Rabu, 14 Januari 2009




RSUD Subandi Jember Diduga "Praktek" Penjualan Bayi
Direktur Ikut Terlibat ?

JEMBER- Sungguh mengenaskan. RSUD Subandi Jember yang mestinya memberikan keringanan biaya kesehatan pada keluarga miskin, namun kenyataanya justru diduga kuat melakukan "praktek" penjualan bayi. Bahkan rumah sakit berbadan layanan umum ini
bisa disebut ada dugaan memfasilitasi praktek adopsi ilegal. Derita itu dialami Siti Fatimah warga Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa yang kemarin bak drama sinetron ketika berhasil
mendekap bayi laki-laki mungilnya. Dia telah berpisah dengan bayinya sebulan lalu. Kasus ini muncul ketika Siti Fatimah tidak mampu membayar biaya persalinan operasi caesar anak pertamanya yang mencapai belasan juta rupiah. Awalnya Siti akan melakukan persalinan di Puskesmas, namun karena ada kesulitan maka akhirnya dirujuk ke RSUD Subandi Jember. Selanjutnya pada 13 Desember 2008, dia ke RSUD Subandi dalam keadaan tak sadarkan diri. Sehari kemudian Fatimah yang buta huruf ini langsung dimintai tanda tangan untuk menjalani operasi bedah cesar. Bayinya lahir sehat diberi nama Muhammad Adhar. Tanpa sepengetahuan dia, tanda tangan itu salah satunya ternyata berisi permintaan adopsi bayi yang prosedurnya diduga ilegal. "Rumah sakit mananyakan biaya perawatan. Tapi saya tidak punya uang dan minta menunggu kiriman dari suami saya. Saya tidak merasa memberikan bayi saya pada orang lain dan saya dipersulit untuk meminta bayi saya," kata Siti Fatimah, kemarin. Tanda tangan surat itu ternyata diketahui seorang pegawai rumah sakit bernama Rini. Setidaknya ada dua buah surat mirip kwitansi pembayaran masing-masing berisi biaya perawatan Rp 2,65 juta dan Rp 5 juta. Meski Siti buta huruf, namun isi surat itu tak dibacakan si pegawai itu. Fatimah hanya
diberitahu kalau bayinya dititipkan di RSUD dan boleh pulang ke rumah tanpa dimintai uang. Akhirnya kemarin siang hingga sore, Siti menunggu bayinya untuk diambil kembali. Siti tidak sendirian, namun dibantu Ketua Komisi A DPRD Jember Abdul Ghafur dan LSM Gempar Jember Anshori . "Saya memang merasa tidak pernah mengizinkan anak untuk dirawat orang lain," katanya.Ketua Komisi A Abdul Ghafur mengatakan, kesalahan itu jelas berada pada pihak RSUD Subandi Jember karena tidak memberikan informasi niatan adopsi pada orang tua bayi. "Kalau dari yang mengambil bayi, itu adopsi. Tapi dari si Siti, merasa tidak
memberikan izin adopsi. Ini jelas ada oknum petugas rumah sakit dan direktur diduga juga ikut terlbat memeberikan tanda tangan, yang jelas polisi harus segera mengusutnya," kata Abdul Ghafur. Dia menambahkan, si pengadopsi mengaku mengeluarkan Rp 10 juta untuk bisa menguasi bayi Siti. Sedangkan si pelaku adopsi, Muhammad Syaifulah yang juga guru SDN Sumber Rejo 3 Kecamatan Ambulu diketahui kalau dia sudah sepuluh tahun ini menikah belum memiliki anak dan ingin sekali memiliki momongan. Namun dia tidak banyak berkomentar ketika ditanya seputar adopsi ilegal itu. "Saya pusing, mas" kata M Syaifulah, singkat. Dia juga menyatakan tidak bersalah dalam prosedur adopsi tersebut karena sudah ada izin dari rumah sakit. Sedangkan Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Subandi Jember dr Arif Setyoargo mengakui kalau ada prosedur yang salah dalam proses adopsi tersebut. Namun dia menambahkan, tidak tahu-menahu dalam proses yang tiba-tiba muncul adopsi yang diduga
dilakukan oleh petugas Perinatolongi itu. Hal yang sama juga dikatakan Direktur RSUD Subandi Jember dr Yuni Ermita yang menyatakan kalau hal itu bukan diistilahkan adopsi atau penjualan bayi. "Saya sendiri tidak tahu kok ada yang menyebut adopsi ilegal atau penjualan bayi. Saat itu orang tua sudah mengatakan setuju dan saya memang menandatangani penyerahan bayi," kata
dr Yuni Ermita. Namun demikian, dia menekankan akan meminta pada petugas bidan maupun petugas ruangan persalinan Perinatologi untuk memberikan penjelasan kasus itu dulu. "Kita masih akan rapat internal dulu untuk membahas ini," tandasnya. (p juliatmoko)


Seluas 14 Ribu Ha Hutan Rusak Picu Banjir
5 Titik Hutan Silo Muncul Retakan

JEMBER - Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda empat kecamatan diduga disebabkan rusaknya kawasan hutan yang ada di Jember. Tak tanggung-tanggung, kerusakan hutan berdasarkan penelitian Gerakan Nasional Kehutanan dan Lingkungan Hidup
(GNKHL) PC NU Jember mencapai seluas 14 ribu hektar. "Hutan yang ada seak tahun 1998 sudah banyak yang dibabat guntul, dalam kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2006 sekitar 14 ribu hektar yang rusak," kata Abdul Qodim Manembojo yang juga Ketua GNKHL PC NU Jember, kemarin. Dia menambahkan, pada tahun 2007 lalu sampai sekarang GNKHL sudah melakukan rehabilitasi hutan gundul yang mencapai luasan 8.600 hektar. "Curah hujan
yang turun kemarin antara 150 sampai 250 mimimeter, jadi tanaman di hutan masih belum bisa meresap air hujan. Sampai tigak tahun mendatang, Jember saya kira tetap harus waspada banjir dan longsor," jelasnya. Dia juga mengungkapkan, faktor krisis koordinasio lembaga kehutanan dan pelajaran banjir bandang Panti yang menewaskan puluhah korban jiwa masih belum menjadi acuan dalam penyelesaian kasus illegal logging. "Penebangan hutan terkadang masih terjadi di lereng gunung Argopuro dan kawasan hutan lindung Baban Silosanen. Kerusakan lainnya berada di wilayah barat terhampar mulai dari perbatasan Lumajang-Sumberbaru sampai perbatasan Jember-Bondowoso," katanya. Selain itu, gundulnya lereng Gunung Argopuro dan Hutan
Lindung di Baban Silosanen juga turut menjadi penyebab banjir bandang. Sementara Administratur Perhutani KPH Jember Taufik Setyadi mengaku kalau hutan dikawasannya masih belum berfungsi maksimal sebagai resapan air hujan. "Dalam istilah kami, mestinya hutan bisa meresap sekitar 70 persen air hujan. Namun di Pace Silo kemarin daya resapannya hanya 50 persen saja," kata Taufik Setyadi. Dia juga mengatakan, saat ini masih dalam kondisi waspada sebab pada Petak 18 terdapat 5 titik potensi longsor. Selain itu, banyaknya kayu gelondong yang menerjang ikut dengan banjir dan mengenai rumah korban banjir, menurutnya kayu itu sengaja usai ditebang kemudian ditanam orang tidak bertanggung jawab. "Titik longsoran itu sepanjang 5 sampai 10 meter dan bisa mengenai kawasan pemukiman warga hutan," ujarnya. Dia juga
mengatakan kalau sejauh ini hutan gundul di kawasn Perhutani seluas 11 ribu hektar yang mengalami kerusakan terus direhabilitasi dengan reboisasi. "Makanya banyak warga dipinggiran hutan yang menguasai lahan kami untuk tidak menanam jagung, tapi menanam tanaman tegakan yang bisa menyerap air hujan. Kalau masih saja ada warga yang menanam tanaman yang tidak kami anjurkan, maka bisa akan ditangkap," tandasnya. (p juliatmoko)


Dua Aktifis SAR OPA Akhirnya Ditahan

JEMBER - Tewasnya salah seorang anggota SAR Organisasi Pecinta Alam Jember Irwan Setyo Prayogo berbuntut panjang. Polsek Rambipuji akhirnya menahan dua anggota Tim SAR Jember yakni Ramadhani warga Suci Kecamatan Panti dan Yudha asal Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang. Keduanya adalah anggota luar biasa Mahapala Fakultas Ekonomi Universitas Jember.Kapolsek Rambipuji AKP Agus S mengatakan, dua anggota SAR itu diduga terlibat saat tenggelamnya Irwan. "Mereka semua anggota SAR. Sebelum kejadian, mereka juga sempat bergurau dan kemudian menceburkan korban ke sungai," AKP Agus S, kemarin. Sebelum tercebur ke sungai, Irwan menitipkan seluruh barang bawaan seperti HP dan dompernya ke Teguh yang juga adik kandungnya. Sungai Bedadung saat itu arusnya sangat deras dan rekan-rekannya masih melihat Lolop berusaha berenang. Sayangnya
Irwan kesulitan mencapai tepian sungai untuk lekas menyelamatkan diri. Selain itu, pelampung sempat dipegang, namun dilepas lagi. "Kejadian itu karena kelalaian yang mengakibatkan nyawa orang lain meninggal dunia. Ini kasus kecelakaan," ujarnya. Sedangkan Heri Koko yang juga paman Lolop menyatakan pihak keluarga sudah tidak menuntut atau menggugat hukum. "Kami hanya bisa berharap kasus tetap diproses sesuai hukum," kata Heri Koko. (p juliatmoko)


Tidak ada komentar:

M Y P E O P L E

V i s i t o r

counter