Selasa, 25 Desember 2007



*Menengok Eks Proyek Mercusuar
Lapangan Terbang Notohadinegoro Nasibmu Kini...


Harapan warga Jember untuk bisa menikmati perjalanan udara agaknya mulai pupus. Betapa tidak, selain tidak ada invenstor dan
maskapai penerbangan yang tertarik untuk menanamkan modal dalam pengoperasian Lapangan Terbang Notohadinegoro Jember. Juga
kendala yang cukup berarti yakni tidak ada anggaran lagi dalam APBD Jember 2007 yang diperuntukkan bagi landasan burung besi
itu. Boleh saja mantan Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo yang merintis pembangunan proyek mercusuar itu mendekam di hotel
prodeo karena tersandung kasus Kasda. Namun lapter yang diresmikan tahun 2005 oleh mantan Presiden RI Gus Dur itu hingga kini
sayangnya terancam mangkrak.Awal pembangunan Lapter Notohadinegoro memang diwarnai sejumlah kontroversi. Pada tahun 1999 Pemprov Jatim mengadakan uji
kelayakan pembangunan lapter di sejumlah daerah. Dari hasil uji kelayakan, tiga tempat ditentukan, masing-masing, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Dari hasil akhir uji kelayakan, Jember dan Lumajang tidak disetujui
karena yang dipilih provinsi justru Kabupaten Banyuwangi. Seiring persetujuan itu, muncul revisi uji kelayakan, Jember
dinyatakan layak memiliki lapter. Pembangunan lapter dimulai 2003 melalui dana perubahan anggaran keuangan (PAK) sebesar Rp
2,5 miliar untuk pematangan lahan atau land clearing. Tahun 2004, pemkab kembali mengucurkan anggaran lapter sebesar Rp 5
miliar untuk runway atau landasan pacu pesawat. Anggaran itu ternyata dianggap masih belum cukup, Bupati Jember saat itu
Samsul Hadi Siswoyo menggagas pembangunan lapter mengajukan anggaran melalui PAK APBD 2004 sebesar Rp 10,8 miliar. Namun
pengajuan PAK ditunda karena pada saat itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pusat datang ke Jember memeriksa kelayakan anggaran
pembangunan lapter. Pengajuan anggaran 2004 baru bisa direalisasikan pada anggaran 2005-2006. Sementara tahun anggaran 2007, Pemkab Jember tidak mengajukan anggaran pembangunan lapter karena pemerintah tidak mengetahui
secara pasti kebutuhan biaya untuk proses pengurusan Sertifikat Operasional Bandara (SOB). Dari APBD PemprovJatim juga tidak
mengalokasikan anggaran pembangunan Lapter Notohadinegoro karena DPRD Jatim menilai yang lebih pantas mendapat kucuran dana
itu Kabupaten Banyuwangi dan Malang. Dalam sebuah kesempatan di sidang paripurna pembahasan Rencana APBD 2008 di gedung DPRD Jember, Bupati Jember MZA Djalal
sempat geram karena dianggap tidak merespon kelanjutan pembangunan Lapter yang sudah menelan banyak anggaran ini."Saya samasekali tidak akan mempersoalkan siapa yang dulu punya ide, punya cita-cita. Kita mulai dari titik bahwa lapter
sudah terlanjur dibangun. Tentu ini tidak boleh berhenti. Persoalannya uang untuk melanjutkan Lapter itu dari mana," timpal
MZA Djalal dihadapan para wakil rakyat.Ia juga mengaku sudah berkoordinasi dengan sejumlah instansi dan menugaskan Wakil Bupati Kusen Andalas untuk langsung
melakukan lobi-lobi politik ke pemerintah provinsi pusat maupun DPR RI di Jakarta. Ia juga mengaku tak ingin memperpanjang
polemik mengenai soal bandara. "Kita berharap di balik hikmah polemik itu akan ada investor yang terketuk menanamkan investasi di bandara Notohadinegoro. Namun semua kabar mengenai investor baru sebatas isu. Semua itu omong kosong semua, termasuk maskapai, kalau serius, tentu
mereka akan menghadap ke Bupati," ujarnya. (p juliatmoko)

*Tarik Ulur Kelanjutan Lapter
Dalam perkembangannya muncul Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) yang menjadi satu-satunya fraksi yang menyinggung masalah belum
terselesaikannya pembangunan bandara atau lapangan terbang (lapter) Notohadinegoro. Dalam pandangan umum fraksi terhadap nota
Rancangan APBD 2008 di gedung DPRD Jember mereka menyinggung tiadanya anggaran lanjutan pembangunan bandara dalam RAPBD
Jember tahun 2008. "Mestinya ada goodwill dari eksekutif, pasti Jember akan segera memiliki lapter. Persoalan keterbatasan anggaran yang jadi
alasan bupati itu kami anggap bukanlah persoalan mendasar," kata Misbahussalam yang menyampaikan pandangan FKB saat itu.Ia juga menyatakan sebenarnya banyak solusi yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan keterbatasan anggaran. Hal itu
seperti menaikkan defisit anggaran atau relokasi anggaran penerangan jalan umum."Apalagi tambahan anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan bandara hanya Rp 20 miliar. Kami minta dana bisa ditanggung
renteng antara Pemkab Jember, provinsi, dan pusat dengan komposisi Rp 5 miliar Pemkab Jember, Rp 5 miliar pemerintah provinsi
dan Rp 10 miliar akan dianggarkan dalam APBN," katanya.FKB dalam pandangan umumnya juga menyampaikan, lapter saat ini sudah merupakan kebutuhan. Ia mengungkap dari berbagai
penelitian kelayakan yang dilaksanakan pemerintah daerah pada masa Bupati Samsul Hadi Siswoyo, bandara layak secara
finansial, ekonomi, dan pasar bagi Jember. Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi C DPRD Jember Ubaidillah. Ia mendesak agar APBD Jember 2008, anggaran untuk
bandara disediakan. Dia juga mengatakan sudah dijanjikan bakal mendapat anggaran Rp 5 miliar dari APBD provinsi dan
diupayakan Rp 10 miliar dari APBN. APBD Jember tinggal menyediakan Rp 5 miliar oleh Departemen Perhubungan dan DPR RI.Anggaran Rp 20 miliar itu digunakan untuk pemadam kebakaran, appron, alat komunikasi, dan tambah peralatan lainnya.
Rencananya panjang landasannya pun bakal ditambah 200 meter sehingga menjadi 1.400 meter."Kami minta agar Rp 20 miliar dianggarkan sendiri dalam APBD Jember daripada akan lebih ruwet harus ke pusat dan provinsi.
Kita optimis bahwa kita mampu. Untuk menganggarkan proyek penerangan jalan umum Rp 85 miliar saja kita mampu kok," timpal
Ubaidillah.Ia juga menambahkan, kendala soal surat bupati sebelumnya yakni Samsul Hadi Siswoyo yang menyampaikan kalau Lapter
Notohadinegoro Jember akan dibiayai daerah sendiri, maka Bupati MZA Djalal sudah mencabutnya dan melayangkan surat baru.Sayangnya keinginan mereka hanya isapan jempol belaka. Eksekutif masih enggan mengalokasikan anggaran dalam APBD Jember untuk
melanjutkan megaproyek Lapter Notohadinegoro. Pemkab Jember sepertinya harus berpangku tangan dengan mengandalkan suntikan
dana dari maskapai ataun investor yang sudi menanamkan modalnya demi operasinya Lapter.Sedangkan Ketua Forum Komunikasi Anak Bangsa (FKAB) Jember, Suharyono mengaku pihaknya pesimis jika dalam waktu dekat
pemerinta pusat dan provinsi akan mau memberikan suntikan dana lagi untuk melanjutkan pembangunan Lapter Notohadinegoro."Kok ada tambahan dana lagi. Padahal Lapter itu masih harus dilakukan uji kelayakan lagi agar laku dijual pada konsumen.
Apalagi Lapter itu kini bukan menjadi prioritas pembangunan Jember," kata Suharyono.Ia juga mengatakan, tingkat perekonomianlah yang mestinya kini harus digenjot untuk meningkatkan daya beli tiket pesawat bagi
warga Jember sendiri."Jangan-jangan, Lapter dibangun tapi tidak ada yang mampu beli tiket, kan mangkrak lagi," ujarnya.Ia juga menambahkan, untuk melanjutkan pembangunan lapter juga akan meninjau kembali rancangan pembangunan Jember sendiri
yakni untuk memperiotitaskan pembangunan dalam bidang pertanian dan pendidikan."Lebih baik, kawasan wisata dulu digarap serius. Agar daya tarik wisatawan bisa mendatangkan pendapatan bagi warga Jember.
Kita masih ingat bahwa uji kelayakan yang dilakukan Universitas Jember pada tahun 1980-an yang menyebutkan bahwa lapter itu
lebih pas untuk fasilitas pertahanan dan keamanan," katanya. Sedangkan Ketua Muhammadiyah Jember Baharudin Rosyid dalam acara Forum Silaturahmi Ulama Umaro di pondok pesantren Darul
Hikmah menyampaikan, mengapa pembangunan bandara tidak diteruskan oleh Pemkab ?. Padahal uang puluhan miliar rupiah uang
daerah diinvestasikan untuk membangun Lapter itu hingga saat ini masih belum bisa beroperasi."Macetnya anggaran itu di mana? Kalau memang urunan, urunan saja sudah Jember. Kalau tidak, ya lebih baik lahan bandara
dikapling saja buat pondok pesantren," timpal Baharuddin Rosyid disambut tepuk riuh para kiai.Masalah pembangunan lanjutan bandara sempat menjadi problematik. Sebab sejumlah anggota dewan meminta Pemkab menganggarkan
dalam APBD 2008. Sayangnya, Pemkab tetap bersikeras dan menginginkan dana pembangunan berasal dari APBN atau APBD provinsi
Jawa Timur. (p juliatmoko)
*Masih Perlu Survey LagiTak ingin ketinggalan dengan yang lain, Ketua Forum Komunikasi Anak Bangsa (FKAB) Jember mempunyai gagasan yang pro rakyat.
Ketua FKAB Jember Suharyono mengungkapkan, soal polemik Lapter Notohadinegoro Jember diakuinya memang sempat membuat warga
Jember urun rasan-rasan dikantor-kantos sampai warung kopi. Padahal menurut dia, Jember ini sudah memiliki program prioritas
yang harus dilaksanakan sesuai yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Pemkab Jember. Diantara
program prioritas itu yakni mengutamakan pendidikan dalam hal penuntasan buta aksara, peningkatan hasil produksi pertanian,
peningkatan pelayanan kesehatan dan program penting lainnya."Dari sekedar buang-buang biaya untuk Lapter, curahkan saja anggaran itu untuk hal-jal yang lebih dirasakan masyarakat
seperti memacu potensi alam melalui peningkatan tempat wisata dan bisnis pertanian," kata Suharyono.Dia juga mengatakan, Pemkab Jember masih perlu untuk melakukan uji kelayakan dengan melakukan survey kembali menganai
keberadaan Lapter Notohadinegoro. Sebab kata dia, survey sebelumnya pernah dilakukan terhadap sebagain warga Jember meliputi
sejumlah penumpang kereta api dan bus. Namun hal itu dirasa masihj kurang relvan dengan perkembangan zaman dan kekuatan
ekonomi yang dimiliki warga Jember.Kata dia, survey itu nantinya juga harus melibatkan institusi independen agar hasilnya bisa obyektif dan bisa
dipertanggungjawabkan. Bisa saja survey itu dilakukan dengan memintai pendapat soal kekuatan ekonomi masyarakat Jember dari
warga yang bermata pencaharian petani hingga pejabat.Ia juga menuturkan, pada mulanya Lapter Notohadinegoro itu dibangun karena kebutuhan Universitas Jember untuk mendatangkan
dosen terbang dari luar Kabupaten Jember seperti Universitas Brawijaya Malang."Dosen Unej dan peneliti waktu itu memang sempat berpikir kalau Jember bisa dibangun lapangan terbang. Selain untuk
mendatangkanh dosen terbang, jyga bisa untuk kepentingan pertahanan militer. Namun dalam perkembangannya oleh Pemkab diadopsi
untuk dijadikan lapangan terbang komersiil yang konsekuensinya harus mengaluarkan anggaran," terangnya.Sementara salah seorang pengamat ekonomi dari Universitas Jember (Unej) Siswoyo Hari Santoso juga menyesalkan kurangnya
perhitungan dalam pembangunan lapter. "Mestinya dana miliaran itu bukan untuk lapter, tetapi bisa digunakan untuk pendidikan yang diprioritaskan," kata Siswoyo
Hari Santoso.Pembangunan lapter kata dia juga dianggap menyimpang dari realitas sosial. Satu sisi pembangunan megah gedung terminal,
landasan pacu pesawat di atas lahan seluas 122 hektare terlihat menakjubkan. Tapi disisi lain status sosial masyarakat
sekitarnya masih tergolong pra-sejahtera. "Mereka masih hidup dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan dan kurang mengenyam pendidikan. Apakah kita bisa senang melihat
masyarakat miskin yang diberikan sajian kemewahan di hadapannya," ujarnya. Menurut Siswoyo, terkait keuntungan, perhitungan ekonomis operasional lapter tidak menguntungkan dalam jangka waktu singkat.
Paling tidak dibutuhkan waktu sekitar 20 tahun agar modal yang telah dikeluarkan untuk pembangunan lapter bisa kembali.
"Break event point (BEP) dalam jangka waktu 15 tahun sudah bagus. Tapi belum tentu hal itu bisa dicapai," tandasnya.Apalagi untuk Jember, keberadaan lapter hanya dianggap penting beberapa kalangan tertentu. Misalnya, pengusaha, pejabat dan
orang-orang kaya yang enggan terjebak kemacetan jalan raya dan Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Tetapi bagi masyarakat lain, keberadaan lapter belum tentu menguntungkan. Sebab, mereka tak bisa menikmati seutuhnya
fasilitas yang tersedia dari keberadaan lapter karena ongkos naik pesawat jauh lebih mahal di banding bus atau Kereta Api
(KA). Keberadaan sejumlah agen perjalanan yang menggunakan pesawat terbang di Jember juga belum bisa dijadikan rujukan penumpang
dari Jember banyak. Dari agen perjalanan itu rata-rata hanya melayani sekitar 20 orang/hari. "Seandainya pembangunan lapter dikaji lebih dulu, tentunya tak akan ada penyesalan dari pembangunan proyek prestisius itu,"
ujarnya.Namun tak bisa dipungkiri, pembangunan lapter sudah berjalan, sehingga proyek itu harus dituntaskan. Hanya saja kelanjutan
proyek itu bukan lagi tanggung jawab daerah, tapi pemerintah pusat yang harus bersikap. Siswoyo beralasan, jika pemerintah
kabupaten yang mendanai kelanjutan pembangunan lapter dipastikan tidak akan mampu. Persoalannya, dana yang dimiliki kabupaten
akan menjadi kendala utama. "Saya masih pesimis lapter itu bisa beroperasi sesuai impian," imbuhnya. (p juliatmoko)

Spesifikasi Lapter Notohadinegoro :
Luas : 120 hektareTotal Anggaran : Rp 34 miliar terbagi sejumlah tahapanSumber Dana : APBD Jember dan bantuan APBNLandasan Pacu : panjang 1500 meter dan lebar 30 meterShoulder : kiri dan kanan 30 meterAPRON : 150X150 meterTaxi Way : 135x30 meterJenis Pesawat : Fokker-28Rute : Jember-Surabaya-MataramMaskapai : -Diresmikan : 9 Januari 2005


*Taxi Way Masih Berlubang

Memang diakui atau tidak, untuk melanjutkan atau tidak Lapter Notohadinegoro harus mengelus dada. Biaya perawatan dan tidak
ada anggaran APBD 2007 membuat sejumlah fasilitas fisik awal seperti taxi way atau jalan taxi menjadi tampak amburadul.Sepanjang perjalanan sekitar 3 kilometer taxi way menuju Lapter jika hujan tiba maka tampak lubang jalan yang sudah dipenuhi
air kelihatan membesar seperti menganga sebesar 3 meter. Tak ayal bagi para pengunjung jika pagi atau sore usai hujan, maka
harus meminggirkan kendaraannya agar tidak tercebut lobang taxi way."Katanya pembangunan taxi way sudah dilakukan, tapi saat kami melintas haru lewat samping jalan berlubang itu," kata Syaiful
yang juga salah satu pengunjung Lapter saat melihat pesawat Glider mendarat.Belum berheti disitu, sejumlah sudut pagar Lapter juga nampak mulai karatan dan sebagian sudah tidak tamnpak pagarnya karena
tertutup rumput yang sudah menjulang setinggi 1 meter lebih."Kalau dibiarkan seperti ini, maka biaya perawatan akan lebih tinggi lagi. Itu masih belum termasuk biaya perawatan
konstruksi utama sepertti landasan pacu dan bangunan kantor lapangan terbang," timpal Adi salah satu kru atlit pesawat
Glider. (p juliatmoko)

Tidak ada komentar:

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter