Harus Begitu !
Desak Pelaksanaan UMK Sarbumusi Ngluruk Disnaker
JEMBER -Puluhan aktivis Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Jember kemarin ngluruk kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Diskankertrans) Pemkab Jember. Mereka mendesak agar upah minimum kabupaten (UMK) sebesar Rp 645 ribu segera dilaksanakan. Dalam aksinya Sarbumusi Jember pawai dengan keliling jalan protokol serta menggelar poster bernada mengecam Kepala Disnakertrans. Sarbumusi menuding Disnakertrans tidak tegas dalam upaya realisasi pelaksanaan UMK kepada sejumlah perusahaan swasta di Jember. Selain itu mereka juga mendesak agar posisi Kepala Disnakertrans M THamrin diganti karena tidak tegas dalam menangani kasus perburuhan."Kalau ada pengusaha yang melanggar ketentuan UMK, berarti dia melakukan tindak pidana kejahatan UU nomor 13 tahun 2003 pasal 90 ayat 1. Mestinya Disnaker juga bisa bertindak tegas," kata Ketua Sarbumusi Jember Iswinarso, (14/1).Saat ngluruk ke kantor Disnakertrans itu, pihak Sarbumusi kecewa karena tidak ditemui M Thamrin karena alasan dinas keluar kota. Selanjutnya Sarbumusi melanjutkan aksinya menuju kantor Pemkab dan DPRD Jember. Sempat akan terjadi kericuhan saat aksi di DPRD, namun kericuhan itu bisa diredam oleh personil polisi yang berjaga disana.Sedangkan Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Pemkab Jember Bambang Edy Santoso mengatakan kalau sosialisasi UMK disejumlah perusahaan sudah dianggap maksimal. Bahkan kata dia ada tiga perusahaan yang terkena sanksi karena tidak sanggup memenuhi UMK dan sekarang sedang meminta penangguhan kepada Pengadilan Negeri Jember."Alasan yang disampaikan perusahaan itu karena jika menggaji sesuai UMK, maka pendapatan akan berkurang. Perusahaan itu bergerak di bidang perkebunan," kata Bambang Edy Santoso. Ia juga menambahkan dalam beberapa bulan ini sudah masuk kurang lebih 10 perusahaan yang didominasi bergerak di bidang perkebunan juga mengajukan penangguhan kesanggupan membayar buruhnya sesuai UMK."Jika tidak menggaji tenaga kerja sesuai UMK, maka akan tegas kami terapkan sanksi jika ada pelanggaran. Sebab resikonya sangat tinggi," katanya. Terpisah, Serikat Buruh Migran Indonesia Cabang Jember melaporkan kasus trafficking yang dialami oleh Rupiah (42) warga Dusun Kasian Desa Serut Kecamatan Panti kepada penyidik Polres Jember dan Disnakertrans Jember. Sedangkan calon tersangka yang dilaporkan itu yakni atas nama Jumino warga RT 03 RW 02 Dusun Pomo Ampel Desa Wuluhan Kecamatan Wuluhan.Koordinator Advokasi dan Fasilitasi SBMI Jember Ahmad Mufti mengatakan, hingga saat ini Rupiah hanya mendapatkan pengobatan ala kadarnya, sebab keluarganya tidak punya uang untuk membawa ke rumah sakit dan hanya bisa membawanya kepada seorang mantri suntik."Tindakan yang dilakukan oleh saudara Jumino adalah tindakan yang melawan hukum sebagaimana yang diamanatkan pasal 2 dan pasal 4 UU nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang serta pasal 4 jo pasal 102 UU nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri," pungkas Ahmad Mufti. (p juliatmoko)
Tragis ! Hutan Masih Gundul, 80 Ribu Bibit Reboisasi Dirusak
JEMBER -Aksi reboisasi kembali menuai hambatan. Pahadal reboisasi itu mengurani dampak bencana yang ditumbulkan hutan gundul. Administratur Perhutani Kelompok Pemangku Hutan (KPH) Jember Taufik Setyadi mengatakan, reboisasi itu ternyata mendapatkan perlawanan dari sejumlah oknum masyarakat. Sedikitnya 80.000 bibit pohon yang telah ditanam oleh Perhutani Jember bersama perangkat desa dan sejumlah elemen masyarakat dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab. Selain itu ban mobil sewaan TNI Angkatan Darat yang digunakan untuk reboisasi di Desa Baban Silosanen Kecamatan Silo ternyata diduga digembosi warga. Ban mobil ditancapi paku sehingga harus ditambal. Padahal mobil itu berada di pedalaman dan sangat jauh dari bengkel penambalan ban. "Ada masyarakat yang sepertinya tidak setuju dengan program reboisasi. Masyarakat ada yang ingin sertifikasi tanah milik Perhutani dan dijadikan lahan pertanian. Padahal areal yang direboisasi itu berada di kawasan yang miring yang rawan ancaman bencana banjir dan longsor," kata Taufik Setyadi, (14/1). Ia juga mengaku menyesal dengan aksi perusakan dan penggembosan oleh masyarakat dalam menggagalkan reboisasi. Padahal reboisasi akan menghindarkan masyarakat dari ancaman bahaya banjir dan longsor. Sedangkan hasil hutan bisa dipetik masyarakat. "Padahal keinginan masyarakat untuk sertifikasi tanah itu tidak akan mungkin bisa. Sebab lahan itu milik negara. Meski lahan yang dirusak masyarakat telah mencapai 80.000 pohon dan seluas sekitar 400 hektar, kami terus melakukan reboisasi di kawasan itu," tandasnya.Sedangkan Kepala Desa Harjomulyo Jaelani mengatakan yang dilakukan warganya akibat aksi provokasi sebuah Lembaga Swadaya Maysarakat berinisial Pjr. "Mereka diduga menghasut warga untuk menggagalkan reboisasi. Dalihnya, lahan dikuasai Perhutani dapat disertifikasi warga. Bahkan untuk melakukan sertifikasi warganya telah ditarik iuran sebesar Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu per hektarnya," kata Jaelani.Ia juga menduga alasan lain yakni LSM itu mengklaim dapat izin Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan sertifikasi. Padahal selama ini BPN mengaku tidak pernah menerjunkan anak buahnya ke Baban Silosanen. "Kita akan cari bukti dulu atas aksi perusakan dan penggembosan yang diduga dilakukan LSM itu. Kita juga akan melaporkan perkara itu ke polisi agar tidak merugikan warga," ujarnya. (p juliatmoko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar