Senin, 24 Desember 2007


Potret Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Jember
Ketika Palu Hakim Belum Mampu Memuaskan Masyarakat

Ibarat seorang pasukan tempur yang berada ditengah medan perang, namun tidak memuntahkan sebutir peluru pun
dalam peperangan itu. Apalagi mengincar, mengunci dan melumpuhkan sasaran. Itulah yang kini terjadi dalam proses penegakan
hukum, utamanya penuntasan tindak pidana "laten" korupsi. Pembaca pasti masih ingat dengan vonis yang dijatuhkan terhadap
mantan Bupati Jember yang dikenal dengan panggilan khas "Abah Samsul". Pria kelahiran Bojonegoro itu dihukum 6 tahun penjara.
Vonis yang ditulis tangan oleh majelis hakim itu bebannya hanya separuh dari tuntutan jaksa penuntut umum yang waktu itu
menjatuhkan tuntutan selama 12 tahun penjara. Samsul kemudian peraya diri dengan melakukan upaya hukum berupa banding atas
vonis kepada pengadilan Tinggi Jawa Timur saat itu juga. Jaksa yang sempat pikir-pikir selama hampir sepekan, akhirnya juga
mengekor yakni turut melakukan upaya banding atas vonis Samsul.Bak dalam peperangan, sebenarnya musuh yang bernama tindak pidana korupsi itu sebenarnya sudah ada didepan mata. Bahkan sudah
terkuak dalam fakta persidangan yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Lantas, vonis 6 tahun penjara atas dugaan tindak
pidana korupsi sebanyak Rp 18 miliar dan harus mengembalikan uang kepada negara sebanyak Rp 9,8 miliar itu mampu memuaskan
hati masyarakat Jember ?
"Saya sejak awal sudah tahu akan vonis itu," timpal Samsul usai penjatuhan vonis pada dirinya saat diwawancarai wartawan.Ada sebuah tanda tanya besar dalam inti kalimat yang disampaikan Samsul yang saat itu eksperesi birokratnya kembali muncul.
Akhirnya mencuat berbagai macam persepsi atas kalimat itu. Apakah benar Samsul sudah tahu sejak awal bahkan sebelum
persidangan digelar jika dirnya akan divonis majelis hakim selama 6 tahun ? Dugaan yang kedua, semampu itukah Abah Samsul
bisa mereka-reka kalau dirinya akan divonis 6 tahun ? Dan, apakah Samsul turut "berperan" dalam upaya penjatuhan vonis 6
tahun penjara ?



Pasal Primer Itu Belum Bisa Menjerat Samsul
Putusan majelis hakim atas vonis mantan bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo selama 6 tahun penjara, sesungguhnya belum membuat
masyarakat Jember puas. Ketua Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi (KKPK), Suharyono menganggap, vonis majelis hakim yang
hanya separuh dari tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya yakni 12 tahun penjara, dinilai kurang memenuhi unsur keadilan."Pembuktian materiil dipersidangan sebenarnya sudah cukup untuk menjatuhkan vonis setimpal terhadap Samsul. Kalau hanya vonis
6 tahun penjara, bisa-bisa korupsi tetap akan merajalela," tandas Suharyono.KKPK merupakan salah satu lembaga masyarakat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah daerah, khsusunya dalam pelaporan kasus
dugaan korupsi dalam birokrasi. Bahkan KKPK Jember menguak pertama kali terkait penyimpangan keuangan semasa Samsul menjadi
bupati Pemkab Jember."Yang jelas, kalau memang serius, jaksa harus tetap menyertakan pasal primer dalam dakwaan Samsul. Bukan hanya pasal ringan
subsidair, nanti kalau Samsul lepas dari jeratan hukum, maka kasus korupsi akan lebih meluas lagi, bahkan lebih banyak uang
negara yang dikuras pejabat," tandasnya.Suharyono menambahkan, ada beberapa hal yang bisa membuka peluang agar saat terdakwa melakukan banding di lembaga peradilan
yang lebih tinggi, maka ruang bermainnya menjadi terbuka. "Hasilnya, bisa saja terdakwa kemudian dibebaskan karena dianggap putusan yang dijatuhkan tidak berdasarkan hukum dan alasan
yang jelas," imbuhnya. Indikasinya, kata dia bisa dicermati dari dasar pertimbangan Majelis Hakim di beberapa item amar putusan. "Sebenarnya banyak sekali bukti meterial dan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan ternyata dijadikan dasar sesuai
dengan porsinya. Apalagi, kasus korupsi Jember yang diputuskan sepekan lalu itu hanya dijerat dengan pasal Subsidair yaitu
pasal 2 UU Tipikor junto pasal 54 KUHP. Sementara sesuai tuntutan jaksa, terdakwa dibebaskan dari pasal pasal Primair yaitu
pasal 2 UU Tipikor. Artinya, derajatnya sudah berbeda untuk mengukur kesalahan seseorang," terangnya.Sejak awal digelarnya perkara yang melilit mantan penguasa Jember tahun 2000 – 2005 itu, Suharyono mengaku telah terlalu
sering bersuara tentang kekuatan dibelakang nilai normatif hukum yang djadikan sandaran. "Dalam prakteknya, memang sangat banyak kekuatan seperti itu yang ternyata berpengaruh pada proses peradilan," timpalnya.Karenanya, upaya banding yang dilakukan oleh pihak terdakwa harus diimbangi dengan upaya banding oleh jaksa yang menuntutnya.
Langkah ini dinilai strategis, karena dengan upaya banding itu, maka Jaksa akan memiliki kesempatan yang sama dengan pihak
terdakwa untuk mengawal dan mempertahankan tuntutan seperti pada level Pengadilan Negeri Jember.Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Indonesia Beureucracy Watch (IBW) Jember, Sudarsono. Ia menilai, keputusan hakim untuk
menjatuhkan vonis 6 tahun pada mantan penguasa Jember itu seakan menjadi tamparan keras bagi pembongkar kasus-kasus korupsi
di Jember."Kalangan kritis Jember sungguh prihatin dengan vonis itu. Jangan-jangan ada upaya permainan dalam persidangan. Belum lagi
ada beberapa kali penundaan persidangan yang cukup penting, diantaranya soal pembacaan tuntutan oleh jaksa waktu itu," ujar
Sudarsono.Bahkan desas-desus adanya permainan itu sudah tercium saat ada oknum jaksa dan hakim yang "bermain mata" dengan terdakwa
Samsul melalui pengacaranya."Kalau itu memang betul, kami sebagai bagian dari rakyat Jember akan mengawal terus sampai persidangan Samsul dinyatakan
memiliki ketetapan hukum. Tapi satu yang emnjadi catatan, dugaan korupsi yang dilakukan tidak ditutupi oleh sandiwara
persidangan dan jaksa maupun hakim bisa membuktikan hal itu dalam persidangan," tandasnya.Beruntung dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi Surabaya atas kasus itu, Samsul justru diberi bonus 3 tahun penjara dan
kini menjadi 9 tahun penjara. Belum diketahui apakah Samsul yang serakah harta itu akan mengajukan kasasi atau tidak. Selain
itu, pengacara yang mendampingi dia juga masih belum jelas.

Pengadilan Tinggi Jangan Gegabah
Pernyataan berbobot analisis juga disampaikan praktisi hukum asal Univeritas Muhamadiyah Jember (UMJ) Bachtiar. Menurutnya,
posisi Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Tinggi memang memiliki kemandirian. Pengadilan Tinggi memiliki kewenangan untuk
menganulir putusan yang dijatuhkan oleh hakim di PN. Pertimbangan yang dilakukan secara independen bisa dilakukan oleh
masing-masing lembaga peradilan itu. "Produk hukum dari kedua lembaga ini walaupun rujukannya sama, namun hasilnya bisa saja berbeda. Saya optimis bahwa
Pengadilan Tinggi tidak akan bersikap gegabah dalam menentukan putusan dari upaya banding yang dilakukan kubu Samsul.
Beberapa hal mendasarinya adalah, kasus dan upaya pemberantasan korupsi merupakan atensi dan komitment dari pemerintah pusat.
Kedua, fakta-fakta hukum yang dijadikan sandaran, baik dari materi dakwaan maupun dan fakta yang muncul dipersidangan sudah
sangat cukup untuk dijadikan referensi dalam mengambil keputusan," jelas Bachtiar.Kelaziman putusan dari upaya banding yang dilakukan terdakwa selama ini kata dia tidak terlalu jauh berbeda dari putusan
pengadilan negeri."Biasanya hanya selisih turun sedikit atau malah naik tipis. Sehingga sering sekali tidak sighnifikan jika dilakukan. Tetapi
memang ada pada beberapa kasus yang diupayakan banding ternyata terdakwanya memang bisa bebas. Kejadian itu biasanya lebih
banyak diakibatkan oleh munculnya pengaruh dibawah nilai-nilai hukum itu sendiri. Kekuatan dan pengaruh secara material yang
dimiliki terdakwa biasanya memang sering menjadi faktor penentu," ujarnya. Ia juga memaparkan, kecenderungan lain adalah sulitnya pengungkapan fakta hukum untuk mencari bukti penyimpangan yang
dilakukan terdakwa. Kasus korupsi sangat berbeda daengan kasus hukum lain. Pada kasus Korupsi upaya pengungkapan banyak
sekali rintangan. Contoh kecil, saksi yang dihadirkan sering sekali juga melakukan pengingkaran terhadap fakta yang
diketahuinya. "Karena itu bisa saja menjadikan dirinya sebagai tersangka baru. Maka sering sekali saksi tidak berani megungkap kebenaran
yang diketahuinya," lanjutnya. Bachtiar masih tetap optimis bahwa pengadilan Tinggi tetap akan mengambil tindakan terbaik yang sesuai dengan norma hukum
yang berlaku. Kata Bahtiar, saat ini lembaga peradilan sedang dalam sorotan luar biasa oleh publik. Kecil kemungkinannya Pengadilan Tinggi dapat disentuh dengan hal-hal diluar persoalan hukum itu sendiri.Tetapi jaksa yang saat ini sudah memutuskan banding itu tidak boleh lengah dalam mengawal dakwaan dan tuntutannya di level
banding. Karena sudah menjadi kelaziman, pihak samsul akan menyerang putusan dan mementahkan putusan yang telah dijatuhkan
kepadanya dengan logika dan fakta hukum. Maka jawaban yang harus disodorkan jaksa haus merupakan hal yang sama. "Apa yang dituangkan jaksa dalam tuntutan kepada pak Samsul itu tentu kan didasarkan pada hukum, maka pengawalan yang harus
dilakukannya juga harus memperkuat alasan-alasan hukumnya," pungkasnya.

Kilas Balik Vonis Samsul
Mantan Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo divonis 6 tahun penjara karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana korupsi. Samsul Hadi Siswoyo juga dikenai denda Rp 100 juta, serta harus membayar uang pengganti sebesar Rp
9.866.570.427. Putusan itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Arief Supratman di Pengadilan Negeri Jember, Kamis (20/9) lalu. Putusan
majelis hakim itu separuh dari tuntutan jaksa yang minta Samsul Hadi dihukum 12 tahun penjara. Atas putusan itu, pengacara
Samsul, Wiyono Subagyo menyatakan langsung banding. Disusul kemudian Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri
Jember A Basyar Rifai yang lima hari pasca vonis akhirnya juga menyatakan banding.Dalam persidangan, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer, tetapi terbukti
melakukan tindak pidana sesuai dakwaan subsider seperti tertuang pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan UU No 20/2001 jo Pasal 55 Ayat satu ke satu KUHP, jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Terdakwa Samsul Hadi Siswoyo diadili dalam kasus korupsi APBD Jember 2004-2005. Jaksa penuntut umum membeber, ada sejumlah
uang negara yang disebutkan sebagai pinjaman, tetapi kemudian dialihkan ke rekening pribadi atas nama Samsul Hadi Siswoyo. Selain itu, terdakwa Samsul juga telah memerintahkan beberapa bawahannya di bagian keuangan, termasuk Sekretaris Kabupaten
Djoewito dan Pelaksana Tugas Kabag Keuangan Mulyadi untuk menyediakan dana kas daerah. Setelah mendapat persetujuan pencairan
uang, para pejabat yang ditunjuk Samsul menyerahkan uang itu tanpa surat perintah membayar. Dari jumlah kerugian yang tercantum dalam dakwaan terdapat dana sekitar Rp 18,5 miliar yang hilang dari kas Pemerintah
Kabupaten Jember. Jumlah itu dihitung atas akumulasi selisih kas daerah sampai tahun 2004 sebesar Rp 7,95 miliar dan selisih
kas daerah tahun 2005 sebesar Rp 10,05 miliar. Jumlah penyimpangan itu juga tercantum dalam hasil audit investigatif Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Terdakwa Samsul awalnya mulai diperiksa di Kejaksaan Tinggi Jatim sebagai tersangka pada 15 Mei 2006. Selanjutnya ditahan di
Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng pada 15 Maret 2007 dan beberapa pekan kemudian ditahan di Lapas Kelas II-A Jember.
Sedangkan persidangan dengan didatangakn sekitar 40 saksi itu mulai digelar di PN Jember sejak tanggal 22 Mei 2007 lalu.
Pengacara Samsul : Putusan Hakim Lemah dan Bermuatan Politis
Pengacara terpidana korupsi kas daerah Jember Samsul Hadi Siswoyo, Wiyono Subagio ternyata melihat putusan hakim memiliki
banyak kelemahan. Salah satunya adalah penetapan kerugian negara versi hakim. Wiyono Subagyo mengaku optimis kliennya menang dalam upaya banding nanti. Wiyono menilai putusan majelis hakim itu terlalu
bermuatan politis."Banyak celah untuk membatalkan putusan tersebut, antara lain angka (kerugian negara Rp 9,8 miliar) yang disebut pengadilan
itu dari mana? Pengadilan mengambil angka sendiri itu kan nggak bener," kata Wiyono."Saya langsung upaya banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya, hari ini juga. Adanya korupsi Kasda dan adanya kerugian negara
karena DOC itu tidak ada dan tidak benar. Saya juga meragukan adanya audit yang pernah dilakukan BPK," timpal terdakwa Samsul
dengan nada tinggi.Sejak awal, Wiyono menilai, dakwaan jaksa penuntut umum kabur. Sebab banyak sekali perbedaan antara dakwaan JPU dengan audit
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara audit BPK sendiri sejak mula sudah dinilai tidak valid oleh kubu Samsul. "Bukti-bukti fotokopi dokumen yang disodorkannya dianggap tidak sah. Padahal bukti-bukti itu diakui Bank Jatim. Sementara
bukti dari jaksa penuntut umum walau fotokopi bisa diterima dan dianggap sah," tandas Wiyono.

Arif Supratman : Kalau Tak Puas, Silahkan Saja Banding
Ketua majelis hakim dalam persidangan terdakwa SamSul Hadi Siswoyo, Arif Supratman juga angkat bicara soal adanya
ketidakpuasan atas vonis yang dijatuhkan pada terdakwa Samsul.Putusan hakim, bagi Arif Supratman sebenarnya sudah didasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan. "Kami tidak mengada-ada dan bertindak obyektif sesuai aturan. Semua sudah dipertimbangkan. Uang yang disalahgunakan Samsul
Hadi Siswoyo digunakan untuk pihak ketiga yang tidak dianggarkan dalam pos anggaran daerah," kata Arif Supratman.Soal adanya angka kerugian negara Rp 9,8 miliar yang dibeber majelis hakim, Supratman menyatakan, itu didasarkan pada
fakta-fakta di muka persidangan. Arif Supratman juga mengatakan, putusan yang dibuat itu merupakan hukuman dari teori gabungan dan bukan berupa balas dendam
atau memiliki tujuan tertentu. Dia juga mempertimbangkan faktor psikologis, latar belakang, masalah sosial untuk menjatuhkn
vonis pada terdakwa."Bahwa dana-dana yang diselewengkan oleh terdakwa tidak semua atas inisiatif Samsul. Tapi ada oknum lain. Putusan hakim ang
jelas berdasarkan fakta persidangan dan bukan kehendak pribadi hakim," terangnya. Ia juga mengatakan, soal adanya audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap terdakwa yang kerugian negara ada 3 versi yakni Rp
133 miliar, Rp 128 miliar dan Rp 33 miliar, ternyata dalam persidangan tidak disertai data yang kongkrit.Sedangkan terdakwa Samsul hadi Siswoyo langsung menegaskan kalau dirinya tidak puas dengan putusan hakim yan me-vonis dirinya
6 tahun penjara. Ia juga menampik tudingan adanya penggelapan uang Kasda Jember.Beberapa hal yang dimentahkan terdakwa Samsul diantaranya, pencairan yang prosedural ditandai dengan adanya tanda tangan
surat perintah mencairkan (SPM), sedangkan pengeluaran yang tidak prosedural ditandai dengan inisial KEU.Ia juga menampik tudingan telah mencairkan cash collateral credit senilai Rp 7,6 miliar dari Bank Jatim Jember dan digunakan
untuk menutup pinjaman uang tanpa Surat perintah Mencairkan Uang di sejumlah dinas. Samsul juga mengelak dan ia berkilah soal
adanya kredit itu diangsur pengembaliannya secara bertahap yakni Rp 637 juta dan Rp 7,529 miliar.Sebelumnya dalam buku B-IX yang dicantumkan saat memori serah terima jabatan penjabat Bupati, sisa kas daerah senilai Rp
71,972 miliar. Namun di rekening koran, uang yang ada ternyata justru berkurang menjadi Rp 53,829 miliar. Kasus ini kemudian
berangsur diproses ke pengadilan atas laporan masyarakat dan hasil audit investigatif BPK."Kami tidak menggunakan retorika atau karangan. Tidak ngawur. Kalau retorika, bisa batal hari ini. Kemampuan hukum majelis
juga tak perlu diragukan. Hakim anggota saya S-2. Saya insya Allah akan S-3," kata Supratman, tertawa. Mengenai tudingan pengacara Samsul soal tuntutan dan dakwaan jaksa penuntut umum yang kabur, Supratman mengatakan, mekanisme
eksepsi sudah dilalui. Putusan sela pun sudah dijatuhkan. "Masa sudah diputus mau ditarik kembali. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, pledoi terdakwa pun juga dijadikan bahan
pertimbangan," jelasnya. Supratman mempersilakan kubu Samsul untuk mengajukan banding jika tak puas. Ia sendiri merasa lega sudah bisa menyelesaikan
persidangan tepat waktu. Sedangkan jaksan penuntut umum yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jember, M Basyar Rifai mengatakan, pernyataan
banding oleh jaksa dilatar belakangi semata-mata untuk mencari keadilan."Kita sudah menyampaikan banding, dan kini memory banding masih kita susun," kata M Basyar Rifai.Ia juga mengatakan, putusan untu banding atas vonis terdakwa Samsul itu salah satunya juga untuk memberikan ruang keterbukaan
dan agar bisa memuaskan masyarakat Jember. "Kabupaten Jember merupakan kota yang kasus korupsinya paling banyak se-Jawa Timur. Makanya kami kerja ekstra hingga
mendatangkan jaksa penuntutan daari Kejati Jatim. Yang jelas kami serius menangani semua kasus korupsi. Tidak ada tebang
pilih," pungkasnya.Keseriusan itu salah satunya bisa dibuktikan pada saat jadwal persidangan yang ampai 3 atai 5 kali sidang korupsi dalam
sepekan. Namun demikian, banyak "pekerjaan rumah" lainnya dalam penyelesaian kasus tindak pidana korupsi yang harus segera
diselesaikan oleh para penegak hukum. Ibarat memerangi tindak pidana korupsi ingat sebuah pepatah : "Sekali bendera
dikibarkan, Pantang untuk diturunkan !". Semoga saja tiap jiwa penegak hukum sama dengan pepatah yang menggelegar itu. (p juliatmoko)


*Kasus Tindak Pidana Korupsi di PN Jember :
Kasus Terdakwa Kerugian Negara Hukuman
1. Raibnya Dana Kasda Mantan Bupati Jember Rp 18 miliar Terdakwa Samsul divonis 6 (tahun 2000-2005) Samsul Hadi Siswoyo, tahun penjara dan denda Mantan Sekkab Djoewito, Mantan Rp 9,8 miliar Kabag Keuangan Mulyadi Dikenai penjara 9 tahun oleh
PT Jawa Timur
2. Pengadaan Beras Fiktif dan Mantan Kabulog Jember Mucharor, Rp 60 miliar proses Mesin Giling gabah Bulog Prasetyo Waluyo, Ali Mansur,Sub Divre IX Jember M Solichin (tahun 2005)
3. Dana Bantuan Hukum Mantan Sekkab Djoewito Rp 439 juta proses (tahun 2005)
4. Pemotongan Dana Kecamatan Mantan Kadinsos Achmad Sahuri Rp 3,8 miliar masih penyempurnaan dakwaan (2003-2005)
5. Dugaan penyimpangan Mustofa Kamal dan Icuk G Rp 700 juta Bebas distribusi pupup urea
6. Penggelembungan dana Kasubdin Operasi dan Pemeliharaan Rp 609 juta Bebas dan penyidikan
pengadaan alat berat DPU Pengairan Pemkab Jember Budiono dilanjutkan eskavator dan trailer
7. Penyimpangan pos utang Kepala Bagian Farmasi Rp 1,2 miliar proses penyidikan kejaksaan RSUD dr Subandi RSUD Subandi, Lusi Hendriani
sumber : Kejari Jember
*Sejak Tiga Tahun Lalu Aku Berjibaku Menumpas Korupsi
dan Alhasil Kini Kau Meringkuk di Penjara
Demo Laporan Bupati Jember Rusuh

Jember -- Demonstrasi ribuan warga pada Sidang Paripurna DPRD Jember yang membahas laporan pertanggungjawaban bupati setempat, Rabu, 28 April 2004, berakhir rusuh. Beberapa menit setelah sidang berakhir, massa mahasiswa yang menolak laporan Bupati, bentrok dengan polisi. Akibatnya, delapan mahasiswa terluka dan harus dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soebandi, Jember. Mahasiswa yang terluka adalah Purcahyono Juliatmoko, Sapto Rahardjo, Siswadi, Oktun Dewi, Dedi Feisal, Romli, Silvana, dan Siradj. Seorang mahasiswa, Imansyah, ditangkap polisi dan diangkut ke Markas Polres setempat. Sejak pukul 07.00 WIB, ribuan orang pendukung Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo telah datang ke kantor DPRD. Mereka datang dengan sekitar 50 truk dan 30 mobil sambil mengusung peralatan sound system ukuran besar, ratusan pamflet, spanduk, dan selebaran berisi dukungan terhadap Samsul. Mereka terdiri atas suporter Persatuan Sepak Bola Djember (Persid), anggota Forum Komunikasi Masyarakat Madura Jember, Gerakan Masyarakat Pinggiran Kota, dan kelompok masyarakat lainnya. Para pendukung Bupati itu memadati jalan-jalan di sekitar kantor DPRD hingga menutup pintu gerbang gedung itu. Ruas Jalan Kalimantan, Jalan Jawa, Jalan Sumatera, dan Jalan Bengawan Solo di sekitar gedung DPRD Jember macet total. Sejumlah toko dan warung di sekitar jalan-jalan utama Jember itu pun tutup. Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Setyo Prihadi mengatakan, polisi mengerahkan 11 satuan setingkat peleton yang disebar di lima titik. Empat titik di ujung-ujung jalan menuju kantor DPRD dan satu titik utama di kantor DPRD. Sekitar pukul 10.15 WIB ratusan mahasiswa dan warga yang menolak laporan Bupati tiba di bundaran Jalan Kalimantan, dekat kantor DPRD. Massa gabungan dari Aliansi Ganyang Koruptor, Koalisi Mahasiswa Peduli Jember, serta Koalisi Mahasiswa dan Pemuda Antikorupsi langsung menerobos ribuan pendukung Bupati Samsul. Meski mahasiswa sempat dihadang pendukung Samsul, akhirnya mereka bisa menggelar orasi di tengah kepungan massa Bupati. "Adili Samsul. Tolak laporannya, karena telah melakukan praktek KKN. DPRD Jember jangan jadi pengecut," teriak seorang mahasiswa. Ketegangan antara kelompok pendukung dan penentang Bupati tidak bisa dihindari. Percekcokan mulut pun berkembang menjadi pemukulan. Sekitar 10 menit kedua pihak terlibat baku hantam, hingga polisi memisahkan kedua kelompok yang berseteru. Setelah dipisahkan dengan jarak sekitar 10 meter, kedua kelompok sama-sama berorasi sesuai dengan aspirasi masing-masing. Sidang Paripurna DPRD berakhir sekitar pukul 13.00 WIB dengan keputusan menerima laporan pertanggungjawaban Bupati Samsul. Dalam sidang selama lima jam itu, empat dari lima fraksi DPRD Jember menerima laporan Bupati, sedangkan Fraksi Karya Suni menolak. Beberapa menit setelah sidang usai, polisi memukuli mahasiswa yang membakar ban bekas di jalan. Saat diminta bubar, para mahasiswa berteriak-teriak mengutuk penerimaan laporan Bupati Jember. Akhirnya polisi membubarkan paksa hingga menimbulkan bentrokan. Kepala Polres Jember mengatakan, pembubaran massa mahasiswa karena mereka tidak mengantongi izin unjuk rasa dan membakar ban di jalan umum yang mengganggu pengguna jalan. Namun, mahasiswa memprotes tindakan polisi itu. "Kami sudah mengantongi izin. Polisi bertindak diskriminatif. Pada saat kami mengurus izin kemarin, kami tidak diperbolehkan membawa sound system, tetapi massa pendukung Bupati Samsul malah membawa banyak dengan ukuran besar," kata Istomo, koordinator lapangan aksi mahasiswa. Aksi menanggapi laporan pertanggungjawaban bupati juga terjadi di Indramayu. Ribuan guru sekolah negeri dan swasta yang tergabung dalam Gerakan Penyelamat Pendidikan (GPP) unjuk rasa di depan gedung DPRD Kabupaten Indramayu. Mereka mendesak DPRD menerima laporan Bupati Indramayu Irianto, yang mereka nilai berjasa memajukan pendidikan di daerahnya. "Kami mendesak anggota Dewan yang terhormat untuk menerima laporan pertanggungjawaban Bupati Irianto," kata Ketua GPP Dadang Hediana. Ia menyatakan, para guru akan kembali mendatangi kantor DPRD, Jumat (30/4), saat digelar sidang paripurna untuk membahas laporan Bupati. mahbub junaidy/ivansyah (TEMPOINTERAKTIF.COM)

Tidak ada komentar:

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter