Selasa, 20 Januari 2009


Komisi D Panggil Tertutup Dirut RSUD Subandi
Polisi Belum Tentukan Tersangka

JEMBER - Akhirnya baru kemarin Komisi D DRPD Jember memanggil Direktur RSUD Subandi menyusul kasus adopsi ilegal. Sayangnya pemanggilan itu dilakukan dalam rapat dengar pendapat secara tertutup bagi wartawan. Dalam pertemuan itu, tidak hanya Dirut dr Yuni Ermita saja yang datang, namun wakil direktur dr Bagas Kumoro, Kepala Bidang Pelayanan Medis dr Arif Setyo Argo, tim dokter operasi dr Ndang serta Mudjoko Kepala Bagian Hukum Pemkab Jember. Dari pantauan, pertemuan itu hanya dihadiri sekitar 6 anggota Komisi D. Direksi RSUD Subandi tetap saja memberikan penjelasan pada anggota dewan kalau adopsi itu sudah sesuai prosedur dan sudah disetujui orang tuan korban. Dari luar ruangan sesaat terdengar sayup-sayup suara tertawa dari kalangan anggota dewan.Usai pertemuan, Dirut RSUD Subandi Jember dr Yuni Ermita tampak bungkam ketika diwawancarai wartawan. Itu tidak seperti biasanya sebelum dipanggil dewan. "Monggo ke pak Ulum saja, saya sudah memberikan penjelasan. Maturnuwun-maturnuwun...," kata dr Yuni Ermita, kemarin. Sikap bungkam itu juga ditunjukkan oleh Mudjoko yang tidak mempersilahkan peralatan rekam wartawan diberikan padanya. Sedangkan Ketua Komisi D DRPD Jember Miftahul Ulum menyampaikan maklum dalam pertemuan yang digelar tertutup tersebut. "Ada beberapa hal penting dan privasi yang tidak perlu diketahui publik. Untuk soal adopsi, memang rumah sakit salah ketika memfasilitasi adopsi," kata Miftahul Ulum. Menurut dia, proses adopsi itu mestinya melibatkan Pengadilan Negeri serta Dinas Sosial. Sementara kasus yang sudah masuk ranah hukum karena dilaporkan ke Polres Jember, Ulum tidak banyak memberikan penjelasan. "Kami tidak akan mencampuri proses hukum kasus adopsi ini, biar itu ditangani aparat hukum saja," ujarnya. Selain itu, kasus adanya kasus yang diduga adopsi ilegal itu yang dipersalahkan adalah soal pendataan warga miskin yang mestinya mendapatkan jatah jaminan kesehatan masyarakat di RSUD Subandi Jember. Untuk Jamkesmas Jember jatahnya sebenarnya ada sekitar 695.360 warga miskin, sedangkan yang dicairkan hanya 682.299 warga miskin. Artinya masih kurang sekitar 13.061 warga miskin yang belum merasakan dana Jamkesmas. "Di RSUD Subandi setiap hari ada sekitar 40 persen warga miskin yang ternyata masih belum terkover Jamkesmas," katanya. Dalam APBD 2008-2009 RSUD yang mendapatkan jatah untuk meringankan pasien warga miskin, dari 3 RSUD ternyata hanya satu yakni RSUD Subandi Jember yang mendapatkan kucuran dana sekitar Rp 800 juta. "Dengan dana sekecil itu maka setahun saja bisa habis. Mestinya tiga rumah sakit itu mendapatkan tambahan dana Rp 8 miliar," katanya. Seperti diketahui, orang tua korban adopsi ilegal Kholik Priyanto dan Siti Fatimah warga Arjasa yang bayinya merasa diadopsi secara ilegal oleh RSUD Subandi telah melaporkan kasus itu ke Polres Jember. Kholik saat itu diminta tanda tangan dengan paksa sebuah surat, kalau tidak diselesaikan biaya persalinan bayinya, maka diancam akan diberita acarakan atau dipolisikan oleh seorang bidan bernama Rini.Terpisah, Kasat Reskrim Polres Jember AKP Kholilur Rochman mengatakan, kemarin pihaknya telah memeriksa 4 staf RSUD Subandi Jember secara maraton. Pemeriksaan itu termasuk bidan Rini yang selama ini diakui Kholik melakukan intimidasi pemaksaan tanda tangan adopsi ilegal."Kita masih merampungkan 12 saksi, sakai semuanya yang akan diperiksa ada 19 orang. Kita akan terus kumpulkan alat bukti untuk ungkap kasus ini," kata AKP Kholilur Rochman. Dalam kasus ini polisi menggunakan Undang-undang Perlindungan Anak pasal 72 dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda 500 juta. "Yang jelas, kami akan diusut siapa nantinya akan menjadi tersangka, yang paling bertanggungjawab nanti akan menjadi tersangkanya," ujarnya. (p juliatmoko)



Polres Dideadline Pekan Ini Tentukan Tersangka
Kasus Adopsi Ilegal di RSUD Subandi

JEMBER- Pendamping korban kasus adopsi ilegal di RSUD Subandi Jember terus mengawal ketat pengusutan yang sudah masuk jalur kepolisian. Koordinator LSM Gempar Jember Anshori bahkan mengatakan, pihaknya tidak akan lengah untuk mengawasi perjalanan kasus yang diduga melibatkan sindikat perdagangan bayi ilegal. "Kita berharap pekan ini Ditur Subandi sudah dihadirkan untuk pemeriksaan. Kalau perlu dalam pekan ini pula, polisi sudah mengantongi tersangkanya," kata Anshori, kemarin. Dia menambahkan, selain mendesak agar polisi mengusut tuntas hingga ke meja pengadilan, dia juga meminta agar Komisi D DRPD Jember segera memanggil Direksi RSUD Subandi Jember. "Secara kepegawaian dan tugas kemanusiaan, mestinya Komisi D tanggap dengan persoalan ini. Setidaknya memanggil dalam dengar pendapat untuk menjelaskan duduk perkara yang mengorbankan warga tidak mampu yang akhirnya nyaris kehilangan bayinya itu," katanya. Seperti diketahui, orang tua korban adopsi ilegal Kholik Priyanto dan Siti Fatimah warga Arjasa yang bayinya merasa diadopsi secara ilegal oleh RSUD Subandi telah melaporkan kasus itu ke Polres Jember. Kholik saat itu diminta tanda tangan dengan paksa sebuah surat, kalau tidak diselesaikan biaya persalinan bayinya, maka diancam akan diberita acarakan atau dipolisikan oleh seorang bidan bernama Rini. Sayangnya, bidan Rini hingga kemarin bekum dipanggil untuk pemeriksaan. Yang dipanggil untuk saksi pelapor sejauh ini polisi masih memeriksa orang tua korban Kholik Priyanto-Siti Fatimah, LSM Gempar Anshori dan Ketua Komisi A DPRD Jember Abdul Ghafur. Sayangnya saat Komisi D dikonfirmasi, hingga kemarin beum menyatakan sikapnya secara kelembagaan keterwakilan rakyat. Hanya saja, sejumlah anggota Komisi D bergeming menunggu sikap ketuanya yakni Miftahul Ulum yang juga anggota PKB Jember itu untuk membahas kasus itu. Padahal, DPC PKB Jember melalui Sekretarisnya, Ayub Djunaidi telah menginstruksikan kepada fraksinya untuk menyikapi kasus adopsi ilegal itu. "Jelas, kami prihatin dengan kasus ini. Kita sudah intruksikan FKB melalui Komisi D agar memanggil direktur RSUD, ini sangat memalukan dan mencoreng pelayanan umum rumah sakit," kata Ayub Djunaidi. Selain itu, dia juga meminta kepada kepolisian segera mengungkap kasus ini dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. "Bupati sebagai atasan direktur juga harus ada tindakan tegas. Secara moral, Bupati Jember ikut bertanggungjawab, jadi sampai saat ini dia jangan diam saja," katanya. Sementara Dirut RSUD Subandi Jember dr Yuni Ermita dalam pernyataannya didepan wartawan mengaku siap jika bupati mencopot jabatannya kalau terbukti salah dalam kasus ini. "Saya siap dicopot, sebab yang mengangkat saya adalah bupati dan saya pegawai negeri," katanya sambil matanya berkaca-kaca akan meneteskan air mata. Namun dr Yuni yang belum setahun menjabat ini juga secara terang-terangan mengaku kalau pihaknya menyediakan diri sebagai fasilitator pengadopsian anak pasangan Kholik Priyanto - Siti Fatimah itu. Soal janggalnya surat yang ditandatangani Kholik dan istrinya, kata dr Yuni Ermita tidak adanya tanda tangan saksi dan tanggal surat disebabkan petugas RSUD yang bukan orang hukum. "Secara lisan suaminya juga ngomong ke Bu Bidan, kalau mau ada yang mengambil anaknya silakan. Syaratnya, biaya bersalin dan perawatan di RSUD ditanggung pihak yang hendak mengadopsi, kami hanya memfasilitasi proses adopsi," ujarnya. Dalam kasus ini, dia mengaku sudah memanggil bidan Yuni maupun bahahan dia untuk memberikan penjelasan adopsi bayi yang dianggapnya sudah legal. (p juliatmoko)



Over Stay 11 Tahun, Warga Bangladesh Dideportasi

JEMBER- Seorang warga Bangladesh diamankan di Kantor Imigrasi Kabupaten Jember Jawa Timur. Pasalnya dia diketahui sudah 11 tahun over stay atau tidak memiliki izin tinggal resmi dari Kedutaan Besar Bangladesh. Kepala Kantor Imigrasi Jember Jon Rais mengatakan, warga itu bernama Abul Hossain yang selama 11 tahun tinggal di Gempol Pandansari RT 6 RW 14 Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. "Kini dia sudah kami amankan di ruang litensi Imigrasi Jember, untuk dibuatkan berita acara dan selanjutnya diproses ke Imigrasi Jawa Timur," kata Jon Rais, kemarin. Jika dalam waktu dekat surat izin tinggal di Indonesia itu tidak diurus, maka Abul Hossain akan diancam dideportasi ke negara asalnya. Abul Hossain yang kini memiliki dua anak itu mengaku bisa masuk ke Indonesia tahun 1998 dengan paspor nomor P0050520 sampai dengan 28 Pebruari Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Bangladesh di Jakarta. Pada tahun 1998 dia melalui Bandara Juanda melalui Kuala Lumpur Malaysia. Sesampai di Terminal Bungurasih Surabaya mengaku tas dan dokumen perjalanannya hilang. Namun dia tidak melaporkan ke kepolisian setempat. Selanjutnya dia menikah tahun 2000 dengan Tuminah di KUA Senduro Lumajang namun memalsu identitas dan mengaku sebagai WNI kelahiran Lumajang. "Abul tinggal di Lumajang bersama mertuanya dan bekerja sebagai penjual kayu dan memulai bisnis pupuk. Berdasarkan informasi masyarakat itulah, yang bersangkutan yang tidak memiliki izin tinggal resmi ini kami proses hukum," kata Kepala Bidang Wasdakum Imigrasi Jember Hasrullah. Sejauh ini kata dia Kantor Imigrasi Jember sudah mengamankan sekitar 18 WNA pada tahun 1998 dan 1 WNA pada tahun ini yang tidak memiliki izin tinggal resmi di Wilayah Imigrasi Jember meliputi Kabupaten Lumajang, Banyuwangi, Situbondo dan Bondowoso. Kebanyakan kasus itu berada di Kabupaten Banyuwangi dan didominasi warga negara Malaysia, Myanmar dan Malaysia. "Dari kasus itu WNA masuk melalui kenalan dengan warga Indonesia saat bekerja sebagai TKI di luar negeri. Kemudian dibawa ke dalam negeri namun tidak memiliki dokumen resmi," ujarnya. Sementara menutur penuturan Abul Hossain, dirinya sudah berniat untuk menjadi WNI namun belum sempat mengurusi dokumen resmi. "Saya kasihan kedua anak saya dan istri kalau ditinggal ke Bangladesh lagi. Saya senang tinggal di Indonesia dan tidak kembali ke Bangladesh," kata Abul Hossain. (p juliatmoko)



Partisipasi Politik Pemilu Diprediksi Masih Rendah

JEMBER- Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jember memperkirakan partisipasi pemilih dalam pemilu nantinya masih rendah. Padahal kualitas pemilu, salah satunya ditunjukkan dengan tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan saat memberikan hak suaranya. Manager Monitoring KIPP Jember Achmad Faidy Suja'ie mengatakan, berdasarkan data KPUD Jember menunjukkan tren jumlah golput terus meningkat dari pemilu ke pemilu. "Pada pemilu legislatif tahun 2004, dari 1.625.148 pemilih, angka golput 300.606 pemilih atau 18,4 persen. Dari daftar pemilih tetap 1.629.605 pada Pilpres tahap pertama, angka Golput sebesar 405.692 atau 24,8 persen," kata Achmad Faidy Suja'ie, kemarin.Angka itu kata mantan Ketua PC PMII Jember ini kembali meningkat pada Pilpres tahap kedua yakni sebesar 28,9 persen atau 474.972 dari 1.641.677 pemilih. Sedangkan pada Pilkada Bupati Jember 2005, peningkatan terus berlanjut yakni sebesar 35,9 persen atau 538.119 dari jumlah pemilih 1.621.566 pemilih. "Bahkan pada Pilgub Jatim tahap pertama angka golput kembali naik sebesar menjadi 51,4 persen dan hanya naik tipis pada putaran kedua yakni 52,2 persen atau 87.558 pemilih yang tidak hadir ke TPS dan suaranya tidak sah," jelas mahasiswa Fisip Unej ini. Semakin meningkatnya apatisme pemilih kata dia ditunjukkan dengan peningkatan terus menerus angka golput di Jember menunjukkan semakin melemahnya ekspektasi mereka terhadap hasil–hasil pemilu terhadap perubahan yang diinginkannya. "Atau bisa jadi karena aspirasi yang disalurkannya menjadi tidak sah saat di bilik suara. Kita mendesak agar KPU maupun Panwas melakukan sosialisasi Pemilu 2009 lebih gencar lagi," tandasnya. Sedangkan Ketua KPUD Jember Sudarisman mengatakan, persoalan rendahnya partisipasi politik karena dipengaruhi banyak faktor. "Kedepan kita akan menggencarkan sosialisasi pemilu sampai teknis pencoblosan. Bahkan dilakukan tidak hanya di kota, namun sampai pelosok desa," kata Sudarisman. (p juliatmoko)

Tidak ada komentar:

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter