Minggu, 03 Agustus 2008






JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC JFC

JFC 7 Sentil Global Warming

JEMBER - Jember Fashion Carnaval ke-7 kembali menghentak warga Jember. Even tahunan yang dikabarkan membosankan ternyata hanya isapan jempol. JFC 7 yang diawali pembukaan marching band ini ternyata masih mampu menyedot perhatian ribuan warga. Terbukti, even yang bebarengan dengan Bulan Berkunjung ke Jember pada Agustus ini ditonton oleh warga lokal sekitar Jember maupun luar kota hingga sjumlah turis manca negara. JFC kali ini JFC tahun ini mengusung tematik kepedulian terhadap ancaman Global Warming atau pemanasan bumi secara global yakni World Evolution."Tema ini sebagai respon atas keprihatinan kondisi alam di bumi yakni pemanasan global," kata Presiden JFC 7 Dynand Fariz, kemarin. Ajang "fashion jalanan" mirip karnaval di Rio De Jenearo ini memilki catwalk sepanjang 3,6 kilometer dan even ini sudah kesekian kalinya sukses digelar dan pada tiap tema selalu mengusung hal-hal yang baru dan inovatif. "Seperti tema Archipelago Papua yang erat dengan kreatifitas seni budaya Papua sebagai salah satu defile. Nuansa neoheritage harus dilestarikan dan dikembangkan ke dunia mode internasional," ujarnya. JFC 7 ini nanti mengusung 9 defile yang mengambil inspirasi perubahan bumi karena perilaku manusia yang tidak terkendali diantaranya, defile Archipelago Papua, Barricade, Off Earth, Gate-11, Roots, Metamorphic, Undersea dan Robotic.Peserta JFC 7 ini akan mengikutsertakan sekitar 450 peserta untuk seluruh defile yang tiap kostumnya dibuat sendiri oleh peserta. Selain itu juga ada sekitar 50 peserta marching band JFC yang turut membuka awal defile. "Even ini ditonton banyak orang dan diliput banyak media lokal sampai internasional, apalagi bebarengan dengan even Bulan Berkunjung ke Jember 2008. Semoga saja kota kecil ini menjadi kota karnaval fashion dunia," ujarnya. JFC ini juga menampilkan eksotika pesona alam, budaya, suku-suku serta tradisi masyarakat Papua yang terancam kerusakan dan kepunahan akibat tingkah laku manusia yang tidak terkendali. "JFC mengajak semua pihak untuk melestarikan dan mengangkat kembali citra Papua sebagai salah satu bagian dari budaya Indonesia yang dikemas dengan konsep inovatif dalam nuansa neoheritage yang harus dilestarikan dan dikembangkan ke dunia Internasional dengan presentasi modern, atraktif dan dinamis," imbuhnya. JFC 7 dibuka langsung oleh Bupati MZA Djalal dengan start dihalaman depan Kantor Pemkab Jember dengan peserta mayoritas kalangan pelajar ini yang menampilkan kreasinya dengan berbagai macam mode lingkungan. Merespon Global Warming itu, seluruh peserta menggunakan bahan berasal dari limbah, namun dengan sentuhan yang cukup artisitik ternyata mampu menghasilkan mode yang mendunia. "Ini kelebihan JFC yang tidak bisa ditiru oleh fashion-fashion manapun. Sangat memukau dan menyentuh hati para penonton dengan isu-isu lingkungan," kata Bupati Jember MZA Djalal yang duduk dikursi tribun VVIP.JFC ini diharapkan bukan hanya milik Jember, tapi kata dia sudah milik Indonesia untuk dunia. Dengan tekad menjadikan Jember sebagai The World Fashion Carnival City, JFC ini akan mampu menyedot perhatian. Salah seorang anggota komunitas fotografer Indonesia yang bertinggal di Jakarta, Vieldhie Fukumoto sampai merelakan untuk berkunjung ke Jember hanya untuk menyaksikan dan mengabadikan momen spektakuler ini. Dia bersama sejumlah temannya lengkap dengan peralatan fotografi membidik satu demi satu momen JFC hingga tak ada satupun gerak defile yang terlewatkan. "Memang sih di Jember ada BBJ, tapi yang kita tahu kok JFC-nya ya ? . Tapi itu tidak masalah, yang penting bisa berjalan sinergis. Saya baru pertama kali menonotn JFC, tidak nyangka kalau evennya sebesar ini," kata Vieldhie Fukumoto yang rencananga akan mengabadikan hasil jepretannya dan memampangnya dalam situs blog pribadinya. Sedangkan budayawan Jember Ayu Sutarto yang juga staf pengajar di Fakultas Satsra Universitas Jember mengatakan, warga Jember mampu menerima adanya tren JFC itu. Padahal di Jember banyak ulama dengan kultur religius ternyata banyak kalangan yang bisa menerima perubahan. Dalam pandangan pengajar Folklor dan Pengantar Penelitian Kebudayaan Universitas Negeri Jember itu, Jember tidak mempunyai akar budaya Jawa dan Madura yang kuat. Maka kata dia tumbuhlah kemudian budaya hibrida, kultur silang yang hasilnya bisa seperti JFC itu. "Akar budaya yang tidak kuat maka masyarakat seperti anak-anak muda, dengan mudahnya menerima fenomena peradaban yang bisa dianggap mengglobal ini," terang Ayu Sutarto. (p juliatmoko)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

JFC is fantastis event...!!

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter