Jancok ! Isin Rek.....
Palsu Tanda Tangan Kadispendik, Oknum Wartawan Dicokok
JEMBER - Memalukan. Setidaknya tabiat itu dilakukan oknum wartawan tabloid mingguan "Prestasi" Edy Pamungkas (25) yang berhasil dicokok Polres Jember karena memeras seorang anggota Komite SD NU Walisongo Kecamatan Wuluhan, Samsuri. Edy yang memiliki nama asli Edy Haryono ini ditangkap di rumah Samsuri karena sengaja dijebak untuk mencegah tindakan kriminal yang lebih parah. Kapolsek Wuluhan AKP Hadi Siswoyo mengatakan, warga asal Desa Kemuning Kecamatan Jenggawah yang nge-kos didaerah kampus Jl Karimata Kecamatan Sumbersari ini terbukti telah melakukan pemersasan pada Samsuri sebanyak Rp 5 juta. Tidak hanya itu, modus yang digunakan ternyata pelaku yang jebolan IKIP PGRI Jember ini juga memalsu tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan sekaligus memalsu stempel institusi pendidikan tersebut. Dari tangan terangka, polisi menyita kartu tanda wartawan yang memuat foto Edy dengan topi koboi, sejumlah kuitansi, alamat dan nomor telepon pejabat pemerintahan dan perangkat desa serta uang hasil rampasan dari Samsuri."Modus itu berhasil kita ungkap saat Edy menawarkan bantuan pencairan dana dari Dispendik Jember dengan mengajukan proposal perbaikan gedung sekolah. Jumlah dana yang dia janjikan berhasil untuk dicairkan sebesar Rp 200 juta," kata AKP Hadi Siswoyo, kemarin.Dari uang sebear itu, Edy yang ternyata sudah dipecat dari karyawan wartawan tabloid area Jember tempat ia bekerja itu meminta paksa komisi sebesar Rp 12 juta kepada Samsuri. "Dia kita tangkap sebelum proposal diberikan kepada pihak Diknas, Edy memeras Rp 5 juta kepada Samsuri. Yang jelas kasus ini akan terus kita usut, siapa tahu ada pihak lain yang juga terlibat pasal pemalsuan surat dan pemerasan ini," tandasnya. Selain itu, polisi juga akan melakukan penyidikan lebih lanjut untuk mengetahui siapa saja yang sudah menjadi korban pemerasan oleh oknum wartawan ini.Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Jember Achmad Sudiyono mengaku jengkel dengan ulah oknum wartawan itu. "Kita prihatin, kok ada wartawan yang seperti itu. Biar polisi nanti yang mengusut dan menyelesaikan kasus itu," kata Achmad Sudiyono sambil mengelus dada. (p juliatmoko)
Benarkah ?
10 Ribu Desa Dibentuk Lembaga Usaha Tani
JEMBER-Ditargetkan dalam setahun kedepan ada 10 ribu desa akan dibentuk dan dikembangkan menjadi lembaga usaha petani. Masing-masing desa nantinya akan mendapatkan modal awal sekitar Rp 100 juta agar petani kedepan tidak lagi tergantung pada tengkulak. Demikian dikatakan Menteri Pertanian Anton Apriyantono saat berdialog dengan para petani, birokrat dan mahasiswa sebelum meresmikan Laboratorium Pengembangan Somatic Embryogenesis Kantor Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Kabupaten Jember, kemarin."Masalah sulitnya petani mendapatkan pupuk seringkali dimanfaatkan oleh para tengkulak dengan cara menukar hasil panen. Jadi di tingkat petani perlu dilakukan perbaikan agar keuntungan dari hasil pertanian agar bisa dinikmati sendiri, bukan dinikmati tengkulak," kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono.Dalam kesempatan itu, menteri pertanian juga mendapatkan keluhan dari sejumlah petani terkait persoalan distribusi pupuk. Salah seorang Ali
Hasan asal Desa Mlokorejo Kecamatan Puger mengatakan, ia mengeluhkan adanya anggaran dari dinas pertanian Jember yang tidak pernah sampai pada tangan petani. "Padahal anggaran dari pusat ada. Belum lagi, soal pupuk yang tiap musim tanam selalu mengalami kelangkaan. Kita juga mengeluhkan adanya penangkar benih ang nakal karena mencantumkan label dan sertifikat namun tidak resmi," kata Ali Hasan.Sedangkan Ketua Umum Petani Kakao Indonesaia M Hasyim mengeluhkan kurang pedulinya pemerintah dalam melibatkan petani dalam kebijakan revitalisasi perkebunan yang nilainya miliaran rupiah."Kita minta agar secara organisasi dilibatkan dalam revitalisasi perkebunan. Bahkan soal revitalisasi itu kita baru dengar sekarang," ujar M Hasyim. Belum lagi kata dia soal banyaknya bibit kakao dan kopi yang bagus, namun dikalangan petani justru bibit unggulan itu malah tidak ada dan yang paling banyak bibit jenis campuran. "Dengan bibit campuran itu, mutu produksi kakao petani jelas akan rendah. Hasilnya produksi kakao petani masih rendah dibanding dengan milik perkebunan," ujarnya. Menanggapi keluhan para petani itu, Anton Apriyantono persoalan pupuk sebenarnya cukup kompleks. Mulai dari masih tingginya subsidi pada pupuk jenis Urea, kendala penggunaan pupuk berimbang, kendala tansportasi karena bencana, serta masih sulitnya mengatur quota pupuk per-bulan. "Quota pupuk per tahun cukup. Namun alokasi kebutuhan bulanan harus diperbaiki, sebab kebutuhan pupuk melonjak 60 persen di musim hujan, sehingga ada ketidakcocokan dengan alokasi," katanya. Ia juga berjanji akan mreekomendasikan agar pemerintah melakukan larangan ekspor pupuk urea karena keluhan petani soal kelangkaan pupuk yang masih sering terjadi setiap tahun. "Sebenarnya produksi urea berlebih. Sebagian kelebihan ini diekspor ke negara lain. Kita minta sebentar lagi pemerintah tidak mengizinkan ekspor pupuk, namun pemenuhan kebutuhan dalam negeri harus didahulukan dengan pengaturan yang lebih baik," janji Anton Apriyantono. (p juliatmoko)
Aneh banget Dech... Ambil Jenazah Kok Pakai Jaminan BPKB
JEMBER- Pelayanan RSUD dr Subandi Jember kembali dikeluhkan. Pasalnya salah seorang kerabat pasien meninggal, Santoso (61) warga Jl Udang Windu Kelurahan Mangli Kecamatan Kaliwates merasa dipersulit untuk mengambil jenazah. Kejadin itu berawal ketika kerabat Santoso meninggal akibat penyakit stroke pada dua hari lalui dan kemudian jenazahnya tidak bisa dibawa pulang dari rumah sakit untuk dimakamkan. Sebab pihak RSUD dr Subandi mengatakan jika tidak ada jaminan berupa Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) sepeda motor, maka jenazah tidak bisa dibawa pulang."RSUD dr Soebandi kok kini mirip perusahaan pembiayaan, padahal kami menginginkan jenazah kerabat dipulangkan," kata Santoso, kemarin. Santoso juga mengaku selama ini keluarganya tergolong tidak mampu. Namun oleh pihak rumah sakit justru untuk mengambil jenazah saja dipersulit. "Rumah sakit minta jaminan BPKB sepeda motor dan jenazah baru bisa dapat diambil hari ini. Jika kartu Askeskin sudah disetujui oleh perusahaan askes, maka kata pihak rumah sakit jenazah bisa dipulangkan," ujarnya.
Sedangkan, salah seorang yang menjadi Pekerja Sosial masyarakat (PSM) Heri Mukhlis mengatakan, pihaknya menyesalkan adanya tindakan yang dilakukan oknum petugas RSUD dr Subandi Jember. "Tindakan untuk mngambil jenazah dengan jaminan BPKB mestinya tidak perlu dilakukan petugas rumah sakit. Itu mencerminkan tidak punya nurani," keluh Heri Mukhlis.Ia juga mengatakan, sebelumnya dia sudah menyampaikan jika keterangan Santoso sebagai warga miskin sudah dikuatkan oleh surat dari lurah dan camat setempat. Sayangnya, petugas tetap saja tidak menghiraukan dan melarang jenazah dibawa pulang. Selain itu, petugas rumah sakitpun telah mengetahui jika awal masuk Santoso dikenal sebagai kelompok masyarakat miskin. "Surat-surat keterangan maskin seperti kartu keluarga miskin sebenarnya sudah menjadi bukti ketika masuk ke rumah sakit. Untuk membayar biaya tiket senilai Rp 19.000, Santoso terpaksa meminjam dari para tetangga," katanya.
Wakil Direktur RSUD Soebandi dr Bagas Kumoro saat dikonfirmasi mengatakan, untuk memulangkan jenazah yang meninggal setelah dirawat dirumah sakit itu tidak harus menggunakan jamimam BPKB sepeda motor atau surat berharga lainya."Cukup menggunakan kartu tanda penduduk sebenarnya sudah bisa. Tetapi resikonya dikhawatirkan seperti pasien sebelumnya yakni warga yang sakit tidak kembali lagi dan memilih membiarkan KTP ditahan di rumah sakit. Jadi kami yang akan kelabakan," kata Wakil Direktur RSUD dr Subandi Jember Bagas Kumoro.AIa juga menambahkan, mulai bulan Oktober 2007 hingga bulan Pebruari 2008 ini sudah tercatat sebanyak 9 KTP yang ditinggalkan oleh pasien yang enggan menyelesaikan administrasinya. Padahal kata Bagas mereka sudah menggunakan kartu jaminan Askeskin. "Untuk pembiayaan sejak Januari 2008 pengganti pembiayaan pasien dari keluarga miskin tidak lagi ditanggung lewat kartu Askeskin. Tapi itu akan menjadi tanggung jawab Depkes langsung, sedangkan pihak Askeskin berifat speengetahuan saja," katanya. (p juliatmoko)
Demo Pelecehan Seksual, Eh... Aktivis Perempuan Malah Jadi Tersangka
JEMBER - Menyusul aktifitas demonstrasi terhadap salah seorang tenaga dosen di STAIN Jember beberapa pekan lalu, salah seorang aktifis dari Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember kini statusnya justru menjadi tersangka. Status itu melekat pada Halimatus Sadiyah saat menjadi koordinator demo dugaan pelecehan yang dilakukan oleh dosen STAIN Jember Subakri. Sedangkan Subakri merasa tidak terima dengan demo GPP Jember dan akhirnya balik melaporkan Halimatus ke Polres Jember dengan tuduhan pencemaran nama baik. Salah seorang akttifis GPP Jember Sri Sulistyani mengatakan, status tersangka terhadap Halimah itu diketahuinya saat Polres Jember mengirimkan surat pemberitahuan pemanggilan pada 28 Januari lalu."Kita tidak terima dengan status Halimah yang justru menjadi tersangka. Sebab dalam kasus yang bersamaan, kita juga melaporkan pelecehan seksual terhadap Subakri pada 8 siswa kepada polisi," kata Sri Sulistyani, Kamis (14/2). Ia kemudian mendesak pada Polres Jember dengan pertimbgangan hukum agar polisi menghentikan penyidikan kasus pencemaran nama baik dan lebih mendahulukan kasus pengaduan pelecehan seksual."Sekarang kita didukung oleh kurang lebih 10 pengacara untuk membela Halimah. Kita juga mendapat keluhan dari korban pelecehan seksual karena ada intimidasi dan ancaman dari orang tidak jelas," ujarnya.Sedangkan si pelapor Subakri tetap meminta agar polisi mengusut kasus tuduhan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh GPP Jember. Subakri geram dan tidak menerima kabar itu sekaligus melaporkan tuduhan dugaan pencabulan itu kepada Polres Jember.
"Saya samasekali tidak pernah berbuat cabul seperti yang diungkapkan GPP. Jelas saya tidak terima dan sudah saya laporkan pencemaran nama baik saya ke polisi," kata Subakri.Ia juga menilai isu yang dihembuskan pihak GPP itu adalah cara untuk menghabisi karirnya sebagai salah seorang instruktur di STAIN Jember. Dalam laporan polisi bernomor STPL/577/XI/2007/Polres itu meminta agar koordinator aksi GPP, Halimatus Sadiyah untuk mencabut pernyataan soal pencabulan yang telah dibeber dan diekspos disejumlah media cetak dan elektronik. (p juliatmoko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar