Jumat, 05 Juni 2009


Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ) 2009 Didemo Pedagang Pasar, (Wkwakwakwkakwa.....)

JEMBER - Suasana demo mewarnai kirab logo Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ) 2009. Usai dilepas Wakil Bupati Kusen Andalas dan tanpa kehadiran Bupati MZA Djalal, program tahunan ini disambut beragam masyarakat. Yang aneh, di kursi deretan undangan tidak terisi penuh.
Sedangkan Kepala Dinas tidak ada yang datang saat pelepasan pasukan kirab logo BBJ itu. Namun yang memalukan, rombongan kirab saat melintas di daerah Pasar Kencong justru disambut demonstrasi sejumlah pedagang pasar setempat. Mereka terdiri dari ibu–ibu pedagang, pedagang mlijo serta pedagang pasar setempat berunjuk rasa. Mereka membeber berbagai macam poster bernada protes diantaranya berbunyi, "Mana Janjimu Bupati. Bangun pasar Kencong", "Janji Bupati ditunggu Pedagang Sampai Mati, Mana Janji
Anda kapan dan Kapaaannnn" serta poster kecaman lainnya. "Kami minta janji Bupati ditepati. Jangan asal janji saja, kapan-kapan," teriak ibu ibu pedagang di pinggir jalan ketika rombongan kirab Logo BBJ melintasi Pasar Kecong dengan nada penuh kesal, Jumat (5/6). Pedagang Pasar Kencong merasa janji Bupati MZA Djalal belum direalisasikan dalam relokasi dan penataan pasar. Padahal sudah sekitar 2 tahun masyarakat dan pedagang pasar Kencong menunggu pasca kejadian kebakaran dan kini tak terurus. Beberapa kali hearing dan dengar pendapat
dengan DPRD juga tidak bisa menghasilkan keputusan memuaskan. Tidak ada reaksi maupun komentar dari panitia BBJ atas demo kirab logo tersebut. Rombongan kirab sebenarnya diberangkatkan pukul 14.00 WIB start dari Alun Alun Kota Jember Jl Sudarman, menuju ke selatan melalui Kecamatan Mumbulsari, Tempurejo, Ambulu, Wuluhan, Puger, ke Gumukmas hingga Kencong. Rombongan kirab terdiri dari 31 mobil Patroli Satpol PP dan
ratusan sepeda motor itu dengan personel 500 orang disambut beragam dari masyarakat. Di Kecamatan Wuluhan, sambutan masih bagus. Para siswa SDN setempat yang belum pulang berada di pinggir jalan mengayun ayunkan bendera merah putih kecil menyambut rombongan kirab melintasi daerah tersebut. Kirab yang diikuti sekitar 500 personel Satpol PP dan Pegawai Pemkab Jember ini bertujuan untuk sosialisasi gelar BBJ 2009 untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi masyarakat dengan berbagai program kegiatan event untuk menyedot para wisatawan domestik dan luar negeri. "Nuansa heroik dan historis HUT Proklamasi RI ke 64 tetap menyemangati BBJ kali ini," ujar Wakil Bupati Kusen Andalas saat memberi
sambutan pelepasan kirab Logo BBJ, kemarin. (p juliatmoko)


Ribuan Nelayan Ngamuk Tolak Rumponisasi

JEMBER -Ribuan nelayan Kecamatan Puger mengamuk dan merusak rumpon sebagai penolakan atas pemasangan rumponisasi di pinggir laut. Aksi spontanitas itu dilakukan sekitar 2.000 nelayan dan mengakibatkan kericuhan di Kantor Desa Puger Wetan dan rumah pemilik rumpon. Salah seorang nelayan Puger, Husein mengatakan, rumponisasi sebanyak 12 buah di pantai Puger dianggap tidak menguntungkan nelayan malah justru merugikan nelayan. Selain itu pemasangan rumpon itu dianggap tidak ada musyawarah dengan ribuan nelayan disana. "Pemasangan rumpon itu semakin mengurangi hasil tangkapan nelayan. Kita minta rumpon itu dilepas," kata Husein, kemarin. Dia mengatakan, sebenarnya para nelayan sudah meminta agar pemerintah kabupaten memasang rumpon tepatnya di 332 kilometer atau 200 mil dari bibir pantai. Namun oleh nelayan pemilik rumpon pemasangan justru diletakkan pada jarak 40 mil laut atau 40 kilometer dari bibir pantai. "Padahal itu masuk jaringan ikan cukup banyak, akhirnya nelayan tidak merata mendapatkan ikan," katanya. Kericuhan yang dilakukan nelayan itu tidak terbendung dan aparat kepolisian yang hanya dijaga dua personil dan sejumlah aparat dari tentara tidak bisa menenangkan amuk nelayan. Ricuh itu terjadi di jalan menuju kantor desa dengan merusak dan menggulingkan rumpon. Sedangkan di kantor desa membalikkan dan merusak bangku kantor.
Nelayan juga memaksa aparat kantor desa Puger Wetan untuk membubuhkan kesediaan melepas dan tidak membongkar rumpon yang telah dipasang. Kades Puger Wetan Edi Haryoko mengatakan, saat didesak tanda tangan penolakan rumpon dia tidak bisa mengelak. "Saya tidak bisa berbuat dengan banyaknya nelayan itu, kita akan membicarakan pemasangan rumpon itu dengan nelayan dan desa serta pemkab agar persoalan ini cepat selesai," kata Edi Haryoko.Sedangkan Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Jember Dalhar mengataka, rumpon yang dipasang itu bukanlah bantuan pemerintah namun milik pribadi seorang nelayan. "Konflik itu sebenarnya sudah lama, kita sudah fasilitasi pertemuan namun saat itu tidak ada titik temu karena perbedaan lokasi pemasangan rumpon. Dalam waktu dekat kita akan pertemukan perangkat desa, kecamatan dan kelompok nelayan agar segera konflik ini selesai," janji Dalhar. (p juliatmoko)


Lagi, WNA Bangladesh Ilegal Dideportasi

JEMBER -Belum genap mendeportasi WNA Malaysia ilegal, kemarin Kantor Imigrasi Jember kembali mendeportasi WNA ilegal asal Bangladesh. Menurut keterangan Kepala Kantor Imigrasi Jember John Rois, WNA itu yakni MD. Faruk Hossain Biplop umur 38 tahun yang sudah 5 tahun tidak memiliki izin tinggal resmi di Indonesia. "Hossain masuk ke sini lewat Dumai Malaysia pada Februari 2004 tanpa paspor. Dia ingin menikahi Sugiani seorang gadis dari Desa Dasri Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi yang dikenalnya di Malaysia," kata John Rois, kemarin. Dia menambahkan, Hossain dua bulan sejak tinggal di Banyuwangi kemudian menikahi Sugiani dengan menyamar nama sebagai Sugeng Hariyanto. "Tiga bulan kemudian ia pindah ke Setail Genteng Banyuwangi. Dia kemudian jatuh sakit dua minggu dan hanya mengandalkan kiriman uang dari Sugiani yang kini bekerja TKI di Hiongkong," terangnya. Selanjutnya pada September 2005, Hossain pindah ke rumah sang istri di Desa Dasri."Selama 4 tahun tinggal identitas tidak jelas dan petugas imigrasi memergoki dia pada 14 Mei 2009 sebagai pendatang gelap. Imigrasi mendeportasi dia dengan maskapai penerbangan Malaysia Airlines nomor penerbangan 870 melalui Bandara Internasioanal Juanda Surabaya," ujarnya. Bagian Pengawasan Imigrasi Jember Roy Fajar menuturkan,
tahun 2009 ini sudah ada 6 WNA dideportasi dan 3 WNA terakhir yakni warga Thailand, Myanmar, Malaysia juga telah dideportasi.Sedangkan pada tahun 2006 lalu ada sekitar 30 WNA dan tahun 2008 14 WNA tak berdokumen telah dikembalikan ke negara asal. "Kami terus menindak tegas WNA yang kedapatan tanpa izin tinggal di Indonesia, masyarakat juga kami minta aktif menginformasikan kalau ada warga asing yang mencurigakan kewarganegaraannya," kata Roy Fajar. (p juliatmoko)


Polisi Ringkus Pengedar Gelap Dextro

JEMBER -Maraknya peredaran pil dextro hingga menewaskan remaja yang overdosis karena pil itu, kemarin polisi meringkus tiga pengedarnya. Tiga tersangka yang diamankan itu yakni Lutfi dan Hairul warga Kecamatan Balung dan Loyo Wirendi warga Kecamatan Kaliwates. Kasat Narkoba Polres Jember AKP Edi Sudarto mengatakan, sebelumnya polisi mengamankan enam orang namun setelah dilakukan pemeriksaan dan cukup bukti maka tiga orang saja yang ditetapkan tersangka dan ditahan. "Mereka memiliki 23 ribu pil dextro dan obat keras jenis Dobel L yang dilarang diedarkan secara bebas," kata AKP Edi Sudarto, kemarin. Selain iutu ratusan obat keras jenis Dobel L dari tiga tersangka untuk dijadikan barang bukti penangkapan. Untuk menangkap pengedar pil dextro, polisi merasa kesulitan karena tidak ada aturan yang melarang untuk menjual obat jenis yang biasa digunakan untuk obat batuk dan bebas dijual di pasaran. Tiga tersangka itu akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 80 dan pasal 82 karena menjual obat keras tanpa izin. Sebelumnya, remaja sebanyak 11 orang tewas karena overdosis pil dextro dicampur dengan minuman keras. Korban terkhir OD dextro dicampur miras yakni Dani Trianto, 21, warga Desa Sruni, Kecamatan Jenggawah tewas saat menjalani perawtaan di RSUD dr Soebandi. Dani menelan sekitar 50 butir pil, sedangkan Rudi hanya menelan 30 butir. Menurut Direktur RSUD dr Soebandi Jember Yuni Ermita, saat dibawa ke rumah sakit kondisi Dani sudah kritis. Pihak RSUD dr Soebandi merawat 20 pasien korban miras yang dioplos dengan pil dextro. Dari 20 pasien itu, 11 di antaranya meninggal. (p juliatmoko)


Sikapi Tambang, Mahasiswa Mosi Tidak Percaya Bupati !

JEMBER - Peringatan Hari Lingkungan se-dunia, polemik pertambangan mangan di Kecamatan Silo disikapi dua organisasi. Salah satunya yakni Pimpinan Cabang Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember. Dalam pernyataan sikapnya, PMII menyampaikan mosi tidak percaya pada kepemimpinan bupati Jember MZA Djalal. "Kami juga mendesak agar bupati segera mencabut surat keputusan izin tambang mangan karena telah cacat hukum, kalau tidak maka pemerintahan kabupaten kita nilai gagal dalam pemerintahan dan melakukan pelanggaran konstitusi," kata Ketua PC PMII Jember Abdurahman Bin Auf, kemarin. Dia juga mengatakan, selama ini tambang mangan sudah lama menjadi potensi konflik antara warga yang pro dan kontra. "Kembalikan fungsi lahan disana sesuai aturan yakni sebagai lahan produksi pertanian dan kehutanan, tertibkan penambangan liar," tandasnya. Seperti diketahui, polemik tambang mangan yang dilakukan CV Wahyu Sejahtera di Dusun Curah Wungkal Desa pace Kecamatan membuat ratusan wrga mengentikan paksa sebuah mobil pikap pengangkut tambang. Protes itu dilakukan karena selama ini masih belum ada keptusan kesepakatan pembukaan kembali tambang mangan, meski oleh Pmekab Jember sudah diterbitkan izin eksplorasi tambang.Sedangkan GPP Jember menilai pengalih-fungsian hutan lindung menjadi kawasan pertambangan membuat menyempitnya wilayah kelola rakyat, perempuan kehilangan wilayah kelola, tingginya beban kerja, dan menurunnya pendapatan yang berdampak pada kesehatan, pendidikan dan kekerasan.Pelaksana Harian GPP Jember Ifana Roaita mengatakan, sektor kehutanan saat ini menjadi sektor yang paling menderita akibat eksploitasi sumber daya alam. "Hutan terhimpit oleh perluasan wilayah perkebunan, pertambangan, dan eksploitasi hasil kayu glondongan serta perusakan hutan oleh industri pertambangan, daerah yang bergantung terhadap hasil tambang umumnya mempunyai problem yang mirip," kata Ifana Roaita. Dia menambahkan, ada lima bentuk kekerasan terhadap perempuan terkait perusakan lingkungan diantaranya, perempuan sebagai properti yakni menempatkan perempuan tidak dalam posisi yang penuh untuk mengambil keputusan terhadap dirinya sendiri, misalnya pada pernikahan tanpa surat resmi dan dinikahkan pada usia muda, perempuan sebagai alat pelanggeng reproduksi sosial ketika perempuan keluar rumah untuk bekerja sebagian besar pendapatannya justru dipersembahkan untuk memenuhi kehidupan keluarganya. "Kita minta pemerintah kabupaten bersikap tegas dengan menutup penambangan dan pembalakan liar mengingat besarnya resiko yang ditimbulkannyaserta Melakukan rehabilitasi lingkungan rusak," katanya.
GPP Jember juga mendesak adanya alokasi khusus anggaran untuk penanggulangan bencana dan korban bencana alam dan advokasi anggaran perlu diarahkan untuk mengurangi resiko bencana. "Dana DAU dan DAK untuk lingkungan juga perlu diutamakan untuk belanja langsung pengelolaan lingkungan, bukan untuk belanja pegawai dan belanja kantor," desaknya. Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember Haryanto mengatakan, izin eksplorasi tambang mangan di Silo sebenarnya masih ditutup untuk smeentara waktu sampai menunggu aspirasi berkembang di masyarakat. "Saat ini kita membentuk tim independen yang melibatkan dewan untuk melakukan studi kelayakan persoalan tambang disana, sekaligus mencari solusi terbaiknya," kata Haryanto. (p juliatmoko)

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter