
133 miliar, Rp 128 miliar dan Rp 33 miliar, ternyata dalam persidangan tidak disertai data yang kongkrit.Sedangkan terdakwa Samsul hadi Siswoyo langsung menegaskan kalau dirinya tidak puas dengan putusan hakim yan me-vonis dirinya
6 tahun penjara. Ia juga menampik tudingan adanya penggelapan uang Kasda Jember.Beberapa hal yang dimentahkan terdakwa Samsul diantaranya, pencairan yang prosedural ditandai dengan adanya tanda tangan
surat perintah mencairkan (SPM), sedangkan pengeluaran yang tidak prosedural ditandai dengan inisial KEU.Ia juga menampik tudingan telah mencairkan cash collateral credit senilai Rp 7,6 miliar dari Bank Jatim Jember dan digunakan
untuk menutup pinjaman uang tanpa Surat perintah Mencairkan Uang di sejumlah dinas. Samsul juga mengelak dan ia berkilah soal
adanya kredit itu diangsur pengembaliannya secara bertahap yakni Rp 637 juta dan Rp 7,529 miliar.Sebelumnya dalam buku B-IX yang dicantumkan saat memori serah terima jabatan penjabat Bupati, sisa kas daerah senilai Rp
71,972 miliar. Namun di rekening koran, uang yang ada ternyata justru berkurang menjadi Rp 53,829 miliar. Kasus ini kemudian
berangsur diproses ke pengadilan atas laporan masyarakat dan hasil audit investigatif BPK."Kami tidak menggunakan retorika atau karangan. Tidak ngawur. Kalau retorika, bisa batal hari ini. Kemampuan hukum majelis
juga tak perlu diragukan. Hakim anggota saya S-2. Saya insya Allah akan S-3," kata Supratman, tertawa. Mengenai tudingan pengacara Samsul soal tuntutan dan dakwaan jaksa penuntut umum yang kabur, Supratman mengatakan, mekanisme
eksepsi sudah dilalui. Putusan sela pun sudah dijatuhkan. "Masa sudah diputus mau ditarik kembali. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, pledoi terdakwa pun juga dijadikan bahan
pertimbangan," jelasnya. Supratman mempersilakan kubu Samsul untuk mengajukan banding jika tak puas. Ia sendiri merasa lega sudah bisa menyelesaikan
persidangan tepat waktu. Sedangkan jaksan penuntut umum yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jember, M Basyar Rifai mengatakan, pernyataan
banding oleh jaksa dilatar belakangi semata-mata untuk mencari keadilan."Kita sudah menyampaikan banding, dan kini memory banding masih kita susun," kata M Basyar Rifai.Ia juga mengatakan, putusan untu banding atas vonis terdakwa Samsul itu salah satunya juga untuk memberikan ruang keterbukaan
dan agar bisa memuaskan masyarakat Jember. "Kabupaten Jember merupakan kota yang kasus korupsinya paling banyak se-Jawa Timur. Makanya kami kerja ekstra hingga
mendatangkan jaksa penuntutan daari Kejati Jatim. Yang jelas kami serius menangani semua kasus korupsi. Tidak ada tebang
pilih," pungkasnya.Keseriusan itu salah satunya bisa dibuktikan pada saat jadwal persidangan yang ampai 3 atai 5 kali sidang korupsi dalam
sepekan. Namun demikian, banyak "pekerjaan rumah" lainnya dalam penyelesaian kasus tindak pidana korupsi yang harus segera
diselesaikan oleh para penegak hukum. Ibarat memerangi tindak pidana korupsi ingat sebuah pepatah : "Sekali bendera
dikibarkan, Pantang untuk diturunkan !". Semoga saja tiap jiwa penegak hukum sama dengan pepatah yang menggelegar itu. (p juliatmoko)


*Kasus Tindak Pidana Korupsi di PN Jember :
Kasus Terdakwa Kerugian Negara Hukuman
1. Raibnya Dana Kasda Mantan Bupati Jember Rp 18 miliar Terdakwa Samsul divonis 6 (tahun 2000-2005) Samsul Hadi Siswoyo, tahun penjara dan denda Mantan Sekkab Djoewito, Mantan Rp 9,8 miliar Kabag Keuangan Mulyadi Dikenai penjara 9 tahun oleh
PT Jawa Timur
2. Pengadaan Beras Fiktif dan Mantan Kabulog Jember Mucharor, Rp 60 miliar proses Mesin Giling gabah Bulog Prasetyo Waluyo, Ali Mansur,Sub Divre IX Jember M Solichin (tahun 2005)
3. Dana Bantuan Hukum Mantan Sekkab Djoewito Rp 439 juta proses (tahun 2005)
4. Pemotongan Dana Kecamatan Mantan Kadinsos Achmad Sahuri Rp 3,8 miliar masih penyempurnaan dakwaan (2003-2005)
5. Dugaan penyimpangan Mustofa Kamal dan Icuk G Rp 700 juta Bebas distribusi pupup urea
6. Penggelembungan dana Kasubdin Operasi dan Pemeliharaan Rp 609 juta Bebas dan penyidikan
pengadaan alat berat DPU Pengairan Pemkab Jember Budiono dilanjutkan eskavator dan trailer
7. Penyimpangan pos utang Kepala Bagian Farmasi Rp 1,2 miliar proses penyidikan kejaksaan RSUD dr Subandi RSUD Subandi, Lusi Hendriani
sumber : Kejari Jember
*Sejak Tiga Tahun Lalu Aku Berjibaku Menumpas Korupsi
dan Alhasil Kini Kau Meringkuk di Penjara
Demo Laporan Bupati Jember Rusuh

Jember -- Demonstrasi ribuan warga pada Sidang Paripurna DPRD Jember yang membahas laporan pertanggungjawaban bupati setempat, Rabu, 28 April 2004, berakhir rusuh. Beberapa menit setelah sidang berakhir, massa mahasiswa yang menolak laporan Bupati, bentrok dengan polisi. Akibatnya, delapan mahasiswa terluka dan harus dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soebandi, Jember. Mahasiswa yang terluka adalah Purcahyono Juliatmoko, Sapto Rahardjo, Siswadi, Oktun Dewi, Dedi Feisal, Romli, Silvana, dan Siradj. Seorang mahasiswa, Imansyah, ditangkap polisi dan diangkut ke Markas Polres setempat. Sejak pukul 07.00 WIB, ribuan orang pendukung Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo telah datang ke kantor DPRD. Mereka datang dengan sekitar 50 truk dan 30 mobil sambil mengusung peralatan sound system ukuran besar, ratusan pamflet, spanduk, dan selebaran berisi dukungan terhadap Samsul. Mereka terdiri atas suporter Persatuan Sepak Bola Djember (Persid), anggota Forum Komunikasi Masyarakat Madura Jember, Gerakan Masyarakat Pinggiran Kota, dan kelompok masyarakat lainnya. Para pendukung Bupati itu memadati jalan-jalan di sekitar kantor DPRD hingga menutup pintu gerbang gedung itu. Ruas Jalan Kalimantan, Jalan Jawa, Jalan Sumatera, dan Jalan Bengawan Solo di sekitar gedung DPRD Jember macet total. Sejumlah toko dan warung di sekitar jalan-jalan utama Jember itu pun tutup. Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Setyo Prihadi mengatakan, polisi mengerahkan 11 satuan setingkat peleton yang disebar di lima titik. Empat titik di ujung-ujung jalan menuju kantor DPRD dan satu titik utama di kantor DPRD. Sekitar pukul 10.15 WIB ratusan mahasiswa dan warga yang menolak laporan Bupati tiba di bundaran Jalan Kalimantan, dekat kantor DPRD. Massa gabungan dari Aliansi Ganyang Koruptor, Koalisi Mahasiswa Peduli Jember, serta Koalisi Mahasiswa dan Pemuda Antikorupsi langsung menerobos ribuan pendukung Bupati Samsul. Meski mahasiswa sempat dihadang pendukung Samsul, akhirnya mereka bisa menggelar orasi di tengah kepungan massa Bupati. "Adili Samsul. Tolak laporannya, karena telah melakukan praktek KKN. DPRD Jember jangan jadi pengecut," teriak seorang mahasiswa. Ketegangan antara kelompok pendukung dan penentang Bupati tidak bisa dihindari. Percekcokan mulut pun berkembang menjadi pemukulan. Sekitar 10 menit kedua pihak terlibat baku hantam, hingga polisi memisahkan kedua kelompok yang berseteru. Setelah dipisahkan dengan jarak sekitar 10 meter, kedua kelompok sama-sama berorasi sesuai dengan aspirasi masing-masing. Sidang Paripurna DPRD berakhir sekitar pukul 13.00 WIB dengan keputusan menerima laporan pertanggungjawaban Bupati Samsul. Dalam sidang selama lima jam itu, empat dari lima fraksi DPRD Jember menerima laporan Bupati, sedangkan Fraksi Karya Suni menolak. Beberapa menit setelah sidang usai, polisi memukuli mahasiswa yang membakar ban bekas di jalan. Saat diminta bubar, para mahasiswa berteriak-teriak mengutuk penerimaan laporan Bupati Jember. Akhirnya polisi membubarkan paksa hingga menimbulkan bentrokan. Kepala Polres Jember mengatakan, pembubaran massa mahasiswa karena mereka tidak mengantongi izin unjuk rasa dan membakar ban di jalan umum yang mengganggu pengguna jalan. Namun, mahasiswa memprotes tindakan polisi itu. "Kami sudah mengantongi izin. Polisi bertindak diskriminatif. Pada saat kami mengurus izin kemarin, kami tidak diperbolehkan membawa sound system, tetapi massa pendukung Bupati Samsul malah membawa banyak dengan ukuran besar," kata Istomo, koordinator lapangan aksi mahasiswa. Aksi menanggapi laporan pertanggungjawaban bupati juga terjadi di Indramayu. Ribuan guru sekolah negeri dan swasta yang tergabung dalam Gerakan Penyelamat Pendidikan (GPP) unjuk rasa di depan gedung DPRD Kabupaten Indramayu. Mereka mendesak DPRD menerima laporan Bupati Indramayu Irianto, yang mereka nilai berjasa memajukan pendidikan di daerahnya. "Kami mendesak anggota Dewan yang terhormat untuk menerima laporan pertanggungjawaban Bupati Irianto," kata Ketua GPP Dadang Hediana. Ia menyatakan, para guru akan kembali mendatangi kantor DPRD, Jumat (30/4), saat digelar sidang paripurna untuk membahas laporan Bupati. mahbub junaidy/ivansyah (TEMPOINTERAKTIF.COM)

Minggu, 23 Desember 2007


Misa Natal di Sumberpakem Gunakan Injil Berbahasa Madura



Nomor 165 Ayem Tentrem :

Sadaja pekker klaban krenana
Kagem Gusti se sabhar tor tresna
Se nyapura sadaja dusa
Marengana o dhi se samporna
E pojia Gusti Alla Rama...



Itulah beberapa bait pujian dalam Kitab Injil berbahasa Madura. Agaknya sudah menjadi tradisi dan warisan dari perintis Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Pasamuan Sumberpakem Kecamatan Sukowono Jember Jawa Timur untuk melaksanakan Misa Natal pada Selasa (25/12) besok dengan menggunakan Kitab Injil berbahasa Madura.Pendeta GKJW Sumberpakem Sapto Wardoyo mengatakan, penggunaan puji-pujian dengan menggunakan bahasa Madura di gereja tersebut sudah dilakukan semenjak tahun 1882 silam.Saat itu didaerah Jember mayoritas daerah perkebunan yang dikelola oleh bangsa Belanda. Agar bisa lebih mudah mengajak warga Madura masuk beragama Kristen, maka digunakanlah metode penyesuaian dalam menyebarkan agama Kriseten. Salah satunya menggunakan bahasa Madura."Kitab Injil berbahasa Madura ini dicetak di Belanda pada tahun 1882 dan merupakan satu-satunya di Indonesia. Bahkan kitab serupa di daerah Madura sepertinya tidak memiliki," kata Pendeta Sapto Wardoyo saat ditemui usai Kebaktian, Minggu (23/12). Beberapa baris pujian dari judul ayat nomor 165 Ayem Tentrem itu diantaranya ; Sadaja pekker klaban krenana, Kagem Gusti se sabhar tor tresna, Se nyapura sadaja dusa, Marengana o dhi se samporna, E pojia Gusti Alla Rama...
Selain berbahasa Madura, dalam Kitab Injil itu juga termuat sejumlah gamar-gamar yang menceritakan kehidupan umat Kristen masa lalu.Pendeta Sapto juga mengatakan, saat itu perintis Injil berbahasa Madura bebarengan dengan dibangunna gereja tersebut warga
kebangsaan Belanda yakni Pendeta DR Esyer.Tradisi menggunakan bahasa Madura itu juga diikuti oleh dua gereja terdekat tersebut yakni di daerah Slateng dan Sumberjambe."Dulu di Gereja Madura Kabupaten Bondowoso pernah menggunakan bahasa Madura, tapi sekarang tidak lagi," ujarnya.Dengan penggunaan bahasa Madura dalam setiap kebaktian dan dilakukan secara bergilir pada hari-hari tertentu itu hingga kini jemaat gereja tersebut tetap banyak yakni ada sekitar 200 jemaat lebih. (p juliatmoko)

Sabtu, 22 Desember 2007



Asyiknya Menjajal Pesawat Glider

di Lapter Notohadinegoro Jember


JEMBER- Ditengah mangkraknya Lapangan Terbang Notohadinegoro Jember, ternyata masih bisa didarati pesawat. Namun pesawat itu bukan jenis
pesawat komersial yang mengangkut penumpang. Melainkan pesawat jenis Glider 6-113 yang biasa digunakan untuk olahraga dirgantara. Tak ayal
kahadiran sekitar 1 pesawat Glider bermesin sebagai penarik dan 2 pesawat Glider tanpa mesin itu menarik perhatian warga sekitar Dusun
Wirowongso Kecamatan Ajung untuk berduyun-duyun sekedar menyaksikan burung bermesin itu.Pesawat-pesawat itu diketahui didatangkan dari Tim Terbang Layang Jatim untuk menghadapi PON XVII tahun 2008 di Kalimantan Timur pada Januari
mendatang. "Mumpung lapangan terbang masih belum digunakan, ya kita pakai latihan," kata Manajer Tim Terbang Layang Jawa Timur Wahyanto,
(21/12)Dalam latihan terbang layang itu setidaknya lebih dari dua kali pesawat Glider mengitari Lapter Notohadinegoro. Tampak dalam latihan itu
sebelum terbang ada pesawat Glider bermesin menarik pesawat Glider tak bermesin dengan panjang landasan pacu sekitar 500 meter. Wahyanto juga
mengatakan, secara kondisional lapter itu saudah memadai untuk dijadikan latihan terbang layang. Selain cuaca dan lokasi yang sangat
mendukung, juga kekuatan angin serta landasan pacu yang baik untuk penerbanga pesawat Glider."Hanya saja kalau lapter ini ditambahi shelter untuk berteduh dan jaminan keamanan dari penonton dijaga, maka akan lebih baik lagi untuk olah
raga kedirgantaraan," katanya.Ia menjelaskan, untuk kondisi standar Glider bisa terbang maka kecepatan angin maksimal sekitar 20 knot. Sedangkan di lapter kemarin keepatan
angin baru sekitar 5 sampai 10 knot. Selain itu untuk ketinggian masih tidak menjadi halangan. Sebab terbukti Glider itu bisa terbang dan
bermanuver diatas ketinggian 5.000 feet atau sekitar 1.500 meter diatas permukaan laut.Seperti diketahui, Lapter Notohadinegoro ini setidaknya sudah menyerap APBD Jember, APBD Provinsi Jatim dan APBN sekitar 30 miliar. Namun
lapter yang diremsikan sekitar 3 tahun silam ini belumk juga beroperasi karena tidak ada anggaran dari APBD Jember 2007. Sedangkan salah satu atlit terbang layang Jawa Timur Syaiful Yamanto mengatakan, kemarin itu merupakan latihan awal dari recana sekitar 1
bulan untuk latihan penuh di Lapter Nohadinegoro Jember."Cuacanya memang sangat bagus, apalagi lalulintas pesawat di Jember sangat jarang sekali. Tidak seperti di kota Malang atau Surabaya," ujar
Syaiful Yamanto. Ia bersama kru terbang layang memilih Lapter Notohadinegoro karena dianggap kondisi geografis dan fisik landasan yang lebih menunjang. Sebab
dibanding lapangan terbang lain seperti di Lapangan Udara Abdurahman Saleh Malang atau di Banyuwangi yang kini masih proses pengerjaan,
lapter di Jember lebih memungkinkan untuk latihan terbang layang. (p juliatmoko)

Polisi Malaysia Kurang Ajar..., TKW Jember Mengaku Disuntik Rabies


JEMBER - Nasib tragis kembali dialami pahlawan devisa Indonesia. Seorang ibu mantan tenaga kerja wanita asal Desa Krajan Kecamatan
Bangsalsari Sutami Sabiin (34) justru mendapat siksaan. Ia mengaku saat ditangkap dan dipenjara oleh oleh kepolisian Malaysia malah mendapat
siksaan berupa suntik rabies. Selain itu ia juga mengungkapkan disiksa dengan tamparan tangan polisi hingga giginya tanggal empat buah.Kejadian itu berawal saat Sutami berangkat bekerja ke Malaysia melalui penyalur tenaga kerja Indonesia (PJTKI) PT Dharmaketa Rahardja Jember.
Ia kemudian dilewatkan lagi ke PJTKI melalui PT Andhika Dharmajaya Malang. Di penampungan Malang itu Sutami bertahan hingga sekitar 3 bulan.
Saat disuruh memberikan makan seekor anjing milik majikan, ia justru mendapat gigitan anjing di bagian punggung dan tangannya. Dari
penampungan itulah Sutami kemudian dikirim untuk bekerja di Malaysia. Namun sesampai disana ia justru diketahui oleh majikannya kalau ia
dituduh terkena penyakit rabies yang biasa dialami seekor anjing. Majikannya kemudian mengusir Sutami. Namun dalam pelarian itu Sutami yang
melalui prosedur legal PJTKI ditangkap polisi Malaysia. Ia ditahan sekitar 20 hari."Saya padahal tidak salah apa-apa seperrti mencuri atau tidak melaksanakan perintah majikan. Malah saya tidak membawa dokumen karena ditahan
oleh majikan saya di Malaysia," tutur Sutami Sabiin, kemarin.Saat ditemui wartawan, bagian badan dan tangan Sutami nampak gemetar dan sedikit mengigau saat menceritakan kisahnya di perantauan Malaysia.
Sebelumnya Sutami juga pernah bekerja menjadi TKW di Malaysiua selama 2 tahun 6 bulan. Setrelah itu ia pindah kontrak ke Singapura dan disana
ia bekerja selama 3 tahun 4 bulan. Di Singapura ia juga pernah mengalami nasib sengsara seperti diusir majikan karena dituduh mencuri uang
senilai 200 dolar dan dianggap selingkuhn dengan majikannya.Sutami kemudian mendapatkan pendampingan dari Serikat Buruh Migran (SBMI) Jakarta saat proses pemulangan ke Indonesia. Ia juga sempat dirawat
beberapa hari di RSUD Koja Jakarta Utara. Dalam masa perawatan itu Sutami mendapatkan pengobatan berupa penenang saraf. Kini Sutami Sabiin
tengah mendapatkan perawatan di RSUD Balung Jember dan diagnosa awal menyebutkan ia mengalami depresi berat Ketua SBMI Jawa Timur M Kholili menyesalkan tidak adanya tanggung jawab dari PJTKI pengirim Sutami ke Malaysia dan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Pemkab Jember."Kami mendesak agar PJTKI yang menyalurkan Sutami untuk bertanggung jawab dalam upaya pemulihan kesehatan dan asuransi jiwa," kata M Kholili.Ia juga meminta agar Disnakertrans Pemkab Jember memberikan sanksi berat pada PJTKI yang menyalurkan Sutami namun tidak memberikan jaminan
kesehatan dan keselamatan jiwa saat berada di Malaysia. (p juliatmoko)

Rabu, 19 Desember 2007


Duh..... Sakit...

Cuma Usir Nyamuk Diatas Kepala, Kok Indah Ditampar Seruling Bu Guru Sih...


Keberadaan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Jember yang berstatus Sekolah Berstandar Internasional (SBI) tercoreng.
Pasalnya hanya gara-gara mengusir nyamuk yang berterbangan diatas kepala, seorang siswa kelas 3 D bernama Indah Rahmawati ditampar gurunya.
Penamparan dan penganiayaan itu dilakukan guru keseniannya bernama Anik dengan sebuah seruling hingga beberapa kali pada dua hari lalu. Tak
ayal dahi Indah mengalami memar dan bagian pundak siswa itu juga mengalami linu. Selain itu kepala Indah juga mengalami pusing dan hingga
kini belum berani masuk sekolah karena tertekan secara fisik dan psikologis.Saat ditemui dirumahnya di Jalan Nusa Indah Gang 1 Nomor 27 Jember, Indah mengaku kalau waktu itu bagai tidak ada hujan dan tidak ada angin,
bu guru yang mengajar jam pelajaran kesenian langsung menampar beberapa kali ke bagian kepala dan tubuhnya beberapa kali."Saat itu teman saya bilang ada nyamuk diatas kepala saya. Langsung saja saya usir. Tak tahunya bu guru Anik malah menampar saya pada bagian
kepala," tutur Indah, Rabu (19/12) yang saat itu merasa trauma dengan kejadian itu. Selain ditampar dengan seruling yang pecah hingga menjadi tiga bagian, Indah juga sempar ditampar dengan telapak tangan gurunya. "Saya merasa takut. Padahal saya tidak salah apa-apa," ujarnya yang saat itu tengah berbaring dikamar tidurnya.Sedangkan ibu Indah, Trisnawati yang mengetahui anaknya mengalami pemukulan oleh gurunya, langsung membawanya berobat ke Rumah Sakit Jember
Klinik. Sebagai seorang guru pula, Trisnawati merasa prihatin karena pemukulan yang dilakukan terhadap putri keduanya itu dianggap seperti
memperlakukan binatang. Bukan seperti memperlakukan anak didik di sekolah seperti pada siswa umumnya."Kami heran, kenapa guru kok berbuat setega itu," kata Trisnawati sambil mengusap air matanya yang menetes.Selanjutnya, orang tua Indah Rahmawati melaporkan kejadian penganiayaan itu ke Komisi Perlindunagn Anak dan Perempuan (KPAI) Jember. Ia juga
berencana akan melaporkan kejadian itu kepada polisi sambil menunjukkan visum et repertum dari hasil pemeriksaan dokter rumah sakit."Pokoknya, kita minta guru itu harus minta maaf. Kepala sekolah juga mestinya memberikan sanksi pada guru itu," desaknya.Sementara salah seorang anggota Komisi D DPRD Jember Agus Hadi Santoso mengecam keras adanya kasus pemukulan yang dilakukan guru kepada
siswanya tersebut. Ia juga meminta agar pihak Dinas Pendidikan Jember segera turun tangan untuk menyelesaikan kasus itu. "Padahal SMP 3 itu berstandar internasional. Kenapa sampai terjadi kasus pemukulan yang memalukan dunia pendidikan di Jember ?. Pokoknya
Dinas Pendidikan harus mengambil sikap atas kasus ini," tandas Agus Hadi Santoso yang juga politisi asal PDIP ini.Sedangkan Kepala SMPN 3 Jember, Poniman menampik telah terjadi pemukulan yang dilakukan guru pada siswanya. Ia juga menambahkan saat ini
pihaknya masih mempelajari kasus itu. Jika memang kasus itu sangat tidak bisa ditoleransi, pihaknya akan melaporkan ke Dinas Pendidikan
Pemkab Jember dan segera menjatuhkan sanksi."Tidak ada pemukulan saat jam pelajaran sekolah. Kita terus mempelajari kasus ini dan sudah memanggil guru itu," ujar Poniman. (p juliatmoko)

Perbedaan Bukan Sumber Pertikaian,

Warga Suger Kidul Sudah Rayakan Idul Adha



Meski pemerintah telah menetapkan Idul Adha jatuh pada Kamis (20/12) , namun ribuan umat Islam di Desa Suger Kidul,Kecamatan Jelbuk, telah melaksanakan hari raya kurban itu, Rabu (19/12). Kebiasaan umat Islam di Desa Suger ini sudah dilakukan sejak tahun 1826silam dan warga desa itu selalu melaksanakan Idul Adha, puasa maupun Idul Fitri sehari lebih awal dari ketentuan yang ditetapkan pemerintah.Pelaksanaan puasa itu dipelopori oleh Pondok Pesantren Mafilud Duror yang diasuh oleh Kyai Ali Wafa. Ia mendasarkan saat merayakan Idul Adhayakni dengan mengacu pada kitab Nazahatul Majelis karangan Syeh Abdurrohman As Shufuri As Syafi'i ayat 178. Salah seorang warga Desa Suger Kidul Askar, mengatakan, warga disana sebenenarnya sudah bertahun-tahun melaksanakan shalat hari besar Islam
sehari mendahului ketentuan pemerintah. Namun demikian hal itu samasekali tidak menjadi maslah bagi warga disana."Keyakinan ini sudah turun temurun dan kita tidak pernah berkonflik atas adanya perbedaan waktu perayaan hari besar Islam. Kita semua
saudara," kata Askar, kemarin.Sedangkan Kyai Ali Wafa juga mengatakan, keyakinan itu telah dijadikan panutan oleh keluarga pondok tersebut beserta warga Suger Kidul sejak
bertahun-tahun lalu hingga sekarang."Penentuan hari Idul Adha kita juga menyamakan waktu wukuf di Aarab dan rukyat yang dimajukan sehari. Sebenarnya perbedaan itu adalah
rahmat," ungkap Kyai Ali Wafa usai shalat Idul Adha. Dia juga menganggap perbedaan dalam pelaksanaan Idul Adha itu jangan dijadikan masalah ataupun konflik internal umat Islam. Pelaksanaan shalat Idul Adaa di Desa Suger Kecamatan Jelbuk itu ada di 4 titik dan dipimpin sejumlah ulama dari Pondok Pesantren Mafilud
Duror. Usai menunaikan shalat, sejumlah santri menyantap nasi dan daging kambing bersama-sama dan bersilaturhim sesama warga."Kita menghormati apa yang kita yakini masing-masing, jangan menjadikan hal itu sebagai perbedaan yang mengarah pada pertengkaran," imbuhnya.Ali Wafa juga mengenang, sejak bertahun-tahun lalu warga Desa Suger Kidul memang selalu mengawali Idul Adha terlebih dahulu, bahkan pernahbersamaan waktunya dengan ketentuan pemerintah. (p juliatmoko)

Sabtu, 15 Desember 2007

AKANKAH KITA KRISIS IDEOLOGI ?
(P Juliatmoko)

Kenyataan memang harus diakui , tidak suka mengakui kenyataan artinya membutakan diri, buta fikiran dan buta hatinya, dan buta akan kenyataan itu,buta akan kebenaran akhirnya buta terhadap perbuatan. Berbuat menumbuk bentur, menuruti hawa nafsu.
Akibatnya : Kehancuran !
Ini adalah suatu hukum karma, hukum perbuatan, hukum sebab akibat yang tidak dapat dielakkan, barang siapayang tidak menyukainya untuk mengakui atas kejahatan, akibatnya akan menemui Kehancuran. Kita sebagai kader marhaenis, yang harus mengindahkan hukum yang demikian tadi. Bung Karno, Bapak Marhaenis kita juga mengajarkan demikian,mengajarkan berfikir dan berbuat menurut kenyataan dan bukan menurut jalan fikiran kita masing-masing, melainkan jalan fikiran yang harus mengikuti kenyataan yang sebenarnya, serta mengakui hukum-hkum yang berlaku diatasnya, kita akan dapat merubah kenyataan tadi kedalam suatu kemungkinan yang kita kehendaki, kemungkinan yang kita cita-citakan. Disini kita berdialog lewat pemahaman kita tentang Marhaenisme, jiwa marhaenisme yang kita pegang teguh, yang kita tanamkan dalam jiwa kita masing-masing sampai mendarah daging. Untuk itu pertama yang harus kita mulai mengenai selera,waspada diri, mengenali diri pribadi, mengetahui kenyataan yang sebenarnya, kenyataan yang melekat pada jiwa kita. Mengetahui dan mengenali bahwakenyataan adalah karma bagi kita sendiri. Jika ada keburukannya, bukanlah itu kesalahan orang lain, melainkan kesalahan kita sendiri.
Dengan mengetahui kenyataan sebenarnya yang terdapat dalam jiwa kita sendiri itu, dan mengetahui hukum-hukum yang berlaku atasnya, kita akan dapat merubah kenyataan kita tadi kedalam suatu kemungkinan yang kita cita-citakan, suatu kenyataan akan kejayaan Marhaenisme.
KINI bagaimanakah kenyataan yang sebenarnya itu ? Secara jujur jiwa Marhaenisme kita masih masih kurang dalam meresapi, kita kaum Marhaenis pada umumnya masih belum mendarah daging. Tidak saja pada jiwa orang kebanyakan, melainkan juga pada jiwa para pemimpinnya. Jiwa Marhaenisme masih kurang meresap pada jiwa kitakaum Marhaenis pada umumnya. Ajaran-ajaran Marhaenisme belum mendarah daging. Itulah sebabnya juga terpenting, maka selama ini kelemahan-kelemahan masih saja terasa dalam lingkungan organ yang berasaskan Marhaenisme. Pertentangan dan perpecahan yang sering terjadi bukanlah kontradiksi pokok, melainkan persoalan sepele atau persoalan perorangan belaka. Kurang sehatnya lagi ialah berkaitan dengan persoalan Ideologi, soal ajaran Marhaenisme itu sendiri, Seakan-akan ideologinyan yang dipersalahkan, bukan pada introspeksi dirinya. Dipersalahkan karena kurang sempurna, belum ada ketegasan,dan lain-lain lagi.Padahal kenyataannya sendirilah yang salah, yakni mengaku dirinya adalah seorang Marhaenis,tetepi belum meresapi akan roh-roh Marhaenisme itu dalam jiwanya masing-masing, belum mendarah-daging antara ajaran dan realitas perbuatan. Jangankan meresapi jiwanya dan mendarh-daging ajarannya, terkadang mempelajarinya-pun malas !
Lebih jauh lagi sekarang ini sedang terjadi krisis konsepsi atau krisis Ideologi kita sendiri. Jadi awal yang harus di dekonstruksi ialah mengenai konsepsi dan ideologi, baru kemudian dapat mempeerbaiki yang lain secara menyeluruh. Padahal yang namanya krisis konsepsi dan krisis ideologi itu sebenarnya tidakada, Ideologi Marhaenisme sudah tegak berdiri, konsepsinya sudah tegas. Tinggal aplikasinya saja dalam berintegrasi dan sosialisasi dengan masyarakat tanpa mengenal yang namanya stratifikasi sosial.
Yang salah adalah orang-orangnya saja, sebab kurang adamya interest untuk lebih mendalami ajaran-ajaran Marhaenisme tadi. Mungkin kekeliruan akan niat seseorang sewaktu mengintgrasikan diri pada organ yang berasasjan Marhaenisme, niatannya bukan untuk mengabdikan kepada Marhaenisma, sebagai ajaran pembebasan terhadap segala bentuk ketertindasan, melainkan untuk mencari keduduakan atau yang lainnya yang serba hedon-is.Tidak meresapi benar ajaran Bung Karno yang dituliskan pada Buku Di Bawah Bendera Revolusi, yang menegaskan bahwa Marhaenisme bukanlah isme untuk mencari kedudukan atau popularitas bagi diri seseorang ataupun pengikutnya melainkan isme untuk mengabdikan diri kepada masyarakat.
Ideologi Marhaenisme masih relevan ! bukannya mengalami krisis, bahkan sedang berkenbang mengawal seluruh heterogenitas yang ada di Nusantara dan telah berhasil membentuk dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia kita sekarang ini.
Tidakkah menurut kata-kata Bapak Marhaenisme didalam resepsi Konggres di Solo tahun 1960, semuanya yang terwuud dalam bangunan NKRI kita ini adalah pengejewantahan dari Marhaenisme, UUD 1945, dan Manipol USDEK adalah emanasi dari marhaenisme, dan banyak lagi emanasi-emanasi yang lain. Konsepsinya- pun juga tegas, tidaklah konsepsi penyelesaian Revolusi Nasional kita sekarang adalah sebenarnya adalah konsepsi Marhaenisme juga, bukankah Bapak Manipol USDEK, Bapak Pancasila , Pemimpin Besar Revolusi kita adalah juga Bapak Marhaenisme ! Secara singkat tidak ada yang namanya Krisis Ideologi atau Krisis Konsepsi ! Persoalannya akan menjadi lain, bukan persoalan ideologi atau konsepsi, jka istilah krisis dapat dipergunakan, maka yang ada sekarang ini adalah krisis kader-kadernya, yakni kader-kader yang ingin menonjolkan diri sebagai Marhaenis Sejati, tetapi jiwa Marhaenisme sebenarnya belum dimiliki, belum meresap pada jiwa dan rohnya. Ajaran-ajaran Marhaenisme yang pokoknya adalah ajaran pengabdian kepada masyarakat, ternyata belum mendarah-daging. Mungkin beberapa dalilnya yang telah diketahui, atau telah dihafal diluar kepala, tetapi dalam jiwanya belum diresapi dan belum menjadi roh. Atau mungkin jalan hidupnya belum dipelajari, sebab jika sosilaisme Indonesia adalah suatu jalan hidup, maka Marhaenisme-pun juga suatu jalan hidup, yakni jalan hidup untuk mengabdi kepada masyarakat untuk menyadarkan suatu pembebasan dari segala bentuk ketertindasan, dan bukan untuk mengejar kedudukan atau popularitas semu yang kurang produktif !!! .

Apa Betul Media Mempengaruhi Massa ?
Oleh : Purcahyono Juliatmoko
(Koresponen Koran Seputar Indonesia-Jember)

Perkembangan media massa ditanah air seakan tidak pernah mencapai titik kepuasaannya. Sejak zaman kolonial hingga lepasnya negara dunia ketiga dari cengkeraman pemilik modal, media massa sekana menjadi sebuat alat.
Tidak hanya sebagai alat propaganda, namun juga sebagai alat untuk memperlancar masuknya investasi modal. Dari mana itu bisa ditelisik ?
Sekedar diketahui, sejumlah media massa dengan latar belakang modal besar, seperti Media Nusantara Citra, Kelompok Kompas Gremedia, Jawa Pos Group maupun PT Transnasional Televisi memiliki visi dan misi media masing-masing.
Perkembangan terkini, sejumlah media bahkan berperang dengan yang namanya pemberantasan korupsi dengan semacam ekspos besar-besaran sejumlah kasus korupsi yang sedang melilit pejabat. Itu bahkan mustahil dilakukan diera orde baru.
Adapula media lain yang mencoba meraup perhatian publik dengan mengekspos soal hiburan an sich yang tanpa diselingi latar sesuatu yang mendidik.
Itulah sekelumit dari perkembangan media massa kini, tapi dalam benak kita masih mmengusik, benar gak sih media itu mempengaruhi massa ?

Yuk kita lihat beberapa analisa dan faktor yang mempengaruhinya :

Salah satu "pantangan besar" bagi seorang jurnalis adalah: dilarang menyampaikan opini pribadi si penulis secara langsung di dalam tulisannya. Sebab, tugas seorang wartawan hanyalah sebagai "mediator" antara nara sumber (sumber berita) dengan pembaca.
Lantas, apakah ini berarti si wartawan tidak boleh berpendapat sama sekali? Apakah si wartawan - bahkan redaktur sebuah media - tidak boleh menyebarluaskan opini atau idealisme atau aliran hidupnya kepada para pembaca?

Tentu saja amat boleh. Tapi, ada strategi cantik yang bisa dilakukan. Dan inilah yang akan kita bicarakan kali ini.

Peristiwa VS Berita

Sebelumnya, kita akan bahas dulu apa perbedaan antara peristiwa dengan berita.
Peristiwa adalah sesuatu yang sifatnya amat objektif. Misalnya: Ada orang yang ditabrak oleh mobil di jalan raya. Ini adalah sesuatu yang sangat objektif.
Sedangkan berita adalah peristiwa yang diceritakan.
Ketika peristiwa di atas diceritakan oleh seorang saksi mata kepada orang lain, maka peristiwa ini telah berubah menjadi berita. Dan berita tidak akan pernah seratus persen objektif.
Why ? Sebab ketika si saksi mata menceritakan sebuah peristiwa, pasti subjektivitas dirinya sudah terlibat di dalam berita tersebut. Subjektivitas ini bisa dalam skala yang paling kecil (seperti gaya bercerita), yang agak besar (sikap si saksi mata terhadap peristiwa tersebut), hingga yang berskala besar (seperti idealisme, kepentingan bisnis atau politik, dan sebagainya).
Berikut adalah sebuah contoh nyata tentang subjektivitas berita. Kita andaikan, peristiwa di atas diceritakan oleh tiga orang saksi mata, yakni Ani, Budi, dan Yani.

ANI:
“Wah, tadi ada orang yang ditabrak mobil di jalan raya. Kasihan, deh. Dia luka parah dan enggak ada yang mau nolong.”

BUDI:
“Tadi pas gue lewat di jalan raya, ada yang ketabrak mobil. Lukanya enggak begitu parah, sih. Tapi anehnya, kok enggak ada yang mau nolong, ya?”

YANI:
“Tadi ada orang yang ketabrak mobil. Syukurin tuh orang. Makanya, kalo nyeberang lihat kiri kanan dulu.”
Coba simak, dan rasakan subjektivitas masing-masing berita di atas.

Maka, sebenarnya TAK ADA BERITA YANG 100 % OBYEKTIF. Kalaupun ada yang mengaku sebagai media massa yang objektif (contohnya yang ini), mungkin mereka hanya mencoba seobjektif mungkin.

Perbedaan sikap dan cara bercerita ketiga orang di atas adalah contoh subjektivitas, tapi masih berskala kecil. Dalam prakteknya di dunia jurnalistik, subjektivitas ini bisa berskala lebih besar, misalnya karena menyangkut ideologi, misi dan visi setiap penerbitan, dan sebagainya.

Sebagai contoh, beberapa tahun lalu di situs berita luar negeri terdapat sebuah foto yang sebenarnya biasa-biasa saja. Adegannya adalah seorang ibu berjilbab sedang diperiksa oleh petugas keamanan di depan pintu masuk sebuah mal di Jakarta.

Kita yang tinggal di Jakarta tentu tahu, bahwa adegan seperti ini sudah jadi pemandangan umum, tak ada yang istimewa. Karena banyak bom yang meledak, setiap gedung merasa perlu memeriksa semua tamu yang masuk.

Tapi coba lihat, apa yang ditulis oleh situs berita luar negeri tersebut. Pada komentar foto, dia menulis seperti ini:

Seorang wanita muslim diperiksa oleh pihak keamanan di depan pintu masuk sebuah mal di Jakarta.

Memang benar, wanita yang diperiksa itu seorang muslim, karena dia pakai jilbab. Tapi kita tak bisa membaca sebuah berita apa adanya seperti itu. Kita perlu bertanya secara kritis, seperti ini:


Kenapa si wartawan menulis “seorang wanita muslim”? Pemilihan kata seperti ini bisa menimbulkan kesan bahwa yang diperiksa di depan mal hanyalah orang muslim. Kesan selanjutnya, seolah-olah semua umat Islam itu patut dicurigai sehingga perlu diperiksa. Padahal kenyataannya, setiap orang tanpa kecuali (apapun agama dan golongannya) akan diperiksa kalau mereka hendak memasuki mal.


Kemungkinan besar si wartawan – ketika memburu foto di depan mal - tak hanya memotret wanita berjilbab tadi. Pasti banyak orang yang yang terekam oleh kameranya. Tapi kenapa yang ditampilkan di situsnya hanya si wanita berjilbab?
Itulah contoh yang jelas mengenai subjektivitas berita. Intinya, tak ada berita yang benar-benar objektif.

Kiat Media dalam Mempengaruhi Massa
Jadi, walaupun ada prinsip bahwa seorang jurnalis tidak boleh menyampaikan pendapat atau opininya secara langsung di dalam sebuah tulisan jurnalistik, dalam prakteknya subjektivitas tetap tak bisa dicegah.
Karena itu, jurnalistik juga mengenal sejumlah kiat untuk menyampaikan pesan, opini, dan sebagainya, tanpa harus "melanggar" aturan di atas.
Berikut adalah beberapa di antaranya.

1. Pemilihan istilah
Sebagai contoh, coba bandingkan kedua kalimat ini:
Pemberontak Palestina menyerbu markas tentara Israel.
Pejuang Palestina menyerbu markas tentara Israel.
Kedua kalimat di atas sebenarnya sama saja. Yang berbeda cuma pada kata “pemberontak” dan “pejuang”.

Kita tentu tahu, kedua istilah ini punya makna yang berbeda. Pemberontak biasanya identik dengan penjahat atau pengkhianat negara, sedangkan pejuang adalah orang yang bekerja untuk meraih sesuatu yang mulia. Pemberontak bermakna negatif, sedangkan pejuang bermakna positif.

Kalimat pertama adalah contoh kalimat yang sering dipakai oleh pers Barat yang anti Islam. Mereka hendak memberi kesan bahwa Palestina berbuat salah karena menyerang Israel. Padahal kenyataannya, justru rakyat Palestina yang berjuang untuk memerdekakan negara mereka dari jajahan Israel.

2. Menonjolkan pendapat tokoh yang satu misi dengan kita
Memang, seorang wartawan hendaknya menampilkan pendapat dari dua kubu yang berbeda. Dari yang pro maupun yang kontra. Supaya beritanya berimbang. Tapi dalam teknis penulisan, kita bisa mengatur agar tulisan kita membawa misi sesuai yang kita harapkan.
Contoh:
Si wartawan hendak menulis berita tentang kontes Miss Universe, tapi Anda tak setuju dengan acara ini. Setelah mewawancarai tokoh-tokoh yang pro dan kontra, dia menulis beritanya seperti ini (contoh):
”Miss Universe itu boleh-boleh saja, kok. Mereka kan mengharumkan nama bangsa,” ujar Mr. X. Pendapat senada dilontarkan oleh Mr. Y. Katanya, “Kontes Miss Universe bisa menunjang pariwisata kita.” Namun pendapat berbeda disampaikan oleh Mr. Z. Menurutnya, kontes Miss Universe itu tidak ada gunanya sama sekali. “Itu hanyalah ajang pamer aurat. Biaya penyelenggaraan acaranya bisa dipakai untuk membantu rakyat miskin,” tandasnya tegas.
Coba perhatikan. Pendapat yang pro diletakkan di bagian awal, sementara pendapat yang kontra (yang sejalan dengan misi penulisnya) diletakkan di bagian akhir. Ini tentu ada maksudnya. Biasanya, yang muncul belakangan adalah kesimpulan. Jadi dengan penempatan pendapat yang sesuai misi kita di bagian akhir, kita dapat menggiring pembaca untuk setuju dengan pendapat kita.
3. Seleksi terhadap materi berita
Secara teori, kita bisa memasukkan informasi apa saja untuk mendukung berita yang kita tulis. Misalnya, kita ingin memuat sebuah foto tentang keakraban antara ibu dengan anak. Di sini, kita bisa memilih: si ibunya ini pakai jilbab atau tidak? Jika kedua pilihan ini tidak mempengaruhi pesan yang hendak disampaikan, maka tak ada salahnya jika kita memilih foto ibu yang berjilbab. Sebab ini bisa menjadi sarana yang baik untuk memasyarakatkan pemakaian jilbab di kalangan pembaca.

4. Menonjolkan informasi tertentu dan dan tidak menonjolkan informasi lainnya
Contoh kasus: Ada dua materi yang bisa kita tampilkan:
liputan konser nasyid dan liputan konser dangdut. Yang mana yang harus dimuat? Jika tujuannya adalah dakwah, kita punya pilihan sebagai berikut.
1.Memuat liputan konser nasyid, sementara liputan konser dangdut tak dimuat.
2.Memuat kedua liputan ini. Tapi liputan konser nasyid dibahas secara lebih lengkap, dan ditonjolkan di halaman depan. Sementara liputan dangdut dibahas sekilas saja.

Apakah hal seperti ini diperbolehkan? Tentu saja boleh. Yang tak boleh adalah berbohong. Kita pasti tahu, trik seperti di atas bukan termasuk bohong.

5. Membentuk citra tertentu
Apa yang dimaksud dengan citra? Untuk lebih jelasnya, coba perhatikan kedua contoh paragraf berikut.
Contoh 1:
Konser musik rock tadi malam berlangsung meriah. Penonton jingkrak-jingkrak dan berteriak histeris, mengelu-elukan idola mereka. Acara berlangsung sejak pukul empat sore hingga sepuluh malam. Penonton tampak puas dengan penampilan artis-artis di atas panggung. “Asyik aja pokoknya. Lain kali kalo ada acara seperti ini, gue pasti datang,” ujar Doni, salah seorang penonton yang datang jauh-jauh dari Tasikmalaya untuk menonton konser ini.
Contoh 2:
Konser musik rock tadi malam berlangsung meriah. Penonton jingkrak-jingkrak dan berteriak histeris, mengelu-elukan idola mereka. Acara berlangsung sejak pukul empat sore hingga sepuluh malam. Shalat magrib pun terlewat. Suasana riuh tetap terasa di seluruh lapangan. Banyak botol minuman keras dan puntung rokok berserakan di atas rumput. Penonton tampaknya menikmati acara yang sangat meriah ini. Namun tak jauh dari lokasi konser, seorang penduduk setempat mengajukan keluhannya. “Bising banget, Mas. Kami kagak bisa tidur semalaman,” ujarnya.

Coba perhatikan. Kedua contoh di atas sebenarnya menginformasikan peristiwa yang sama. Tapi ada perbedaan yang sangat jelas di dalam sudut pandang pemberitaannya.
Itulah salah satu contoh pembentukan citra. Dua orang jurnalis membentuk citra yang berbeda dari informasi yang sama.
Apakah boleh menampilkan tulisan dengan cara seperti itu? Boleh-boleh saja, kok. Secara umum, si jurnalis hanya bermain-main dengan “persepsi”. Setiap orang tentu punya persepsi atau pandangan yang berbeda-beda mengenai sesuatu, kan?


* * *
The Others :

SETIAP wartawan harus mendengarkan hati nuraninya sendiri. Dari ruang redaksi hingga ruang direksi, semua wartawan seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggungjawab sosial. Ini elemen yang kesembilan.

“Setiap individu reporter harus menetapkan kode etiknya sendiri, standarnya sendiri dan berdasarkan model itulah dia membangun karirnya,” kata wartawan televisi Bill Kurtis dari A&E Network.

Menjalankan prinsip itu tak mudah karena diperlukan suasana kerja yang nyaman, yang bebas, di mana setiap orang dirangsang untuk bersuara. “Bos, saya kira keputusan Anda keliru!” atau “Pak, ini kok kesannya rasialis” adalah dua contoh kalimat yang seyogyanya bisa muncul di ruang redaksi.

Menciptakan suasana ini tak mudah karena berdasarkan kebutuhannya, ruang redaksi bukanlah tempat di mana demokrasi dijalankan. Ruang redaksi bahkan punya kecenderungan menciptakan kediktatoran. Seseorang di puncak organisasi media memang harus bisa mengambil keputusan –menerbitkan atau tidak menerbitkan sebuah laporan, membiarkan atau mencabut sebuah kutipan yang panas—agar media bersangkutan bisa menepati deadline.

Membolehkan tiap individu wartawan menyuarakan hati nurani pada dasarnya membuat urusan manajemen jadi lebih kompleks. Tapi tugas setiap redaktur untuk memahami persoalan ini. Mereka memang mengambil keputusan final tapi mereka harus senantiasa membuka diri agar tiap orang yang hendak memberi kritik atau komentar bisa datang langsung pada mereka.

Bob Woodward dari The Washington Post mengatakan, “Jurnalisme yang paling baik seringkali muncul ketika ia menentang manajemennya.”

Pada hari pertama Nieman Fellowship, Bill Kovach mengatakan pada 24 peserta program itu bahwa pintunya selalu terbuka. Terkadang dia sering harus mengejar deadline dan mengetik, “Raut wajah saya bisa galak sekali bila seseorang muncul di pintu saya. Tapi jangan digubris. Masuk dan bicaralah.”*

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter