Ada-ada saja..., Remaja Soehartomania Aksi Duo
JEMBER -Dua remaja masing -masing bernama Dwi (26) dan Roni Aprilianto (25) yang tergabung dalam Komunitas Anak Bangsa (KAB) Jember berdemonstrasi. Aksi kali bukan untuk menghujat, namun sebagai wujud solidaritas dan duka cita terhadap meninggalnya mantan Presiden RI Kedua Soeharto. Aksi sambil membawa poster dan bendera setengah tiang itu mereka lakukan di halaman depan dan bundaran DPRD Jember. Mereka menundukkan kepala sejenak dan kemudian berjalan kaki mengelilingi bundaran DPRD Jember beberapa kali dan menyampaikan kabar meninggalnya Soeharto. Sejumlah poster bergambar Soeharto yang mereka bawa juga muncul tulisan yakni "Turut Berduka Cita Atas Meninggalnya Bapak Soeharto" dan "Selamat Jalan Bapak Pembangunan".Aksi itu memang menarik perhatian pengguna jalan, sebab selain mereka mengenakan semacam blangkon, juga mengenakan kaos dan celana dominan warna hitam sebagai tanda belasungkawa. Setelah melakukan aksi, mereka sempat salam-salaman ke sejumlah pedagang maupun pembeli di kawasn kaki lima Jalan Bengawan Solo. Tidak ada penjagaan khusus dari aparat kepolisan seperti halnya demonstrasi
yang pernah ada sebelumnya. Salah seorang remaja, Roni Aprilianto (25) mengatakan, apa yang mereka lakukan itu sebagai wujud untuk menghormati jasa-jasa Soeharto yang dianggap pernah membesarkan bangsa Indonesia semasa dia memimpin. Pria yang ngefans dengan Soeharto sejak keil ini mengaku memampang foto bergambar Soeharto di kamar tidurnya. "Apa yang pernah dia kerjakan, setidaknya pernah dinikmati masyarakat Indonesia. Jangan hanya bicara yang buruk, tapi juga jangan lupakan jasa-jasa bapak pembangunan bangsa ini," aku Roni yang maniak sekali dengan Soeharto ini, kemarin.Sedangkan Dwi masih saja tetap berharap agar semua kasus hukum yang pernah dilakukan oleh Soeharto tetap diusut tuntas melalui jalur hukum. Selain itu melalui ahli waris yang ada maka tanggungjawab secara hukum tetap saja harus dilakukan. Sedangkan dari Kab Bondowoso juga dilaporkan sejumlah kyai dan ribuan santri di Pondok Pesantren Al Islah melakukan shalat Ghaib sebagai wujud turut berduka cita atas meninggalnya Soeharto. Dalam shalat Ghaib itu juga melibatkan ratusan warga setempat. (p juliatmoko)
Perhutani Didemo Ratusan Pesanggem
JEMBER -Ratusan pengelola hutan atau pesanggem dari Dusun Gondang Desa Darungan Kec Tanggul emosi dan mendemo kantor Kelompok Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Jember, kemarin. Mereka tidak terima dan memprotes menyusul perusakan yang dilakukan oleh oknum Perhutani Jember terhadap ribuan pohon di daerah hutan lindung. Padahal maskud pesanggem setempat melakukan reboisasi di areal hutan dengan berbagai jenis tanaman dan kini rusak. Diantara jenis bibit pohon yang rusak itu yakni cengkeh, apukat dan kopi yang jumlahnya ditaksir sekitar 3.000 pohon. Salah seorang pesanggem, Sumarno mengatakan, dia bersama temany-temannya merasa kesal sebab sudah lama menanami pohon tanah di hutan agar
tidak gundul dan terjadi bencana, namun dirusak."Apalagi yang merusak itu oknum Perhutani, kami meminta administratur Perhutani untuk memberi sanksi petugasitu. Sebab tanaman yang rusak itu jumlah mencapai ratusan hektar," keeluh Sumarno, kemarin.Pesanggem yang juga mengatasnamakan Gerakan Penghijauan Untuk Kehidupan Jember ini juga membawa sejumlah poster bernada kecaman. Poster itu antara lain berbunyi, "Terbukti LMDH dan Perhutani Gagal Membangun Hutan di Jember", "Pecat oknum Perhutani yang terlibat perusakan hutan",
"Tangkap LMDH dan Perhutani Perusak Hutan dan poster lain yang memanaskan institusi Perhutani Jember.
Sejumlah perwakilan warga juga mendesak kepada Perhutani Jember untuk menyampaikan permintaan maaf kepada sejumlah media massa selama tujuh hari berturut-turut atas kesalahan kerusakan tanaman milik warga di hutan lindung. Hal disampaikan Chaidir Abdul Karim yang menurutnya perusakan oleh oknum petugas Perhutani dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sebenarnya sudah terjadi dua kali. Pada tanggal 19 Desember 2007 sebanyak 3.000 pohon cengkeh, apukat, dan kopi rusak dibabat. Menyusul kemudian pada tanggal 4 Januari 2008 yang ada 35 batang pohon kopi yang ditanam warga di wilayah hutan lindung juga rusak dibabat."Oknum petugas itu harus segera ditindak dan kalau perlu dipecat. Agar pembabatan serupa tidak terulang," kata Chaidir Abdul Karim.
Ia juga menambahkan, selama ini warga dan pesanggem sebenarnya sudah memegang surat izin resmi pengelolaan tanaman kopi di hutan dari Perhutani. Hal itu ditindaklanjuti dengan merawat kopi itu dengan baik seperti pula penghijauan yang selama ini terus dilakukan. Ia juga mengungkap, sejumlah kompensasi atas kerugian warga pun harus diperjelas. Sebab warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Peduli Hutan Sukomakmur sudah mengerjakan lahan hutan itu sejak tahun 2003. "Ada dua orang warga divonis satu tahun penjara. Padahal warga itu hanya sebagai merawat kopi. Sementara pejabat asper atau asisten perhutani yang pelaku perusakan tanaman milik warga justru dibiarkan," ungkapnya. Hal yang sama juga dikatakan salah seorang warga, Muhamad. Ia sebelumnya menyatakan mendapat surat dari salah seorang petugas Perhutani sejak Tahun 2000 lalu bernama Damis. Dengan surat itu ia kemudian berani menanami kedelai di areal hutan. Namun saat akan dipanen, justru dirusak
dengan cara membabat oleh sejumlah petugas Perhutani. "Saya tidak tahu-menahu soal surat yang ternyata tidak ada tanda pengesyahannya itu. Yang jelas kami menuntut uang ganti rugi dari Perhutani," ucap Muhammad.Sedangkan Administratur KPH Perhutani Jember Taufik Setiadi mengatakan, ia memang terpaksa melakukan pemotongan sebagian pohon kopi dan
apukat sebab masyarakat dianggap sudah tidak mau menanam tanaman hutan seperti mahoni yang telah disyaratkan oleh Perhutani. "Terbukti di kawasan hutan itu tidak ada sebatang pohonpun tanaman hutan. Padahal warga berada di tengah hutan dan sebenarnya telah menyalahi aturan. Kita yang jelas tidak akan memberi ganti rugi seperti tuntutan warga," timpal Taifik Setiadi.Terpisah, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jember AKP Kholilur Rochman mengatakan, setelah pihaknya memeriksa dokumen yang dibawa pesanggem, ternyata surat ijin tadi tidak syah. Dalam surat itu tidak ada nomor surat dari Perhutani secara resmi. "Tuntutan masyarakat sebenarnya tidak kuat. Kita menduga tindakan masyarakat karena ulah provokator yang tidak tinggal di kawasan hutan
setempat," duga AKP Kholilur Rochman. (p juliatmoko)
tidak gundul dan terjadi bencana, namun dirusak."Apalagi yang merusak itu oknum Perhutani, kami meminta administratur Perhutani untuk memberi sanksi petugasitu. Sebab tanaman yang rusak itu jumlah mencapai ratusan hektar," keeluh Sumarno, kemarin.Pesanggem yang juga mengatasnamakan Gerakan Penghijauan Untuk Kehidupan Jember ini juga membawa sejumlah poster bernada kecaman. Poster itu antara lain berbunyi, "Terbukti LMDH dan Perhutani Gagal Membangun Hutan di Jember", "Pecat oknum Perhutani yang terlibat perusakan hutan",
"Tangkap LMDH dan Perhutani Perusak Hutan dan poster lain yang memanaskan institusi Perhutani Jember.
Sejumlah perwakilan warga juga mendesak kepada Perhutani Jember untuk menyampaikan permintaan maaf kepada sejumlah media massa selama tujuh hari berturut-turut atas kesalahan kerusakan tanaman milik warga di hutan lindung. Hal disampaikan Chaidir Abdul Karim yang menurutnya perusakan oleh oknum petugas Perhutani dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sebenarnya sudah terjadi dua kali. Pada tanggal 19 Desember 2007 sebanyak 3.000 pohon cengkeh, apukat, dan kopi rusak dibabat. Menyusul kemudian pada tanggal 4 Januari 2008 yang ada 35 batang pohon kopi yang ditanam warga di wilayah hutan lindung juga rusak dibabat."Oknum petugas itu harus segera ditindak dan kalau perlu dipecat. Agar pembabatan serupa tidak terulang," kata Chaidir Abdul Karim.
Ia juga menambahkan, selama ini warga dan pesanggem sebenarnya sudah memegang surat izin resmi pengelolaan tanaman kopi di hutan dari Perhutani. Hal itu ditindaklanjuti dengan merawat kopi itu dengan baik seperti pula penghijauan yang selama ini terus dilakukan. Ia juga mengungkap, sejumlah kompensasi atas kerugian warga pun harus diperjelas. Sebab warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Peduli Hutan Sukomakmur sudah mengerjakan lahan hutan itu sejak tahun 2003. "Ada dua orang warga divonis satu tahun penjara. Padahal warga itu hanya sebagai merawat kopi. Sementara pejabat asper atau asisten perhutani yang pelaku perusakan tanaman milik warga justru dibiarkan," ungkapnya. Hal yang sama juga dikatakan salah seorang warga, Muhamad. Ia sebelumnya menyatakan mendapat surat dari salah seorang petugas Perhutani sejak Tahun 2000 lalu bernama Damis. Dengan surat itu ia kemudian berani menanami kedelai di areal hutan. Namun saat akan dipanen, justru dirusak
dengan cara membabat oleh sejumlah petugas Perhutani. "Saya tidak tahu-menahu soal surat yang ternyata tidak ada tanda pengesyahannya itu. Yang jelas kami menuntut uang ganti rugi dari Perhutani," ucap Muhammad.Sedangkan Administratur KPH Perhutani Jember Taufik Setiadi mengatakan, ia memang terpaksa melakukan pemotongan sebagian pohon kopi dan
apukat sebab masyarakat dianggap sudah tidak mau menanam tanaman hutan seperti mahoni yang telah disyaratkan oleh Perhutani. "Terbukti di kawasan hutan itu tidak ada sebatang pohonpun tanaman hutan. Padahal warga berada di tengah hutan dan sebenarnya telah menyalahi aturan. Kita yang jelas tidak akan memberi ganti rugi seperti tuntutan warga," timpal Taifik Setiadi.Terpisah, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jember AKP Kholilur Rochman mengatakan, setelah pihaknya memeriksa dokumen yang dibawa pesanggem, ternyata surat ijin tadi tidak syah. Dalam surat itu tidak ada nomor surat dari Perhutani secara resmi. "Tuntutan masyarakat sebenarnya tidak kuat. Kita menduga tindakan masyarakat karena ulah provokator yang tidak tinggal di kawasan hutan
setempat," duga AKP Kholilur Rochman. (p juliatmoko)
1 komentar:
"Menolak Kembalinya ORBA melalui Sakitnya Soeharto"
Pernyataan Sikap Aktivis
Keluarga Besar Universitas
Indonesia 98
(KB-UI 98)
Pemberitaan, eskalasi dan mobilisasi opini yang muncul seputar
krisis kesehatan Soeharto telah menjurus ke arah yang membahayakan
sendi-sendi demokrasi Indonesia. Kami memandang fakta ini dengan
kekhawatiran, oleh karenanya kami menyampaikan
pandangan sebagai berikut:
Pertama, kami menilai bahwa segala upaya itu telah secara sengaja
mengarahkan publik untuk menerima, memaafkan secara sukarela dan
buta kesalahan-kesalahan Soeharto semasa dia berkuasa. Selain itu,
mobilisasi itu juga telah menjungkirbalikan logika dan
menyederhanakan persoalan politik Soeharto menjadi semata-mata
persoalan dan simpati pribadi dengan melupakan peran utamanya selaku
mantan penguasa Orde Baru yang telah memerintah secara otoriter
lebih dari tiga dasawarsa.
Kedua, kami menilai bahwa masalah sakitnya Soeharto ini telah
dimanfaatkan sedemikian rupa tidak hanya untuk memobilisasi untuk
memaafkan Soeharto, lebih dari itu ia juga telah diarahkan untuk
mencetak `cek kosong' buat kroni-kroninya yang selama Soeharto
berkuasa ikut mengambil manfaat dalam penyalahgunaan kekuasaannya.
Ketiga, yang sangat tidak sehat dari segala proses ini adalah adanya
upaya untuk`mencendanakan ' seluruh kehidupan publik. Publik
didorong untuk bersikap senada dan seirama sebagaimana mantan para
pembantu dan orang sekitar Soeharto.
Dengan dasar pandangan di atas kami menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, dengan pengalaman 32 tahun Orde Baru memerintah dan fakta
sepuluh tahun reformasi ini, kami mengajak setiap orang untuk tidak
melupakan dan terus mengingat akibat-akibat kedikatatoran Soeharto
dan kroninya terhadap kehancuran kemanusiaan, ketidakadilan dan
keterbelakangan rakyat selama masa berkuasanya.
Kedua, dengan mengenang seluruh pengalaman tragedi itu, kami menolak
berbagai upaya untuk menyatukan kami dan seluruh rakyat Indonesia
dalam satu kesatuan politik dengan Soeharto dan kroni-kroninya. Kami
dan sebagian besar rakyat Indonesia tidak pernah merasa berhutang
apapun kepada Soeharto dan kroni-kroninya.
Ketiga, pada akhirnya kami mengimbau kepada pemerintahan SBY untuk
tetap berpegang pada amanat reformasi, amanat yang menghantarkan
dirinya dan seluruh kepolitikan saat ini kepada kursi kekuasaanya
sekarang. Kami menuntut pemerintah untuk terus melanjutkan upaya
hukum untuk terus mengungkap berbagai penyalahgunaan kekuasaan
selama Soeharto dan kroninya berkuasa.
Jakarta, 16 Januari 2008
Pendukung:
Abdul Qodir (FH-UI angkatan 96)
Atnike Nova (FISIP-UI angkatan 94)
Budi Arie Setiadi (FISIP-UI angkatan 90)
Daniel Hutagalung (F.Sastra-UI, angkatan 90)
Ikravany Hilman (FISIP-UI, angkatan 92)
Yostinus Tommy (FISIP-UI angkatan 94)
Bivitri Susanti (FH-UI angkatan 93)
Soekarman Dj. Soemarno (F Sastra UI angkatan 90)
Robertus Robet (FISIP-UI angkatan 91)
Emanuel Rahmat (F. Teknik angkatan 94)
Benediktus Dwi (F . Ekonomi angkatan 94)
Firliana Purwanti (F. Hukum-UI angkatan 96)
Samuel Gultom (FISIP-UI angkatan 93)
Hendrik Boli Tobi (FISIP-UI angkatan 91)
Donny Ardyanto (FISIP-UI angkatan 92)
Sahat K Panggabean (F.Sastra angkatan 95)
Satya Utama (FISIP-UI angkatan 94)
Arsil Usman (FH-UI 96)
Derry Irmantara (FISIP-UI 92)
Agus Mediarta (F.Satra angkatan 94)
Tito Sianipar (FISIP-UI angkatan 97)
FX. Supiarso (FISIP-UI angkatan 93)
Aria Perdana (F. Ekonomi UI angkatan 93)
Taufik Basari (F. Hukum angkatan 95)
Rieke Dyah Pitaloka (F.Sastra angkatan 94)
Nugroho Dewanto (FISIP-UI angkatan 89)
Suma Mihardja (F.Hukum-Ui angkatan 92)
Veronika Iswinahyu (FISIP-UI angkatan 97)
Alfani (F.Sastra angkatan 95)
Umar Idris (F.Sastra angkatan 97)
Iin Purwanti (F.Sastra angkatan 96)
Tony Doludea (F. Sastra angkatan 99)
Sugianto (F.Sastra angkatan 90)
Posting Komentar