Sabtu, 04 April 2009

"Notohadinegoro Gate"
Kadishub dan Dirut PDP Jember Jadi Tersangka Sewa Pesawat

Saturday, 04 April 2009
JAKARTA (SI) – Penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana APBD Jember 2002-2007 akhirnya memakan korban.Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan dua pejabat Pemkab Jember dan satu rekanan sebagai tersangka.

Ketiga tersangka itu yakni Sunarsono (Kepala Dinas Perhubungan Jember),Syafril Jaya (Direktur Perusahaan Daerah Perkebunan) dan seorang rekanan berinisial RM (Direktur Aero Ekspres Internasional). Mereka diduga terlibat dalam kasus dugaan penyimpangan perjanjian sewa pesawat yang menggunakan dana APBD tahun 2007.

”Dari hasil penyelidikan kami temukan bukti-bukti awal keterlibatan mereka dalam kasus dugaan penyimpangan dalam perjanjian sewa pesawat yang mengunakan dana APBD,”ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, kemarin.

Dia menjelaskan perjanjian sewa pesawat antara Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dengan Aero Express Internasional (AEI) diduga menyalahi Keputusan Presiden (Keppres) No 80/2008 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan perubahanya No 70/2005 dan nomor 8/2007.

Selain itu, perjanjian itu tidak berpedoman atas Pedoman Kerja Pelaksanaan Tugas dan Pelaksana APBD Tahun Anggaran 2007 Kabupaten Jember. Pedoman pelaksanaan tersebut No 050/024/436.022/2007 tertanggal 17 Januari 2007.

”Perjanjian itu, hanya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Jember MZA Djalal nomor 100/595/ 436.41/2008 tertanggal 26 Juni 2008 dan surat No 100/688/ 436.41.4/2008,”ujarnya. Lebih lanjut Arminsyah mengungkapkan perjanjian sewa pesawat itu ditandatangani pada tanggal 4 Agustus 2008.

Syafril Jaya dan RM membuat perjanjian sewa pesawat udara tipe LETT 410UVP-E dengan nomor kontrak 088/CA/ AEI/PPJ-04/VIII/2008. Ironisnya, perjanjian ini dilakukan tanpa melalui proses tender seperti yang disyaratkan dalam ketentuan perundangan.

Sewa pesawat digunakan untuk melayani penerbangan komersial antara Surabaya- Jember PP. Perjanjian itu, lanjut dia, berlangsung selama 3 bulan. Penghitungan sewa pesawat itu USD2.100 per jam x Rp9000 x 90 jam/bulan x 3 bulan. ”Jumlahnya Rp4.8 miliar,” ujar Arminsyah. Dia melanjutkan, perjanjian sewa pesawat itu hanya berdasarkan kesepakatan antara PPD dan PT Aero Expres Internasional.

”Dengan begitu, kontrak sewa pesawat itu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku,”ujarnya. Terkait pemanggilan tersangka, Arminsyah mengaku tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat. Menurutnya paling cepat para saksi dan tersangka akan dipanggil setelah pemilu.”Karena waktunya sangat sempit,”ujarnya.

Sementara itu Pemkab Jember mengaku kaget dengan adanya dugaan penyimpangan dalam perjanjian sewa pesawat.Pemkab melalui Kepala Bagian Hukum Mudjoko mengaku samasekali belum menerima informasi adanya penetapan tiga tersangka tersebut. ”Kami belum terima info itu dari Kejagung, malah tahunya dari sampeyan,” kata Mudjoko, kemarin saat dikonfirmasi melalui ponselnya.

Dengan penetapan tersangka itu,pihaknya masih menunggu saja dan belum melakukan langkah apapun. ”Belum ada kelanjutan apa yang harus kita lakukan.Sebab surat dari Kejagung secara resmi belum terima,”katanya. Namun demikian dalam perjalanannya jika surat resmi itu sudah diterima, maka akan langsung diberitahukan kepada yang bersangkutan untuk mengambil langkah selanjutnya.

”Kalau sudah, ya kita akan beritahukan ke yang bersangkutan, kita belum belum berani sampaikan dulu sebab belum ada kepastian soal itu,”ujarnya. Sedangkan Kepala Dinas Perhubungan Jember Sunarsono saat dikonfirmasi melalui ponselnya, hanya terdengar nada tidak aktif.

Hal yang sama juga Direktur Utama PDP Jember Syafril Jaya,meski saat ditelepon ponselnya terdengar nada aktif, namun enggan untuk bersedia mengangkatnya. Terpisah,Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jember M Basyar Rifai ternyata juga mengaku belum mengetahui penetapan tiga tersangka pejabat itu.

”Saya sendiri tidak tahu kalau Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka. Saya juga belum tahu kasus itu apakah sudah masuk ke tahap penyidikan atau belum,”kata M Basyar Rifai. Sebelumnya, tim gabungan dari Kejaksaan Agung,Kejaksaan Tinggi Jatim dan Kejaksaan Negeri Jember, melakukan penyelidikan berbagai kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember 2002 hingga 2007.

Selama dua pekan lalu mendalami pemeriksaan sampai pengecekan ke lapangan untuk mengendus dugaan adanya tindak pidana korupsi. Tim juga memfokuskan penyelidikan terhadap kasus bedah rumah tidak layak huni yang dilakukan Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) dan penggunaan dana alokasi khusus (DAK) Dinas Pendidikan Nasional Jember.

Selain itu juga meminta keterangan para penerima dana dan sejumlah staf dari dinas pelaksana proyek, serta melakukan pemeriksaan di lapangan, seperti di Kecamatan Jenggawah dan Tanggul. Proyek bedah rumah menggunakan dana APBD 2006 senilai Rp40 miliar lebih untuk memperbaiki rumah kurang layak huni milik warga miskin sebanyak 20.160 rumah.

Setiap rumah mendapat bantuan Rp2 juta.Proyek tersebut telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan.Dugaan penyimpangan bantuan yakni Rp1,1 juta hingga Rp1,9 juta. Untuk proyek di Dinas Pendidikan Nasional Jember juga terdapat dugaan penyimpangan senilai Rp27,665 miliar digunakan membiayai proyek perbaikan dan pembangunan ruang kelas dan gedung sekolah yang rusak.

Penggunaan itu digunakan untuk pembangunan dan rehabilitasi 4.698 ruang kelas di 13.64 sekolah yang meliputi sekolah dasar, sekolah dasar luar biasa, madrasah ibtidaiyah, dan madrasah tsanawiyah negeri maupun swasta. (adam prawira/p juliatmoko)


Tidak ada komentar:

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter